WIT Ajukan Praperadilan Kasus Perusakan KWH

WIT Ajukan Praperadilan Kasus Perusakan KWH

CIREBON–Karena laporannya dianggap tidak memenuhi unsur pidana perusakan, Yayasan Web Informatika Teknologi (WIT) di Kelurahan Kalijaga, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon mengajukan permohonan praperadilan terhadap hasil gelar perkara penyidik. Sidang praperadilan digelar di Kantor Pengadilan Negeri (PN) Kota Cirebon, dipimpin Hakim Ketua Raden Danang SHdan didampingi Panitra Karyono SH. Dalam sidang perdana itu hadir termohon dari penyidik Polres Cirebon Kota. Dikatakan Ikhsan, pemilik Yayasan WIT, alasan mengajukan praperadilan karena penyidik hanya melakukan gelar perkara atas dugaan perusakan. Namun tidak melakukan gelar perkara atas dugaan pidana lainnya, seperti halnya tera yang telah kedarluasa. “Padahal kami telah memberikan berkas yang lengkap dan sudah memenuhi unsur pidana. Tapi kenapa penyidik justru memberikan pernyataan bahwa laporan itu tidak dapat ditindaklanjuti, karena tidak memenuhi unsur perusakan. Maka dari itu kami ajukan sidang praperadilan,“ katanya usai menjalani sidang, Senin (23/4). Dalam laporan tersebut, Ikhsan menambahkan bahwa petugas P2TL melakukan pembongkaran KWH meter listrik (APP) di sebuah bangunan miliknya. Namun tindakan petugas tidak memenuhi prosedur tentang penertiban P2TL yakni, tidak menyertai penyidik, saksi RT/RW serta pemuka masyarakat. “Harusnya petugas P2TL menyertai penyidik. Karena PLN telah memberikan anggaran terhadap P2TL untuk operasionalnya. Tapi ternyata tidak dilakukan oleh P2TL. Hal ini sudah jelas melanggar peraturan direksi PLN,“ katanya. Dari perusakan yang dilakukan petugas P2TL, Yayasan WIT menerima tagihan sebesar Rp86.453.276 dari petugas P2TL tanpa ada surat resmi, dan nilai nominal tagihan dengan tulisan tangan. Disertai ancaman pemutusan listrik apabila tidak dibayarkan dalam waktu yang ditentukan. “Melihat surat tagihan itu, saya langsung mendatangi PT PLN dengan membawa berita acara pemeriksaan P2TL. Untuk mengklarifikasi kebenaran tagihan tersebut. Karana tagihan tidak bertulisan mesin, melainkan tulisan tangan, Sehingga saya curiga,“ katanya. Setelah melaporkan hal itu kepada kepolisian, dan penyidik menyarankan mediasi dengan pihak P2TL dan PT PLN. Dalam proses mediasi itu PLN menyalahkan P2TL karena telah melanggar peraturan direksi PLN. “PLN sendiri mengakui jika PT2L itu bersalah dan telah melanggar. Artinya petugas P2TL melakukan kesalahan. Tidak kali ini saja. Tidak menutup kemungkinan banyak lagi korban lain, namun  tidak melaporkan ke pihak yang berwajib, “ katanya. Usai dilakukan mediasi, PT PLN menyatakan secara lisan bahwa, tagihan senilai Rp86.453.276 dibatalkan karena kesalahan sistem. Namun diganti dengan tagihan senilai Rp7.326.937. “Kami tetap keberatan dengan tagihan itu dan mempermasalahkan segel tera pada KWH meter (APP) yang telah kedaluarsa. Sehingga PT PLN telah melanggar, harusnya sebelum menagih tagihan listrik, PT PLN melakukan tera ulang terlebih dulu,” katanya. Sementara itu menurut penyidik dari Polres Cirebon Kota KBO Reskrim Iptu Omang Suparman, proses praperadilan terdapat SOP, sahingga melaporkan segel dari KWH itu dikategorikan perusakan. Sedangkan yang merusak itu dari PT PLN dan diserahtugaskan ke rekanannya yang resmi. “Jika diajukan praperadilan itu memiliki ranah, di antaranya ranah pasal 1 dengan pasal 77 KUHP. Itu merupakan ranah penyidikan, bukan ranah penyelidikan. Sedangkan kasus ini masih tahap penyelidikan. Sehingga untuk diajukan praperadilan masih sangat jauh,“ katanya. (arn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: