Belum Ada Solusi untuk Krisis Air di Samadikun

Belum Ada Solusi untuk Krisis Air di Samadikun

CIREBON-Kelangkaan air yang ada di wilayah RW 10 Samadikun Selatan, Kelurahan Kesenden, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon, sudah terjadi dua tahun terakhir. Persoalannya kembali memuncak, karena krisis air kali ini menimpa hampir keseluruhan rumah warga. Dalam kondisi normal sekali pun, kawasan ini tidak pernah benar-benar bebas dari masalah distribusi air bersih. Khususnya warga yang tinggal di dekat pantai. Mereka sudah pasrah. Kebutuhan air bersih tak lagi mengandalkan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Tirta Giri Nata. Mereka memilih membeli atau menggali sumur. ”Terakhir air nyala waktu pesta rakyat (nadran) tahun kemarin,” ujar warga RW 10 Samadikun Selatan, Robinah (46), kepada Radar Cirebon. Untuk memenuhi kebutuhan mandi dan air minum, Robinah membuat sumur dadakan. Tapi airnya hanya bisa dipakai mandi dan cuci baju. Air dari sumur ini tak layak digunakan. Rasanya asin. Ketika dipakai mandi lengket dan berbau. Menadah air hujan jadi satu-satunya cara mendapatkan air bersih. \"Ini kebetulan habis hujan semalam. Airnya nggak lengket kalau buat mandi mah,\" tuturnya. Krisis air selama itu, membuat warga di pesisir kesusahan. Tetangga Robinah, Sumarni (24) kadang harus membeli air bersih dari salah satu rumah warga di Kelurahan Kebon Baru. Dalam sehari ia butuh 7-15 jeriken air bersih. Harganya Rp2 ribu/jeriken. \"Itu kalau lagi ada duit, kalau ngga ada duit ya ngandon (numpang; red) ke tetangga depan yang masih nyala airnya,\" terangnya. Menimpali tetangganya, Susiati (40) kondisinya lebih parah. Sudah dua tahun ia tak merasakan air PAM. Padahal ketika itu ia baru saja melahirkan anak bungsunya. “Air terakhir nyala waktu si bungsu masih bayi. Ini anaknya udah lari-hari, belum nyala lagi,” selorohnya. Selama dua tahun Susiati membuat sumur pompa. Lantaran airnya asin, ujung-ujungnya ia beli air untuk sekadar kebutuhan mandi. Tiap ada kesempatan menyalurkan aspirasi, warga kompak hanya menyampaikan satu permintaan, yakni air bersih. \"Kadang calon pejabat ke sini, ya selalu cuma minta satu air aja udah cukup,\" ungkapnya. Persoalan air bersih di RW 10 Samadikun Selatan, menjadi pekerjaan rumah bagi direksi PAM Tirta Giri Nata. Beberapa cara sudah dicoba, tapi ujungnya mentok di aspek administrasi. Opsi pertama, membuat sambungan baru dengan sistem boring dengan pipa dari Jl Moh Toha ke Jl Samadikun. Tapi terkendala izin ke Kementerian Pekerjaan Umum Penataan Ruang (Kemen-PUPR), karena status jalan milik nasional. Direktur Utama PAM Tirta Giri Nata Sofyan Satari SE MM mengungkapkan, langkah kedua dilakukan dengan menambah tekanan dengan menyambung pipa dari Gunungsari ke Jl RA Kartini dan diteruskan sampai Jalan Veteran dan Jalan Samadikun. Lagi-lagi prosesnya administrasinya mentok. Penambahan sambungan ini berhenti di jalur kereta Jl RA Kartini, karena perlu perizinan Kementerian Perhubungan. Dua upaya penambahan tekanan ini dilakukan karena Posisi RW 10 Samadikun Selatan berada di ujung. Kontur tanah datar, sehingga gravitasi tidak mambantu air untuk mencapai posisi paling ujung. Masalahnya, tekanan air juga rendah. PAM Tirta Giri Nata kini hanya mampu memberikan solusi sementara. Sebatas mengirimkan tangki air setiap dua hari. (myg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: