Putusan Cacat, KPK Banding

Putusan Cacat, KPK Banding

Hakim Juga Biarkan Angie Nikmati Hasil Kejahatan JAKARTA - Perjuangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghukum berat pelaku korupsi tidak pernah habis. Setelah “kalah” di persidangan dalam kasus Angelina Sondakh, mereka berniat mengajukan banding atas vonis Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang hanya menjatuhkan vonis ringan terhadap mantan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat itu. Menurut KPK, vonis Majelis Hakim kepada Angie, panggilan akrab Angelina Sondakh, sangat mengecewakan karena hanya dihukum kurungan 4,5 tahun dan denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan. Padahal, dari tuntutan sebelumnya, Jaksa KPK meminta majelis hakim menghukumnya dengan kurungan 12 tahun, denda Rp500 juta serta meminta mengembalikan uang negara sebesar Rp32 miliar. “Dari rapat, KPK memutuskan akan banding,’’ ucap Johan Budi, Juru Bicara KPK, saat menggelar jumpa pers di kantornya, pukul 19.30 WIB, tadi malam. Namun, pihaknya belum mengetahui kapan surat pengajuan banding kepada majelis hakim akan dikirimkan. Pasalnya, KPK masih menyiapkan memori banding terlebih dahulu sebelum dikirimkan. Sebab, meruntut dari penjelasan hakim kemarin, ada selang waktu selama tujuh hari bagi jaksa dan terdakwa untuk menyatakan menerima keputusan atau sebaliknya mengajukan banding atas vonis yang telah dijatuhkan. “Kemungkinan pekan depan pengajuan tersebut,” tandasnya. Sementara itu, menanggapi putusan hakim atas vonis Angie kemarin, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas juga angkat bicara. Ia menuding vonis majelis hakim Pengadilan Tipikor bagi Angelina Sondakh kemarin menodai makna yuridis. Sebab, baginya, majelis hakim tidak melihat jeli pelanggaran yang dilakukan mantan Putri Indonesia tahun 2001 tersebut dari fakta-fakta di persidangan. “Putusan hakim yang ringan apalagi bebas tanpa argumen hukum yang benar, semakin menegaskan adanya cacat yuridis metodologis dalam memaknai fakta persidangan,” katanya melalui pesan singkat, Jumat (11/1). Kata dia, politisi dari Partai Demokrat tersebut telah jelas melanggar Undang-undang Dasar dengan merampas kesejahteraan yang sudah menjadi hak rakyat, namun kenapa hanya divonis ringan. Dirinya khawatir, vonis ringan Angie akan memperburuk citra para penegak keadilan di mata masyarakat. “Hakim tidak memberi makna dan bobot yuridis atas fakta ini. Cacat metodologis berakibat putusan tandus dari ruh keadilan dan keberpihakan pada perlindungan rakyat sebagai korban masif,” tegasnya. Guna mengantisipasi terulangnya kejadian tersebut, pihaknya bersama-sama dengan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung (MA) sudah melakukan kajian mengenai rendahnya vonis hakim kepada pelaku korupsi. “Kami sudah join dengan KY dan MA, Ketua MA pun positif,” pungkasnya. Sebelumnya, Komisioner bidang Kerja sama Antarlembaga Komisi Yudisial (KY) Ibrahim juga menyatakan beberapa waktu lalu pihaknya sudah pernah membangun kesepahaman tentang persoalan-persoalan pemberantasan korupsi misalnya dengan kepolisian, kejaksaan dan hakim. Salah satunya mengenai hukuman-hukuman koruptor yang selalu dalam level minimum. “Kita akan mengkaji perspektif korupsi itu nanti juga dalam konteks misalnya korupsi yang berhubungan dengan human rights (hak asasi manusia, red),’’ katanya di kantor KPK, beberapa waktu lalu. PERTIMBANGAN ANAK Dihubungi terpisah, Pengamat Hukum dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Andi Syafrani menegaskan, vonis ringan Angie kemarin salah satunya karena hakim termakan sandiwara yang dimainkan terdakwa. Angie sempat membawa anaknya ke persidangan. “Sebagai manusia, dengan melihat anaknya yang masih kecil mungkin berpengaruh kepada hakim,” katanya saat dihubungi INDOPOS (Radar Cirebon Group), Jumat (11/1). Menurutnya, dengan sejumlah fakta yang terungkap di persidangan, vonis hakim mestinya harus didasarkan pada sesuatu yang sangat rasional dan kuat secara hukum. “Jadi tidak hanya melandaskan atas dasar belas kasihan,” terangnya. TAK MISKINKAN KORUPTOR Pakar Hukum Pidana UI Yenti Garnasih menjelaskan, jika berkaca dari tuntutan jaksa, memang vonis tersebut jauh lebih ringan. Tetapi yang menarik adalah hakim menyatakan bahwa Angie terbukti bersalah menerima suap Rp2,5 miliar dan USD 1,2 juta namun tidak dirampas. Berarti hakim membiarkan Angie menikmati hasil kejahatan dan tidak sepaham dengan upaya pemiskinan koruptor. “Jika dibiarkan, korupsi akan semakin merajalela,’’ katanya saat dihubungi wartawan melalui telepon, Jumat (11/1). Penjatuhan vonis ringan itu, katanya jelas tidak bakalan menimbulkan efek jera. Justru, hal itu membuat orang tidak takut korupsi karena pidananya ringan dan tidak ada perampasan hasil korupsi. Solusinya KPK harus kejar hasil kejahatan suap yang diterima terdakwa dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang. “Solusinya jaksa harus banding dan membuka penyelidikan baru terkait aliran dana suap yang diterima Angie,” imbuhnya. (sar)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: