Samaran: Serba-Serbi Kampung Terkutuk

Samaran: Serba-Serbi Kampung Terkutuk

SUSAH menjelaskannya. Tapi bagaimanapun, karena hidungmu semalas kakimu waktu disuruh ke sawah, maka aku akan mencoba menjelaskan. Bau kutukan itu mengandung sedikit amis ikan mati yang sudah berumur tiga hari. Dan dengan kadar sedikit lebih banyak, ia juga memiliki bau karat besi. Tapi porsi terbanyak adalah bau kenanga dicampur mawar. Dan kalau saja hidungmu sepeka hidungku, meski samar, kau akan bisa menemukan cacing gelang yang kepanasan, tapi belum kering benar. Apa itu sudah jelas?” ujar Yati gendut, istri Marjiin seorang pemuda paling malas di Desa Samaran. Berawal dari bau kutukan itulah, ada kisah tersembunyi di balik Samaran. Sebuah desa sangat tenteram, sejuk, dan aman. Di sana tidak ada pencuri karena kehidupan selalu terpenuhi alam. Mereka hidup dengan sederhana dan tidak mengenal uang, mereka hanya mengenal sistem barter. Selain itu, Samaran memiliki warga yang tidak banyak, membuat mereka saling kenal satu sama lain. Saking dekatnya, meski rumah di desa itu sejenis dan menghadap ke arah yang sama, mereka tidak pernah salah masuk rumah ketika pulang atau berkunjung. Di sebelah Selatan Samaran terdapat sungai dengan air yang berpusar di sebuah kedung. Kedung itu bernama Kedung Baya, warga percaya bahwa di sana ada istana tiga mahluk berwana putih yang berkilau nyaris serupa cahaya. Seorang laki-laki tua berjubah dan berjanggut, seekor buaya berukuran lebih dari lima meter, dan seekor macan besar. Tiga mahluk ini yang diduga merasuki Mat Ali (anak dari Bapak Mat Ali dan Buyung Mat Ali, yang pada akhir cerita suami istri ini baru diketahui bernama asli Arkam dan Aisyah). Dalam kasus kerasukan Mat Ali di Kali Baya, warga meminta bantuan Aba Gabah, seorang dukun yang sangat dihormati karena dianggap bisa menyelesaikan masalah warga dan ia juga pandai penyimpan rahasia warga Samaran dengan baik. Ketika Mat Ali kesurupan, seluruh warga ramai berdatangan dan langsung membagi diri menjadi dua kelompok, berkerumun di rumah Mat Ali dan Aba Gabah. Mereka ingin mengetahui siapa yang merasuki Mat Ali, namun karena Aba Gabah tidak memberikan penjelasan apa pun, warga mulai sibuk dengan dugaan-dugaan mereka sendiri, dan informasi yang sepotong-sepotong dijadikan sebagai jawaban atas pertanyaan yang mereka buat sendiri pula. Mat Ali adalah teman dari Marjiin seorang laki-laki yang hobi tidur. Marjiin pernah menjadi murid Aba Gabah dan disiapkan untuk menjadi penerusnya, namun karena malasnya akut, Aba Gabah mengembalikan Majiin pada kedua orangtuanya. Suatu hari, datang rombongan kelompok ludruk yang dipimpin oleh Bestir hendak tinggal di Samaran selama sebulan, setelah melewati izin melalui Kepala Kampung, kelompok ini mulai menempati hutan lapang di bagian Utara Samaran dan mengadakan pertunjukan di sana. Warga Samaran yang masih begitu polos tidak mengerti apa itu ludruk dan bagaimana cara mereka membayar untuk dapat menonton, menjadikan Bestir dan kelompoknya harus bekerja dan berpikir lebih keras. Hampir saja mereka putus asa saat lawakan tidak ditertawakan penonton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: