90 Persen Bahan Baku Obat Impor, Presiden Ajak Investasi Sektor Farmasi

90 Persen Bahan Baku Obat Impor, Presiden Ajak Investasi Sektor Farmasi

BEKASI - Tingginya angka impor terhadap bahan baku obat-obatan masih menjadi salah satu persoalan dunia farmasi di Indonesia. Pemerintah pun berupaya menata persoalan itu dengan merangsang lahirnya produsen-produsen di dalam negeri. Seperti diketahui, berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkeu), 90 persen kebutuhan bahan baku obat-obatan didatangkan dari luar negeri. Di antaranya didatangkan dari Tiongkok dan India. Presiden Joko Widodo mengajak para pengusaha untuk melirik industri farmasi di dalam negeri. Menurutnya, pangsa pasar yang ada di Indonesia sangat menjanjikan. Mengingat kesehatan dan pengobatan sudah menjadi hak dasar warga negara dalam sistem jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas). Dia menilai, dengan adanya Jamkesmas, baik melalui Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) maupun Kartu Indonesia Sehat (KIS), akses terhadap pengobatan semakin mudah. Sehingga semua warga akan mengakses fasilitas kesehatan dan berdampak pada kebutuhan obat. “Permintaan dan pasar bagi produk industri farmasi pasti terjamin saya kira itu,” ujarnya saat meresmikan Pabrik Bahan Baku Obat dan Produk Biologi di PT Kalbio Global Medika (KGM), anak perusahaan PT Kalbe Farma Tbk, Cikarang, Selasa (27/2). Selain akses terhadap kesehatan yang terjangkau, meningkatkannya jumlah kelas menengah juga berimplikasi pada dunia kesehatan. Di mana semakin banyak penyakit yang muncul akibat gaya hidup yang berlebihan. “Kebersihan serta nutrisi membaik, tapi yang ada penyakit lifestyle. Seperti diabetes karena makan enak di mana-mana,” ujar Jokowi. Dia kembali menegaskan jika kebutuhan obat akan meningkat dan menjadi peluang investasi di sektor farmasi. Untuk diketahui, payung hukum untuk mempercepat dan mempermudah investasi di sektor farmasi sendiri sudah ada. Yakni Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moelek menambahkan, kemandirian Indonesia dalam hal pemenuhan obat sangat minim. Padahal, dengan didatangkan dari luar, harga relatif menjadi lebih mahal. “Dengan memproduksi sendiri kita harapkan biaya akan dapat lebih terjangkau,” ujarnya. Dia menambahkan, Indonesia memiliki potensi yang cukup besar. Sebagai contoh, bahan baku kimia untuk obat yang diimpor dari China dan India bisa disiasati dengan melimpahnya tanaman herbal di Indonesia. “Kita mempunyai tanaman asli Indonesia, di mana herbal ataupun suplemen dan hal-hal lain juga bisa didorong,” imbuhnya. Kemarin, KGM meresmikan pabrik barunya. Nantinya, pabrik itu akan memproduksi Erythropoietin (EPO) untuk pengobatan cuci darah dan kanker, Granulocyte Colony Stimulating Factor (GCSF) untuk menstimulasi pembentukan seI darah merah, serta insulin dan beberapa produk MAb (Monoklonal Antibodi) untuk pengobatan kanker. Rencananya, produk itu bukan hanya untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, melainkan akan diekspor ke pasar ASEAN dan beberapa negara lainnya. (far) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: