Reporter:
Dian Arief Setiawan|
Editor:
Dian Arief Setiawan|
Selasa 17-04-2018,08:43 WIB
Tentu saja, bukan. Meski gerakan komunis dan sayap kiri masih ada di Rusia, mereka tak lagi menentukan kebijakan negara, alias impoten.
Komunisme sebagai ideologi negara telah mati di Rusia. Ini keputusan mutlak, tak ada tawar-menawar. “Sebuah ideologi tidak bisa dibuat sebagai dasar negara atau kewajiban,”
bunyi Pasal 13 Konstitusi Rusia yang disahkan pada 1993. Ini adalah perbedaan yang sangat mencolok dibandingkan dengan Konstitusi Uni Soviet yang
menekankan bahwa Partai Komunis Uni Soviet (KPSS) adalah “kekuatan pemimpin dan penuntun rakyat Soviet dan inti dari sistem politiknya.”
KPSS bubar setelah runtuhnya Uni Soviet pada akhir 1991. Boris Yeltsin, presiden pertama Rusia dan sekaligus mantan anggota KPSS, melarang partai yang di hari-hari terakhirnya memiliki 18 juta anggota tersebut beraktivitas. Meski ini merupakan akhir kisah Rusia sebagai negara komunis, yang sudah terpatri sejak 1917, tak berarti komunisme sepenuhnya lenyap di negara ini.
“Kata ‘komunisme’ berarti ‘rakyat’ atau ‘publik’, yaitu ketika kepentingan masyarakat lebih penting daripada kepentingan individu. Komunisme sudah ada sejak zaman dulu, ketika orang-orang berburu secara berkelompok dan membagikan hasil buruan untuk semua kawanan. Jika Anda membaca
Khotbah di Bukit (khotbah Yesus yang paling terkenal
-red.) dan
Surat Paulus yang Pertama kepada Jemaat di Tesalonika, Anda akan melihat moto dan akhlak komunisme. Komunisme akan bertahan selamanya, lebih lama daripada orang-orang seperti ‘Trump’, Amerika, dan kita semua karena inilah jalur utama perkembangan umat manusia.”
kata Gennady Zyuganov, pemimpin Partai Komunis Rusia (KPRF), yang didirikan segera setelah pendahulunya, KPSS — yang keberadaannya pernah tak tergoyahkan — menghilang dari tatanan politik negara itu pada 1991.
Zyuganov dan partainya tetap menjadi pendukung utama komunisme di Rusia. Di setiap pemilu legislatif sejak 2003, KPRF telah menjadi tantangan serius bagi partai penguasa, Rusia Bersatu, dan selalu mengekor di urutan kedua dengan mengantongi hasil yang solid. Meski begitu, komunis tak dapat merapatkan barisan mereka. Dalam pemilu legislatif 2016, KPRF hanya memenangkan 13 persen suara (dibandingkan dengan 19 persen suara pada 2011) dan pada pilpres 2018, hanya 11 persen warga Rusia saja yang memilih Pavel Grudinin, calon presiden dari KPRF.
Tak dipungkiri, komunisme dalam bentuk Sovietnya memang masih menjadi daya tarik bagi jutaan orang di seluruh Rusia. Sebagaimana yang diungkapkan Sergey Chibineyev, seorang pemugar seni yang mengumpulkan memorabilia Soviet, dalam sebuah wawancara dengan Radio Liberty, “(Komunisme Soviet) adalah gagasan yang terhormat — (ia) menciptakan masa depan yang lebih baik, menyatukan semua orang tanpa mengindahkan latar belakang suku atau agama mereka.”
Masa Lalu yang Tak Akan Pernah Hilang
Secara umum, Rusia tidak benar-benar berupaya menyingkirkan masa lalu komunisnya. Misalnya,
terdapat 5.400 patung Vladimir Lenin, sang pendiri Uni Soviet, di seluruh negeri. Namun, para ahli politik dan sejarawan, serta masyarakat pada umumnya, yakin bahwa tak peduli serindu apa pun rekan-rekan kompatriot mereka pada Uni Soviet, ide-ide komunisme
tak mungkin laku di masa kini.
“Pemimpin-pemimpin kita saat ini
tak ingin kembali ke era revolusi, komunisme militer, dan sebagainya,” tulis Dmitry Drize, pengamat politik
Kommersant, seraya menambahkan bahwa sisa-sisa masa lalu berupa patung-patung Lenin dan
mausoleumnya di Lapangan Merah merupakan upaya pemerintah untuk menenangkan mereka yang belum bisa melupakan era Soviet. Ini sama sekali tak berarti mereka terpikat oleh kebijakan atau paradigma komunis di bidang politik dan ekonomi.
Menyingkap Nostalgia
Ada lelucon tentang Uni Soviet yang berbunyi, “Ketika saya dulu seorang
Pionir(gerakan kepanduan di Uni Soviet
-red.) saya diberitahu bahwa kehidupan di masa depan akan luar biasa! Sekarang, saya diberitahu bahwa kehidupan benar-benar luar biasa saat saya menjadi seorang Pionir Muda.”
Menurut Sergey Balmasov, seorang analis politik dari Moskow, “Kami senang mengulangi mitos-mitos lama tentang bagaimana sejahteranya kehidupan di bawah kepemimpinan tsar, lalu di bawah Komunis … di masa depan, mereka akan mengatakan hal yang sama tentang Putin. Ini adalah mitos-mitos ‘kehilangan surga’ yang sudah lazim di tengah masyarakat.”
Meski begitu, tak semua orang bernostalgia semacam ini. Jadi, sudah pasti bahwa Rusia tidak akan kembali ke periode komunis. Ilya Venyavkin, seorang sejarawan budaya Soviet pernah
berceramah, “Dalam budaya Soviet, masa depan (komunis) ada ‘di sini, saat ini juga’ — bersama dengan
kelangkaan barang kebutuhan hidup, represi, dan krisis hunian.”
Cita-cita Soviet tak pernah terwujud karena Venyakin mengingatkan, “Proyek komunis kalah bersaing dengan negara-negara Barat.” Kekecewaan besar terjadi, dan komunisme di Rusia akhirnya ditinggalkan di tong sampah sejarah. (
RBTH Indonesia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News