Sejak 2017, Kasus Tumpahan Minyak di Perairan Batam-Bintan Belum Jelas
Sehubungan dengan kejadian tumpahan minyak yang hampir selalu terjadi setiap tahun di Perairan Batam-Bintan pada musim Barat (arah angin dan arus laut mengarah ke perairan Indonesia, dimana kasus-kasus tumpahan minyak yang terjadi di Perairan Batam-Bintan tersebut belum jelas penyelesaiannya hingga saat ini. Demikian yang dihimpun radarcirebon.com dari Pusat Riset Kelautan-Pusrikel, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, (15/4) Sejak 8 September 2017, Kemenkomar telah mengadakan rapat koordinasi pengendalian tumpahan minyak di laut bersama tim Puskodalnas, diantaranya yakni KKP, KemenHub, KLHK, Kemen ESDM, Lemigas serta BAKAMLA, LAPAN dan Kompi Bravo Batam-Bintan. Rapat tersebut dilaksanakan di Ruang Rapat Lantai 2 Gedung I BPPT dan dipimpin oleh Dr. Sahat Pangabean serta didampingi oleh Dr. Kus Prisetiahadi. Agenda utama rapat adalah update status kasus tumpahan minyak akibat tabrakan kapal Alyarmouk , update status kasus tumpahan minyak di Pantai Nongsa Batam, dan koordinasi kesiap-siagaan menjelang Musim Barat. Pusat Riset Kelautan, Dr. Widodo Pranowo memaparkan statistik frekuensi terjadinya tumpahan minyak berdasarkan pantauan satelit radar INDESO 2014-2017. Terpantau bahwa secara umum WPPNRI 711(Laut Natuna dan Selat Karimata) dan WPPNRI 713 (Selat Makassar) sangat rentan terdampak mulai November hingga Februari. Widodo mengingatkan bahwa perairan Batam-Bintan harus waspada tumpahan minyak pada November 2017 hingga Februari 2018. Berdasarkan Perpres No 109/2006 Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak Di Laut dan Surat Edaran Kemenkomar Kepada 6 (enam) menteri yakni Menteri Perhubungan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri ESDM, Kepala Bakamla dan Dirjen Bea dan Cukai yang ditanda tangani oleh Rizal Ramli pada tanggal 6 April 2016, mengenai tumpahan minyak di Perairan Batam-Bintan, serta KepmenKP No 54/2016 tentang Tim penanggulangan dampak tumpahan minyak terhadap sumberdaya kelautan dan perikanan. Pusriskel yang merupakan anggota Pulkodalnas, yakni sebagai Tim Pulbaket (Pengumpulan bahan dan keterangan). Pada tahun 2017 ini, Pusat Riset Kelautan melaksanakan survei di Perairan Batam-Bintan Pada tanggal 11-15 September 2017. Survei yang dipimpin oleh Hari Prihanto, M.Sc akan melakukan pengukuran hidro-oseanografi di kawasan perairan pesisir Batam-Bintan yang rentan tumpahan minyak. Pada tahun 2015, terjadi tabrakan kapal Alyarmuk, namun hingga tahun 2017 masyarakat terdampak belum dapat diselesaikan klaim ganti ruginya. Kompi Bravo mewakili masyarakat terdampak akan mengajukan class action kasus Alyarmouk. Target tuntutan klaim adalah hingga akhir tahun 2017, karena batas waktu tuntukan akan expired pada Januari 2018. Hal ini sesuai dengan perjanjian intenational bahwa status hukum kasus International akan expired setalah 3 (tiga) tahun. Rapat 8 September 2017 juga membahas masalah administrasi/pembiayaan dari hasil analisa tumpahan minyak merupakan salah satu kendala utama terhambatnya penanganan kasus tumpahan minyak Alyarmouk. Kompi Bravo yang hadir pada saat rapat, mewakili lebih dari 1000 warga Batam yang terdampak langsung kasus tumpahan minyak Nongsa Batam mengajukan tuntutan sekitar 75ribu USD.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: