Korupsi E-KTP, Setnov Mulai Akui Alat Bukti

Korupsi E-KTP, Setnov Mulai Akui Alat Bukti

JAKARTA - Mantan ketua DPR Setya Novanto mendadak berubah. Dia sedikit demi sedikit mulai mengakui sejumlah bukti keterlibatannya dalam megakorupsi kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP) di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Salah satunya terkait rekaman percakapannya dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong dan Johannes Marliem saat proyek E-KTP bergulir. Dalam sidang kemarin (26/2), Setnov mengatakan, suara dalam percakapan yang diputar jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang Kamis (22/2) lalu merupakan suaranya sendiri. Percakapan itu dilakukan saat sarapan di rumah Setnov. “Bahwa betul itu suara saya dengan Marliem dan Andi (Narogong),” aku Setnov di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Di sidang pekan lalu, Setnov belum memberikan tanggapan soal rekaman tersebut. Rekaman itu membahas tentang resiko bila Setnov berurusan dengan KPK. “Laporan (isi rekaman) itu sudah saya laporkan 24 Januari ke penyidik,” terangnya. Rekaman percakapan antara Marliem (pengusaha Biomorf Lone Indonesia yang tewas di Amerika Serikat), Andi Narogong, dan Setnov itu mengungkapkan bahwa mantan ketua umum Partai Golkar tersebut pernah membicarakan perihal duit Rp 20 miliar bila berurusan dengan KPK. “Itu lawannya Andi, Andi juga. PNRI dia juga, itu dia juga. Waduh, gua bilangin kali ini jangan sampai kebobolan, nama gua dipakai ke sana sini,” kata Setnov dalam rekaman percakapan tersebut. “Ongkos gua ntar lebih mahal lagi. Giliran gua dikejar sama KPK, ongkos gua Rp 20 miliar. Kalau gua dikejar sama KPK, ongkos gua Rp 20 miliar,” imbuh dia. Sumber Jawa Pos (Radar Cirebon Grup) di internal KPK mengatakan, sebenarnya masih ada bukti rekaman lain antara Setnov, Andi, dan Marliem yang belum dibeberkan jaksa. Itu terkait dengan fee proyek E-KTP untuk Setnov yang disalurkan melalui Made Oka Masagung. “Dia sudah mengakui juga (penyaluran fee lewat Made Oka),” ungkap sumber tersebut. Hanya, hingga kemarin Setnov belum mau mengakui secara resmi soal penyaluran fee E-KTP yang mencapai USD 3,5 juta itu. Dia hanya mengakui suara percakapan seputar kekhawatiran berurusan dengan KPK. “Kalau itu (Rp20 miliar) masalah yang berkaitan dengan hukum, kan pasti untuk bayar yang resmi (pengacara) untuk semuanya sangat tinggi,” terangnya sebelum sidang. Juru Bicara KPK Febri Diansyah berharap Setnov tidak hanya mengakui suara rekaman percakapan soal kekhawatiran berurusan dengan KPK saja. Tapi juga mengakui keseluruhan perbuatan yang didakwakan jaksa KPK selama ini. Khususnya soal aliran duit e-KTP yang disalurkan melalui rekan Setnov, Made Oka Masagung. “Yang diakui seharusnya secara keseluruhan perbuatan,” terang Febri. Menurut Febri, upaya menyangkal aliran dana yang masih dilakukan Setnov sampai saat ini tidak akan berpengaruh terhadap posisinya dalam kasus yang merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun tersebut. “KPK sudah ajukan cukup banyak bukti terkait dugaan aliran dana itu, jadi kalau pun menyangkal tidak akan berpengaruh,” imbuh Febri. Dalam sidang kemarin, jaksa KPK menghadirkan sejumlah saksi. Di antaranya, pengacara Elza Syarief, mantan Dirut Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhy Wijaya, mantan anggota tim Fatmawati Jimmy Iskandar alias Bobby, Dirut PT LEN Industri Wahyudin Bagenda, Rudy Endarto, Yudi Pramadi dan Husni Fahmi. (tyo/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: