Petani Garam Minta Batasan Harga

Petani Garam Minta Batasan Harga

CIREBON - Sejumlah petani garam kini mulai sibuk berbenah di lahan tambak masing-masing, setelah musim kemarau datang dan hujan sudah jarang turun. Panen raya garam pun diprediksi akan serentak di Kabupaten Cirebon dan bakal terjadi setelah Lebaran Idul Fitri. Hal itu dikarenakan sampai sekarang, para petani masih sibuk menyiapkan lahan setelah lama dianggurkan. “Kemarin-kemarin kan lahan tambaknya ditelantarkan, tidak diurus. Ada juga yang dijadikan tambak. Jadi perlu ditata kembali, dibersihkan dan disiapkan untuk produksi garam kebali,” ujar salah satu tokoh petani garam Pangenan, Sabri saat ditemui Radar Cirebon. Meskipun demikian, kata Sabri, sudah ada beberapa lahan yang sudah mulai diproses dan melakukan proses pembuatan garam. Sehingga, sebelum Lebaran pun bakal ada petani tambak garam yang melakukan panen di awal. “Yang sekarang dalam waktu dekat panen mungkin ada ya. Tapi jumlahnya tidak banyak hanya beberapa saja. Kalau harga garam saat ini masih Rp 2.500, masih mahal karena belum ada panen. Biasanya kalau sudah ada panen harga mulai turun,” imbuhnya. Menurutnya, para petani penggarap lahan tambak garam berharap agar harga garam tidak turun drastis saat musim panen raya garam tiba. Para petani pun meminta agar pemerintah punya acuan harga terendah garam, sehingga bisa melindungi para petani dari tangan-tangan spekulan dan pemain garam. “Kalau petani sih pengennya harga ya selalu di atas seribu, kalau di bawah seribu ya hanya cukup untuk makan-makan saja. Boro-boro bisa bayar utang, untung sewa lahan atau untuk biaya keluarga, kita sih maunya ada ketetapan harga terendah, tidak boleh di bawah seribu,” jelasnya. Sementara itu, Kuwu Desa Rawaurip, Lukman Hakim kepada Radar mengatakan, saat ini Desa Rawaurip merupakan salah satu desa dengan luas lahan tambak terbesar di Kabupaten Cirebon. Otomatis, dengan jumlah lahan tersebut, petani garam paling banyak juga berasal dari Desa Rawaurip. “Desa kita paling banyak. Kalau sekarang mungkin baru mulai garap, belum semua berproduksi. Paling satu dua, prediksinya mungkin mendekati Lebaran atau sesudah Lebaran,” ungkapnya. Ditambahkan Lukman, pada prinsipnya pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah menetapkan harga minimum garam Rp 1.250, namun garam yang dimaksud adalah garam dengan kualitas kelas A. Sedangkan masyarakat khususnya Desa Rawaurip umumnya Cirebon, mereka memproduksi garam umum. Sehingga terkadang jika musim panen raya datang, harga garam anjlok. “Oleh sebab itu, saya berharap masyarakat mau membuat garam putih, dengan geo membrane. Syukur-syukur yang naclnya di atas 97, sehingga dapat masuk dan bersaing untuk garam industri,” imbuhnya. Terpisah, ada yang menarik, di sela-sela aktivis para petani menyiapkan lahan tambak garam. Ratusan burung dengan warna dominan putih berciri kaki dan leher panjang terlihat hampir sepanjang hari di areal tambak garam di Desa Bendungan, Kecamatan Pangenan. Tanpa merasa terusik, burung-burung tersebut memburu binatang yang terisisa di dalam lahan tambak. Seminggu terakhir, populasi burung-burung tersebut semakin banyak. Ada dua tempat yang biasanya menjadi lokasi kedatangan rombongan burung yang umum disebut warga sekitar sebagai burung blekok atau bangau tersebut, yakni di areal lahan persawahan yang sedang digarap. Dan di lahan tambak bekas ikan atau udang yang mulai dikeringkan untuk dijadikan lahan tambak garam. “Kalau pagi lebih banyak ketimbang sore. Burung-burung itu biasa di sini, nyari makan, di bekas empang yang dikeringkan. Untuk lahan tambak masih banyak binatangnya dari mulai cacing, udang dan ikan-ikan kecil. Burung blekok ini juga banyak di sawah-sawah,” pungkas Ahmad Susi saat ditemui Radar Cirebon. (dri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: