Banjir Surut, Penyakit Datang
Warga Sakit Bertambah, Stok Obat-obatan Minim JAKARTA - Banjir yang menerjang Jakarta membawa dampak luar biasa. Selain aktivitas warga lumpuh, roda perekonomian ikut terganggu. Korban pun terus bertambah. Dalam empat hari terakhir, korban meninggal tercatat sebanyak 15 orang. Sementara itu, jumlah pengungsi mencapai 18 ribu orang. Laporan resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan, banjir telah menggenangi 41 kilometer persegi area Jakarta. Artinya, 8 persen wilayah ibu kota terendam. Namun, 8 persen itu merupakan area utama perekonomian dan pemerintahan. Sedikitnya 910 rukun tetangga (RT) di 31 kecamatan terendam banjir sehingga berdampak pada 97.608 keluarga atau 248.846 jiwa. Tercatat jumlah pengungsi hingga kemarin 18.018 jiwa. Jumlah itu sangat mungkin bertambah. “BMKG memprediksi hingga akhir pekan ini Jakarta masih akan diguyur hujan lebat,” ungkap Kepala BNPB Syamsul Maarif. Ketika banjir mulai surut, bukan berarti masalah berkurang. Justru kini muncul problem baru yang terkait dengan kondisi kesehatan warga. Ribuan warga mulai diserang penyakit karena kondisi lingkungan yang tidak bersih, minimnya air bersih, serta sanitasi yang buruk. Berbagai upaya dilakukan untuk menekan angka penderita penyakit. Pemerintah Kota Jakarta Utara membuka posko kesehatan di sejumlah wilayah, antara lain di Kecamatan Cilincing dan Kelapa Gading. Di tiap-tiap posko ditempatkan 12 petugas. “Ini adalah petugas yang diterjunkan untuk menangani warga yang sakit akibat banjir di posko pengungsian,” kata Kasubdin Kesehatan Jakarta Utara Bambang Suheri. Di Jakarta Utara, jumlah warga yang berobat kemarin mencapai 2.700 pasien. Umumnya, mereka mengeluhkan pegal-pegal, gatal, demam, diare, dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). “Jumlah tersebut meningkat dari hari sebelumnya yang hanya 650 pasien. Jumlah itu belum termasuk yang berobat ke puskesmas,” ujarnya. Di Jakarta Timur, berdasar data pos kesehatan yang dibuka Ikatan Dokter Indonesia (IDI), jumlah warga yang sakit juga terus bertambah. Di sisi lain, persediaan obat menipis. Asturi, koordinator pos tanggap bencana IDI, mengatakan, dalam dua hari terakhir ada 278 pasien. Masalahnya, saat ini stok obat-obatan pihaknya kurang, terutama obat kutu air. Warga yang mengungsi juga membutuhkan obat untuk anak-anak, misalnya salep kulit, obat flu, vitamin, dan obat diare. “Bantuan obat dari masyarakat akan sangat membantu. Kami bisa menyalurkannya secara langsung kepada masyarakat yang membutuhkan,” tutur Asturi. Sementara itu, rapat koordinasi antarinstansi di Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum (PU) kemarin memutuskan bahwa sejumlah kementerian mengadakan urunan untuk menyediakan logistik bagi keperluan pengungsi, misalnya selimut. Dari kebutuhan 10 ribu lembar selimut, jumlah yang tersedia justru tiga kali lipat. “Kami tidak hanya menghitung yang di pengungsian, namun juga warga yang masih bertahan di lantai dua rumah masing-masing,” kata Kepala BNPB Syamsul Maarif. Pihak BNPB juga menyediakan 200 ton beras dari total kebutuhan selama seminggu ke depan sebanyak 372 ton. Begitu juga perahu karet. Jumlahnya 144 buah dan sudah siap untuk digunakan kapan pun. Syamsul menjelaskan, kendala yang saat ini dihadapi BNPB terkait dengan ketersediaan fasilitas mandi, cuci, dan kakus (MCK). Sebanyak 800 MCK portabel milik Kementerian PU tidak bisa digunakan secara maksimal karena sebagian besar pengungsi menempati jalan beraspal. BNPB berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta untuk menyediakan sebanyak-banyaknya mobil toilet. Meski jumlah pengungsi cukup banyak, hingga saat ini pemerintah belum menetapkan banjir Jakarta sebagai bencana nasional. Karena itu, kendali utama tetap ada pada gubernur DKI. BNPB telah mengucurkan dana on call sebesar Rp15,4 miliar untuk menyediakan logistik. Sebab, Pemprov DKI belum mengajukan permintaan yang berupa uang tunai. “Secara nasional, dana on call yang ada di kami Rp200 miliar dan sudah terpakai Rp180 miliar,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho. Selain itu, TNI dan Polri telah menerjunkan ribuan personel masing-masing ke kawasan banjir. Hingga saat ini, TNI telah menerjunkan 3.460 anggota. Sementara itu, kepolisian mengerahkan 4.195 personel dari Mabes Polri, Polda Metro Jaya, dan polres jajaran Polda Metro Jaya. Jumlah personel itu masih mungkin ditambah. Sebab, aparat juga bertugas mengamankan rumah-rumah para pengungsi dari kemungkinan aksi pencurian dan penjarahan. Sementara itu, Direktur Sungai dan Pantai Ditjen Sumber Daya Air Kemen-PU Pitoyo Subandrio menyatakan, bencana banjir merupakan pertanda masyarakat belum berhasil berdialog dengan alam. “Kita Tidak akan pernah bisa menghilangkan banjir. Itu sudah faktor alam,’’ terangnya saat konferensi pers penanggulangan banjir di Kemen-PU kemarin. Dia juga meluruskan polemik di masyarakat yang masih menganggap banjir Jakarta merupakan banjir kiriman dari Bogor dan Puncak. Menurut Pitoyo, tidak ada yang namanya banjir kiriman. Yang ada, air di 13 sungai yang mengarah ke Jakarta melimpah. “Sesuai kodratnya, air mengalir dari hulu ke hilir. Dari tempat tinggi ke tempat rendah,” terangnya. Pernyataan itu juga didukung oleh penjelasan Kepala Pelaksana Bendung Katulampa Andi Sudirman. Andi menyatakan, selama ini masih banyak masyarakat yang komplain ke tim pelaksana Bendung Katulampa karena Jakarta kebanjiran. Mereka beranggapan banjir Jakarta karena pintu air di Katulampa dibuka, sehingga air pun mengalir deras ke Jakarta. Fungsi Bendung Katulampa kaitannya dengan banjir hanya sebatas mengukur ketinggian air yang akan masuk ke Jakarta. Sehingga, warga Jakarta bisa bersiap-siap selagi air mengalir. “Bendung Katulampa itu bukan bendungan, dan bukan juga pengendali banjir,” tegasnya. Kalaupun pihaknya memutuskan menutup pintu air di Katulampa, Jakarta tetap tidak bisa terhindar dari limpahan air sungai Ciliwung. Jika pintu ditutup, air tidak bisa mengalir lewat bawah. Alhasil, aliran akan melewati bagian atas pintu air karena penuh. “Jadi tidak ada bedanya pintu air Katulampa dibuka atau ditutup,’’ ujarnya. Untuk pencegahan banjir, pemerintah telah menyelesaikan proyek Banjir Kanal Timur dan merevitalisasi Banjir Kanal Barat. Kemudian, pihaknya bakal menambah pintu air di Karet dan Manggarai. Selain itu, pemerintah juga akan menormalisasi Kali Ciliwung lama dari Manggarai ke kawasan Capitol. ’’Kami konsep seperti BKT, dan siap dialiri air 75 meter kubik per detik,’’ lanjutnya. Kemudian, saat ini pihaknya sedang berupaya menormalisasi kali Pesanggrahan dan kali Sunter. Sebelumnya, proses normalisasi Sunter sempat terhambat warga yang menolak tanahnya dibebaskan. Pihaknya bakal berupaya secepatnya menuntaskan pembebasan agar normalisasi bisa berjalan. Secara nasional, pemerintah saat ini sedang menyelesaikan delapan bendungan mulai Aceh hingga Nusa Tenggara Barat. Bendungan di Sumedang misalnya, kapasitasnya satu miliar kubik. Kedelapan bendungan itu selesai tahun ini dan 2014. Kemudian, saat ini juga tengah dilakukan tender untuk pemnbangunan 11 bendungan lain. Pitoyo juga kembali melontarkan rencana untuk merelokasi warga Jakarta yang tinggal di bantaran kali Ciliwung. Pemprov DKI dibantu Pemerintah Pusat akan secepatnya membangun rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang lokasinya tidak jauh dari lokasi bermukim warga sebelumnya. Tujuannya, warga tidak pindah terlalu jauh. Rencana itu bakal dipercepat karena normalisasi kali Ciliwung sudah sangat mendesak. Data dari BNPB menyebut, kapasitas kali Ciliwung di Jakarta kini tinggal 45 persen dari kondisi normal. Penyebabnya tidak lain banyaknya warga yang bermukim di bantaran kali. “Kalau warga sudah pindah ke rusun, barulah kami bisa menormalisasi kali Ciliwung,” terangnya. Warga yang tinggal di bantaran kali selama ini selalu beralasan mereka telah hidup bertahun-tahun sehingga sudah terbiasa. Padahal, keberadaan mereka membuat sejumlah kawasan lain non bantaran yang tadinya tidak banjir menjadi banjir. Meski sudah lama, sebetulnya mereka tidak patut tinggal di situ. “Kami sudah bicara dengan Gubernur DKI, dan pak Jokowi mengatakan nanti rusun itu gratis sewa untuk tiga tahun pertama,” tambahnya. DPR DUKUNG RELOKASI Sementara, rencana pemerintah untuk merelokasi warga yang tinggal di bantaran sungai Ciliwung mendapat dukungan dari kalangan DPR. Hanya saja, mereka meminta pemerintah menyiapkan solusi sebelum warga benar-benar direlokasi. Sehingga, tidak sampai terjadi polemik di masyarakat. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Jazuli Juwaini mengatakan, pada dasarnya warga tidak akan berontak jika dipindahkan dari bantaran sungai. Asalkan pemerintah telah menyiapkan alternatif tempat tinggal bagi mereka. \"Kan tidak bisa kalau hanya diusir saja dari bantaran sungai,\" ujarnya usai mengikuti rakor penanganan bencana banjir di Kementerian PU kemarin. Komisi yang membidangi agama, sosial, dan pemberdayaan perempuan itu kemarin juga memantau banjir di sejumlah wilayah terdampak banjir di Jakarta dan sekitarnya. Menurut Jazuli, ada beberapa tahap yang harus dilakukan pemerintah. Dimulai dari penanganan tanggap darurat, seperti evakuasi, penyediaan makanan, toilet, dan lain-lain. Kedua, mencari solusi jangka pendek bagi pemukiman para korban banjir. \"Pascabanjir kan rumah mereka pasti rusak. Itu juga harus dipikirkan,\" terangnya. Kemudian, antar pemerintah daerah harus segera merealisasikan pencegahan banjir jangka panjang. Pemerintah pusat akan membantu sepenuhnya. (byu/jat/c11/ca)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: