Polri Bantah Densus Asal Tembak
JAKARTA - Maraknya aksi terorisme di tanah air mengundang perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kemarin Presiden mengundang para petinggi keamanan nasional untuk rapat di Istana Bogor. Dalam kesempatan itu, SBY menerima laporan lengkap tentang upaya pemberantasan terorisme di Indonesia. Kapolri Jenderal Timur Pradopo mengatakan, operasi tim Densus 88 di Poso, Sulawesi Tengah, masih akan berlanjut. Sebab, ada beberapa terduga teroris yang belum berhasil ditangkap. \"Ada beberapa terduga teroris (yang diburu, red). Beberapa target yang belum tuntas,\" kata Timur. Meski begitu, mantan Kapolda Metro Jaya itu menegaskan situasi di Poso berangsur tenang. Di tempat yang sama, Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan pemerintah akan menerapkan pola operasi khusus dalam menangani konflik-konflik sosial, termasuk masalah terorisme dan sengketa lahan. Pola tersebut melibatkan pejabat pusat maupun daerah. \"Penanganan terorisme di Poso misalnya, ternyata setelah dipetakan jaringannya tidak hanya dari Poso. Sumbernya juga dari daerah-daerah lain. Oleh karena itu, jaringan operasi terpadu inilah yang akan disinkronkan,\" terangnya. Presiden SBY dalam pengantar rapat menekankan tidak boleh ada yang ragu dalam menegakkan dan memelihara keamanan. \"Tidak ada dan tidak boleh. Kepolisian, komando teritorial, intelijen di daerah ditugaskan oleh negara untuk itu, dengan segala risiko untuk rakyat kita,\" tegasnya. SBY akan mengeluarkan instruksi presiden (inpres) yang berkaitan dengan pemeliharaan keamanan dalam negeri. Dia meminta jajaran pemerintah yang bertugas dalam pengelolaan keadaan sosial, hukum, dan keamanan menjalankan tugas dengan benar dan efektif. Sementara itu, penindakan kasus terorisme yang menelan korban jiwa terus menuai kecaman. Apalagi, muncul informasi baru yang menyebutkan para terduga itu tak pernah melawan petugas. \"Pembunuhan tanpa pengadilan seperti ini justru merugikan operasi Polri di masa depan,\" ujar Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) Haris Azhar kemarin (7/1). Menurut Haris, pembunuhan tanpa proses pengadilan bisa dikategorikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. \"Selama ini tidak ada mekanisme sanksi yang baku atas apa yang dilakukan Densus 88,\" kata alumnus S-2 Essex University, Inggris, itu. Sebelum melakukan penangkapan disertai pembunuhan terhadap tujuh terduga teroris di Makassar dan Nusa Tenggara Barat (NTB) pekan lalu, Kontras menengarai ada 14 warga tak bersalah yang disiksa Densus 88 di Poso. Fakta lain dibeber Harits Abu Ulya, direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA). Dia mengaku mendapatkan data valid 10 menit setelah penangkapan di Masjid An Nurafiah, kompleks RS Dr Wahidin, Makassar. \"Masih ada sisa darah di teras masjid, Lalu ada bekas diseret,\" katanya. \"Semua saksi mengatakan tidak ada baku tembak, yang ada ya dieksekusi secara sepihak,\" sambungnya. Dua terduga teroris yang ditembak mati itu (Abu Uswah dan Hasan) baru saja menjenguk orang sakit dan menunaikan salat Duha. \"Bagaimana mungkin menjenguk orang sakit bawa pistol. Mereka ini guru mengaji,\" kata peneliti kontraterorisme tersebut. Keganjilan juga terjadi saat operasi di NTB. Menurut Harits, Polri tidak berhasil mengidentifikasi dua orang di antara lima terduga teroris yang ditembak mati. \"Bagaimana mungkin menembak orang yang namanya saja tidak tahu kok dibilang teroris,\" katanya. Di sisi lain, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Boy Rafli Amar membantah Densus 88 asal menembak. \"Mereka prosedural, tidak ada yang dilanggar,\" kata jenderal bintang satu itu. Saat ini, tujuh jenazah terduga teroris itu masih dalam proses identifikasi. \"Kami akan jelaskan peran-perannya secara lengkap setelah identifikasi komplet,\" katanya. (fal/rdl/ca)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: