Wartawan Terancam Nganggur? Media Jepang Berdayakan Robot Jadi Wartawan
Perusahaan media yang bertugas menyajikan berita atau informasi kepada khalayak sewajarnya mempekerjakan manusia sebagai wartawannya. Namun bagaimana jadinya jika berita yang sampai dan dibaca masyarakat merupakan hasil karya dari sebuah robot? Ya, robot. Zaman yang semakin canggih seolah tak menutup kemungkinan apa pun, termasuk memberdayakan robot sebagai wartawan atau jurnalis. Mengamati isu terkini, mencari informasi dan fakta di lapangan, melakukan analisis, hingga sampai pada proses penulisan semua dilakukan oleh robot. Media yang memberdayakan kecerdasan robot sebagai wartawan ialah JX Press. Sebagaimana JawaPos.com lansir dari laman Bloomberg,Senin (4/6), JX Press mulanya sebuah startup kecil yang bernama JX Press Corp, sebuah perusahaan teknologi berita yang didirikan pada 2008 oleh Katsuhiro Yoneshige. Awalnya hal di luar kewajaran itu dilakukannya ketika ia masih berstatus mahasiswa baru di perguruan tinggi. Kala itu Yoneshige membuat sebuah program komputer untuk melaporkan insiden yang terjadi di sekitarnya. Apa yang terjadi? Berita yang dia buat muncul setengah jam lebih cepat daripada media yang sudah memiliki nama-nama besar. Bahkan menurut seorang pengamat, ia melakukannya dengan sangat cepat meskipun tidak memiliki wartawan. Rahasia JX Press ternyata adalah kombinasi dari media sosial dan kecerdasan buatan. Yoneshige dan timnya telah mengembangkan alat menggunakan pembelajaran mesin atau machine learning. Hal ini untuk menemukan berita di pos media sosial dan menulisnya sebagai laporan berita. Pada dasarnya, ini adalah ruang berita yang dikelola para insinyur, bukan jurnalis. Salah satu contohnya, soal saudara tiri dari diktator Korea Utara Kim Jong-Un yang bernama Kim Jong-Nam yang dikabarkan tewas di sebuah bandara di Malaysia. Berita kematian Kim Jong-Nam ini sampai di Jepang bukan oleh salah satu konglomerat media raksasa di negara itu, tetapi oleh startup kecil JX Press Corp. JX Press yang berbasis di Tokyo memiliki 24 staf dengan usia rata-rata 29 tahun. Dua pertiga di antaranya adalah insinyur, bukan wartawan. Perusahaan ini memiliki dua produk utama, yakni layanan berita berbasis langganan bernama Fast Alert dan aplikasi berita seluler gratis bernama NewsDigest. Kala kasus Kim Jong-Nam mencuat, NewsDigest berhasil tayang dan sampai ke pembacanya di Jepang pukul 19:52, sedangkan stasiun TV baru berhasil memuatnya sekitar pukul 20:30. Dari situ seorang sosiolog Noritoshi Furuichi menulis di Twitter setelah laporan kematian Kim bahwa televisi telah menjadi media yang lambat. Cara kerjanya, Fast Alert menelusuri dan menganalisis setiap posting-an di media sosial. Kemudian dari situ akan dianalisis teks, foto, bahkan tanda serunya. Selepas itu robot dengan program canggih akan menemukan berita terhangat yang terjadi di Jepang seperti berita kebakaran, kecelakaan lalu lintas, dan kejadian aktual lainnya. Selain itu, Fast Alert juga memiliki kapabilitas untuk memonitor media luar negeri dan akun Twitter yang dianggap dapat dipercaya. Kemudian sistem akan berusaha menjadi yang pertama melaporkan perkembangan internasional. Setelah menemukan berita, algoritma akan bekerja menulis apa yang terjadi secara otomatis. Berangkat dari sebuah startup kecil, kini JX Press justru menjadi backbone dari perusahaan-perusahaan media besar. JX Press memiliki klien antara lain NHK, TV Asahi, dan Fuji Television yang bersedia membayar mahal demi menjadi media tercepat dalam menyapaikan informasi. Sayangnya, Yoneshige menolak mengungkap berapa biaya yang mesti dikeluarkan untuk mendapat layanan Fast Alert. Wakil Kepala Redaksi di TV Asahi, Koichiro Nishi mengatakan bahwa Fast Alert milik JX Press menjadi alat yang wajib dimiliki. “Kami mulai menggunakannya pada newsroom kami sejak November 2016 setelah banyak berita bohong soal gempa Jepang,” katanya. “Ini memungkinkan mereka untuk mendeteksi berita bahkan sebelum polisi dan departemen pemadam kebakaran datang dan tahu. Bukannya menunggu untuk mendengar berita dari mereka. Ini pada dasarnya adalah dunia dengan 100 juta juru kamera,\" sambung Nishi. Selain cepat, Fast Alert juga diklaim dapat menyaring 99 persen berita palsu. Yoneshige mencontohkan gempa bumi yang melanda Kumamoto di barat daya Jepang April 2016. Segera setelah itu, sebuah gambar beredar di media sosial seekor singa yang dilaporkan melarikan diri dari kebun binatang lokal dan berkeliaran di kota. Namun dengan segera Fast Alert menyadari bahwa gambar itu berasal dari Afrika Selatan, bukan di Jepang. Soal robot dan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) sendiri belakangan memang sedang marak diperbincangkan. Beragam teknologi baik yang sudah terlaksana hingga wacana terus menjadi topik menarik. Mulai dari isu robot mengambil alih kehidupan manusia, memiliki kesetaraan hak dan lainnya. Terlepas dari semua itu, hadirnya robot dalam beberapa kasus memang membantu manusia. Seperti diberitakan sebelumnya, robot canggih nan pintar mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik pada indisustri manufaktur, jasa, hingga pendampingan personal manusia untuk keperluan rumah tangga. (ce1/ryn/JPC)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: