Mendagri Tak Gentar Digugat Aceng

Mendagri Tak Gentar Digugat Aceng

JAKARTA - Mendagri Gamawan Fauzi tak gentar digugat Aceng HM Fikri, bupati Garut yang pelengserannya disetujui Mahkamah Agung (MA). Dia menilai gugatan tersebut salah sasaran dan tidak memenuhi syarat sebagai gugatan perdata. Gamawan mengatakan, seharusnya gugatan Aceng ditujukan kepada diri pribadinya, bukan menggugat Menteri Dalam Negeri. \"Menteri itu tidak bisa dipidana, tapi kalau Gamawan Fauzi bisa. Saya juga heran, kenapa digugat Menteri Dalam Negeri, padahal kan mendagri hanya administratif saja. Karena itu, soal itu (salah gugat, red) biar publik yang menilai,\" ujarnyanya di Jakarta, kemarin (25/1). Menurutnya, sebagai pejabat negara, pihaknya bebas berpendapat sesuai dengan kapasitasnya. Karena hal tersebut diatur dalam undang-undang. \"Saya kan sebagai pejabat negara, dan itu melaksanakan perintah UU, menurut pasal 50 KUHAP. Dan hukum pidana itu kan pribadi,\" tegas Gamawan. Untuk itu, dia mempersilakan Aceng jika ingin meneruskan gugatannya. Menurut dia, pihak peradilan tidak boleh menolak gugatan. Meski pihaknya belum mengetahui dengan jelas isi gugatan tersebut. \"Kalau Pak Aceng mau menggugat ya sah-sah aja. Ini kan ada dua versi. Ada yang bilang pencemaran nama baik, ada yang bilang gugatan perdata Rp5 triliun, ya kita tunggu saja, apa yang sebenarnya digugat,\" tegasnya. Mantan Gubernur Sumatra Barat itu melanjutkan, banyak pihak yang berpendapat jika kepala daerah tidak bisa diberhentikan, karena dipilih langsung oleh rakyat. Namun, hal tersebut tidak benar, karena kepala daerah bisa diberhentikan terkait sebab-sebab tertentu. Hal tersebut termuat dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. \"Ada sebab-sebab kepala daerah diberhentikan, melalui proses hukum dan proses politik. Kalau melalui proses hukum sudah banyak, sudah ratusan. Tapi yang melalui proses politik ini baru pertama kali, Aceng ini,\" jelas Gamawan. Kasus pemakzulan Aceng, kata Gamawan, menjadi salah satu evaluasi tahunan terhadap kepala daerah, yang dilakukan kemendagri. Terkait dengan UU tersebut, pemerintah pusat bisa memberhentikan kepala daerah. Seharusnya Aceng sudah mengetahui hal tersebut. \"Kalau ada kepala daerah yang macam-macam, bisa diberhentikan pusat. Saya tidak tahu bagaimana pendapat Aceng ya. Tapi mestinya dia membaca Undang-undang ini secara utuh. Saya kira tidak semua kepala daerah juga paham tentang ini. Karena itu, ini juga harus jadi pelajaran bagi seluruh kepala daerah untuk berhati-hati memimpin daerahnya,\" tegasnya. Menyoal ancaman rusuh oleh kubu aceng, Gamawan menuturkan jika hal tersebut terjadi, setidaknya pihaknya sudah mengetahui dalang kerusuhan tersebut. Namun, jika sekadar melakukan demo, tidak ada larangan. \"Kalau bikin rusuh itu baru masalah. Kalau bikin rusuh, ada yang menghasut, itu kan yang penting Intelectuall Dadder-nya udah tahu kita kan?\" imbuh dia. Sebelumnya, Aceng melayangkan gugatan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Mahkamah Agung (MA), dan Kementerian Dalam Negeri dengan tuntutan Rp5 triliun. Tak hanya itu, Aceng juga akan mengajukan uji materi Undang-undang Pemerintahan Daerah ke Mahkamah Konstitusi (MK). Aceng menggugat Pasal 27 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam Keputusan DPRD Garut dan Keputusan Mahkamah Agung terkait dengan pelanggaran etika dan pemakzulan. Terpisah, Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso berharap Bupati Garut Aceng Fikri menerima putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan pemecatannya sebagai bupati. Sejumlah rencana perlawanan yang akan dilakukan mantan wakil ketua DPD Golkar Garut itu juga diharapkan tidak dilakukan. \"Kami berharap Bupati Aceng berlapang dada, legawa,\" ujarnya di kompleks parlemen kemarin (25/1). Menurut dia, ancaman pengerahan kekuatan massa untuk menunjukkan bahwa yang bersangkutan masih didukung tidak sepatutnya direalisasikan. Termasuk, lanjut wakil ketua DPR tersebut, ancaman lain Aceng untuk menggugat MA, DPRD Garut, dan Mendagri. Meski menghargai langkah hukum tersebut, Priyo mengingatkan bahwa hal itu berisiko bagi Aceng sendiri. Bupati yang lengser setelah pernikahan kilatnya muncul ke publik tersebut bisa dituntut balik lewat pencemaran nama baik. \"Kalau tidak terbukti dan hanya sebagai tudingan, (gugatan, red) itu berisiko, seperti pisau bermata dua,\" katanya. Secara terpisah, istri almarhum Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Shinta Nuriyah Wahid juga menyampaikan dukungan atas putusan MA menyangkut pemakzulan Aceng. \"Putusan MA itu tepat dan bagus. Apa yang telah dilakukan (Aceng, red) mesti ditindaklanjuti dengan aturan dan hukuman yang adil bagi setiap orang yang melecehkan perempuan,\" ujar Sinta Nuriyah di Kantor Wahid Institute Jakarta, kemarin (25/1). Dia juga menegaskan bahwa aturan pernikahan menurut hukum agama dan aturan negara tidak perlu dipertentangkan. Justru sebaliknya, ke depan para aktivis keagamaan perlu mengupayakan agar ada sinkronisasi antar dua aturan tersebut. \"Ini agar keduanya bisa bersinergi sehingga betul-betul bisa melindungi kaum perempuan,\" katanya. Terhadap putusan MA itu, pihak Aceng beralasan tidak ada yang salah atas semua yang telah dilakukan. Termasuk melakukan nikah siri hanya beberapa hari. Dia bersikukuh bahwa pernikahannya sudah berada pada aturan yang benar, terutama aturan agama. \"Yang diadili MA kan bukan hukum agama. Karena itu, tidak tepat kalau dua hukum itu dipertentangkan,\" kata Sinta lagi. Menyangkut proses politik selanjutnya, dia juga mendorong DPRD setempat sesuai UU Pemerintahan Daerah segera melaksanakan pleno untuk menindaklanjuti pemakzulan bupati Garut tersebut. Dia meyakini bahwa hal itu akan menjadi pembelajaran penting bagi pejabat publik ke depan. \"Pejabat publik itu harus bersih. Tidak hanya bersih dari korupsi, tapi juga mempunyai budi pekerti, moral, dan akhlak yang luhur,\" ingatnya. (ken/nw/dyn/c6/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: