Beri Solusi untuk Kaum Pinggiran

Beri Solusi untuk Kaum Pinggiran

KUNINGAN - Abah Kamsi (65) baru selesai salat Magrib. Dia masih merapal doa, sambil duduk bersila di atas karpet musala. Kulitnya keriput. Rambut dan kumisnya memutih. Dia memakai baju koko berwarna cokelat muda. Peci hitamnya berhias bordir berwarna keemasan. Usai berdoa, dia bergabung dengan teman-temannya. Sesama warga Dusun Singkup, Desa Padamulya, Kecamatan Maleber, Kabaupaten Kuningan, Jawa Barat. Mereka ngobrol seputar berbagai masalah sehari-hari, sambil menunggu tibanya waktu Isya. Kebiasaan ini sering mereka lakukan sejak tahun 1984. Tepatnya sejak Desa Padamulya terbentuk karena pemekaran wilayah dari Desa Maleber. Meskipun Abah Kamsi menjabat sebagai Kepala Dusun Singkup hanya sampai tahun 1988, namun wibawanya masih berpengaruh hingga kini. Pendapatnya masih diperhitungkan dalam rembug warga. Malam itu, dia dan teman-temannya berbicara tentang bencana tanah longsor yang sering kali terjadi di tempat tinggal mereka. Secara geografis, wilayah Dusun Singkup berada di atas tanah yang labil. Sehingga, jika ada hujan yang turun terus-menerus berpotensi untuk membuat tanah longsor. Tambahan lagi, sungai Cisanggarung, sewaktu-waktu bisa mengeluarkan air bah. Membawa segala material dari hulu dan meluluh-lantakkan semua yang dilewatinya. Sebanyak 200 Kepala Keluarga selalu dalam posisi terancam. Mereka waswas sepanjang waktu. Mereka selalu memerlukan bantuan dalam menangani peristiwa yang bisa menghancurkan bangunan dan harta benda dalam sekejap. Ketika terjadi bencana, evakuasi dan penyaluran bantuan selalu menjadi kendala. Kesulitan utama di desa itu tatkala soal distribusi karena infrastruktur yang tak memungkinkan. Itu disebabkan oleh posisi dusun tersebut berada pada daerah perbukitan yang sulit ditempuh. Pertolongan dilakukan dengan peralatan seadanya. Tidak bisa menggunakan alat berat. Dari tahun ke tahun, persoalan ini tidak kunjung usai. Bahkan semakin parah. Sudah berkali-kali warga mengeluhkan masalah ini kepada Pemerintah Kabupaten Kuningan. Baik melalui saluran Tagana, maupun melalui media. Namun perhatian dari yang punya wewenang tidak kunjung datang. Warga Dusun Singkup sulit menolong diri sendiri ketika terjadi musibah. Karena banyak orang yang berusia produktif justru pergi ke kota besar untuk mencari nafkah. Maklum, di kampunya sulit bertahan hidup. Bukan karena tak berdaya, tetapi tak ada perhatian dari pemerintah daerah bagaimana memberdayakan potensi daerah sendiri. Obrolan Abah Kamsi dan teman-teman selesai tanpa adanya kesimpulan. Karena persoalan yang dihadapi, sangat jauh di luar kemampuan mereka. Bencana alam dan lapangan kerja adalah masalah serius yang sewajarnya ditangani oleh pemerintah setingkat Kabupaten, sekurangnya. Bukan level mantan Kadus. dr Toto hadir untuk mendengarkan mereka. Kehadiran calon bupati Kuningan 2018-2023 ini ibarat setetes embun di padang pasir. Dahaga menjadi sirna. Momen yang tak pernah ia alami sepanjang sejarah Kuningan. Toto menjanjikan kepada Abah Kamsi dan masyarakat lainnya akan sigap menjadi pelayan ketika musibah datang. “Ke depan jangan ada lagi masyarakat Kuningan yang telantar. Apalagi jika sedang terkena bencana. Pemerintah sebagai pelayan masyarakat harus cepat tanggap terhadap memberi pertolongan terhadap setiap musibah yang datang,” katanya. Masih banyak Abah Kamsi Abah Kamsi lain di seantero Kuningan. Mereka seakan menjadi warga negara kelas dua. Merek butuh perhatian. Mereka ingin didengarkan. Mereka punya hak untuk mengadu dan bersuara. Mereka adalah kita yang mendambakan kehidupan aman, nyaman, dan sentosa. (rls)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: