Menanti PPDB, Orang Tua Siswa Waswas Aturan Zonasi

Menanti PPDB, Orang Tua Siswa Waswas Aturan Zonasi

CIREBON-Setiap tahun ajaran baru para orang tua bingung. Tidak hanya memikirkan biaya untuk ongkos dan seragam anak. Memilih sekolah untuk anak pun masih harus memutar otak. Khusus Kota Cirebon, pro kontra selalu muncul saat proses Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB). Sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru yang diatur dalam Permendikbud No 17 tahun 2017 pun sempat dikeluhkan warga. \"\"Pasalnya dalam sistem zonasi pada PPDB, para orang tua khawatir anaknya tak masuk dalam sekolah yang berada di satu wilayah. Misalnya saja H Najib. Salah satu orang tua siswa ini menyatakan akan memilih sekolah terbaik untuk anaknya mengenyam pendidikan. “Sekolahnya berprestasi, profesional dan tingkat disiplinnya bagus. Sumber daya guru dan manajemen pengelolannya juga telah teruji. Sekolah begini yang ingin kami pilihkan untuk anak kami,\" ujarnya kepada Radar Cirebon. Terkait sistem zonasi, Najib khawatir anaknya terancam tak bisa masuk. Namun, dirinya berharap jika sudah ada aturan yang ditetapkan, harus dipatuhi bersama. “Yang penting adil saja. Jangan yang lain diterima yang lain tidak. Kalau berlakukan aturan, berlakukan betul. Kami menerima jika sistemnya diterapkan sama bagi siapa saja,\" jelasnya. Di sisi lain, sistem zonasi dalam PPDB yang baru diterapkan mulai tahun lalu dianggap memberikan keuntungan bagi masyarakat yang tinggal berdekatan dan tak jauh dari sekolah negeri yang ada. Seperti yang diungkapkan Nurohman, salah seorang orang tua siswa lainnya. Dirinya bersyukur dengan adanya peraturan zonasi yang berlaku. Selain itu, kata dia, karena sekolah yang berdekatan dengan rumah, ia jadi lebih mudah mengawasi anaknya. Juga sang anak bisa lebih fokus dalam belajar karena tidak perlu repot menggunakan transportasi umum. \"Kalau sekolahnya deket kan enak. Anak gak bakal telat masuk sekolah. Terus kita juga mudah mengawasinya. Coba kalo jarak rumah ke sekolah jauh, butuh waktu dan biaya buat anak ke sekolah,\" ungkapnya. Sementara itu, Dinas Pendidikan Kota Cirebon sedang mengevaluasi regulasi PPDB tahun 2018. Tahun ini rencananya disdik mengutamakan radius dari sistem zonasi. Kepala Dinas Pendidikan Kota Cirebon Drs H Jaja Sulaeman MPd mengatakan, regulasi PPDB akan dievaluasi. Hal ini, kata Jaja, dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 17 tahun 2017. Artinya, kesesuaian regulasi zonasi ini penerapan aturan untuk menerima calon peserta didik berdomisili radius zona terdekat sekolah. \"Untuk regulasi PPDB sedang dikaji lagi untuk revisi di tahun 2018. Merujuk pada Permendikbud yang ada, zonasi lebih kepada radius,\" ujarnya. Pasalnya, lanjut Jaja, di tahun 2017 banyak warga yang lokasi rumahnya dekat dengan lokasi sekolah justru tidak masuk karena kalah nilai. Menurut Jaja, jika kuota di setiap sekolah sudah terpenuhi oleh warga kota, maka selebihnya seleksi pada dasarkan tingkatan nilai. \"Ketika kuota terbatas, pendaftar berlebih baru seleksi pakai nilai. Tapi kalau dari jarak terdekat dan kuota sudah terpenuhi, maka cukup tidak seleksi dengan nilai. Itu untuk SMP. Kalau SD berdasarkan radius dan usia,\" jelasnya. Saat ini, disdik sedang melakukan penentuan titik koordinat di masing-masing sekolah. Tujuannya untuk menghitung radius lokasi calon peserta didik. \"Nanti dilihat lokasinya sesuai dengan kartu keluarga. Ketika dia daftar ke sekolah mana, bisa dihitung jaraknya,\" tuturnya. Sistem zonasi yang diterapkan Kemendikbud tujuannya untuk pemerataan pendidikan. Tak hanya itu, sistem ini juga dinilai untuk menghilangkan image \"sekolah favorit\". Namun, label sekolah favorit atau bukan favorit terjadi secara alami  dengan berdasar rekam jejak prestasi yang ditorehkan sekolah dan para alumninya. Tentu kondisi ini yang kerapkali membuat orang tua siswa bingung. Seperti yang disampaikan pengamat pendidikan, Indra Yusuf. \"Sistem zonasi dari satu sisi dapat merugikan siswa yang tergolong pandai, tapi berada pada zonasi sekolah yang saat ini berada di \'papan bawah\',\" ujarnya. Di samping itu, kata Indra, kelemahan sistem zonasi adalah penyebaran sekolah dan jumlah penduduk usia sekolah yang tidak merata di tiap zona. \"Saya kira untuk konsep sistem zonasi perlu dievaluasi. Kalau memang pemerintah berniat untuk melakukan pemerataan kualitas pendidikan tentu bukan berawal dari sini. Melainkan dari pemenuhan sarpras dan peningkatan kualitas guru secara merata,\" jelasnya. Sehingga, lanjut Indra, tidak ada lagi terjadi fenomena satu sekolah memiliki fasilitas yang sangat lengkap mulai dari  berbagai laboratorium, perpustakaan dan lainnya. Dan di satu sisi, sekolah lainnya jangankan ada fasilitas dan sarpras penunjang, ruang kelas pun seadanya dan kondisinya pun sangat memperihatinkan. Misalnya saja di Kota Cirebon antara SMAN 1 dengan SMAN 9 atau SMAN 8 apakah sarana fasilitasnya sama? Apakah kalau belum sama apakah mungkin mengubah image bawa SMAN 8 sama kualitasnya dengan SMAN 1? \"Kalau kondisinya seperti ini bagaimana bisa untuk mewujudkan pemerataan kualitas sekolah. Tentu di lapangan perlu proses yang lebih panjang dan yang lebih mendasar adalah pemerataan sarana dan prasarana antara sekolah yang berada di pusat kota dan yang ada di pinggiran,\" tuturnya. Tak hanya itu, kesadaran orang tua untuk tidak memaksakan kehendak pun menjadi sangat penting agar target pemerataan kualitas pendidikan secara perlahan bisa tercapai. (mik)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: