Pilar Penting di Raudah

Pilar Penting di Raudah

Sudah tidak asing lagi kalau berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW di Masjid Nabawi Madinah berdesakan untuk masuk. Lokasi ini juga diyakini menjadi taman surga (Raudah); tempat doa mustajab. Rombongan Umrah Ramadan Bersama Salam Tour berdesakan tiga jam untuk bisa melihat langsung makam Baginda Rasulullah SAW. =================== MINGGU (3/6) cuaca Kota Madinah cerah. Matahari sangat terik. Suhu mencapai 45 derajat celcius. Kami dari rombongan Umrah Ramadan Salam Tour berziarah ke Raudah. Yakni, area mimbar Rasulullah SAW yang dulunya adalah rumah sekaligus tempat ibadah Rasul. Di sana juga ada makam Rasulullah SAW, Abu Bakar Shidiq, dan Umar bin Khattab. Yang menarik adalah, ada ratusan pilar menjulang tinggi di Masjid Nabawi. Setidaknya ada 232 buah pilar atau tiang di Masjid Nabawi. Di antara ratusan pilar tersebut, ada beberapa pilar yang memiliki sejarah dan arti khusus. Meskipun beberapa kali mengalami perluasan, tempat tiang-tiang ini tetap terjaga. Sekarang, tiang-tiang itu diberi tanda untuk dikenali para peziarah. Pada masa Rasulullah SAW, tiang-tiang Masjid Nabawi terbuat dari pohon kurma. Tiang-tiang tersebut terletak di Raudhah Syarifah yang luasnya 144 meter persegi. Tiang  atau usthuwaanah yang berada di dalam Raudah Masjid Nabawi terdiri dari: Al-Usthuwaanah al-Mukhalqah, Al-Usthuwaanah al-Qur’ah atau Usthuwaanah Aisyah, Usthuwaanah At-Taubah/Usthuwaanah Abu Lubabah, Usthuwaanah As-Sarir, Usthuwaanah Al-Haras, dan Usthuwaanah al-Wufud. Banyak orang yang mengunjungi masjid Nabi tapi tidak menyadari pilar-pilar ini, hingga bagaimana sejarahnya. Mudah-mudahan tulisan ini dapat memberikan gambaran tentang letak dan latar belakang sejarah tiang-tiang tersebut. Yang pertama adalah pilar Ustuwanaah al-Mukhallaqah. Maknanya, al-Mukhallaqah adalah \"Yang diberi minyak wangi\". Ini juga dari kata al-khaluq yang artinya parfum. Orang pertama yang memberi wewangian pada Masjid Nabawi adalah Utsman bin Affan radhillahu ‘anhu. Ketika orang-orang Khaizuran datang berhaji pada tahun 70 H, diperintahkan agar masjid diberi wewangian. Yang menangani pemberian wewangian pada masjid ini adalah seorang wanita. Maka dia memberi wewangian seluruh bagian masjid, termasuk kamar Nabi Mumammad SAW. Dari riwayatk as-Samhudi dari Ibnu Zubalah, bahwa Nabi Muhammad SAW melaksanakan salat wajib di tiang tersebut selama beberapa belas hari setelah perubahan arah kiblat. Berikutnya adalah tiang al-Usthuwaanah al-Qur’ah atau Ustuwanaah Aisyah atau tiang undian. Tiang ini juga disebut dengan tiang Muhajirin. Karena, sahabat-sahabat Muhajirin sering duduk di dekatnya. Tiang Aisyah terletak di tengah al-Rhaudhah asy-Syarifah. Yaitu tiang ketiga jika dihitung antara dinding makam Rasulullah SAW dan mimbar nabi. Tiang ini dinamai dengan “Usthuwaanah Aisyah” sebagai pengingat dan penghormatan kepada perjuangan Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha dalam penyebaran Islam. Ketiga, ada tiang al-Usthuwaanah At-Taubah/Usthuwaanah Abu Lubabah. Tiang ini disebut tiang Abu Lubabah, yakni seorang sahabat yang namanya adalah Rifa’ah bin Abdul Mundzir. Pada Perang Bani Quraizhah, Rasulullah SAW mengutus Abu Lubabah radhiallahu ‘anhu kepada Bani Quraizhah. Melihat kedatangan Abu Lubabah, orang-orang Yahudi; laki-laki, wanita-wanita, dan anak-anak berlarian kepadanya. Kemudian mereka menangis hingga Abu Lubabah merasa iba pada mereka. Orang-orang Yahudi Bani Quraizhah berkata kepada Abu Lubabah, “Hai Abu Lubabah, bagaimana pendapatmu kalau kami tunduk kepada hukum Muhammad?” Abu Lubabah menjawab, “Ya”. Abu Lubabah berkata seperti itu sambil memberi isyarat dengan tangan ke tenggorokannya, yang artinya siap-siaplah kalian mati. Abu Lubabah menyesali apa yang dia ucapkan. Dia berkata, “Aku tidak beranjak dari tempatku ini hingga Allah menerima taubatku atas perbuatanku. Aku berjanji kepada Allah agar selama-lamanya tidak diperlihatkan pada negeri yang di dalamnya aku pernah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya”. Ibnu Hisyam mengatakan, “Abu Lubabah mengikat diri pada tiang masjid selama enam hari. Pada masa itu, istrinya datang di setiap waktu salat untuk melepaskan ikatan agar dia bisa mengerjakan salat. Usai salat, dia kembali mengikat diri”. Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, berkata, “Taubat Abu Lubabah diterima Allah”. Kemudian ia bertanya kepada Rasulullah SAW, “Bolehkah aku menyampaikan berita gembira ini kepada Abu Lubabah?” Beliau SAW bersabda, “Silakan, jika engkau mau”. Ummu Salamah berdiri di depan pintu kamarnya –itu terjadi sebelum hijab diwajibkan– kemudian berkata, “Hai Abu Lubabah, bergembiralah, karena Allah telah menerima taubatmu”. Para sahabat pun mengerumuni Abu Lubabah untuk melepaskan ikatannya, namun ia berkata, “Tidak, demi Allah, aku tidak mau, hingga Rasulullah sendiri yang melepaskanku dengan tangannya”. Ketika Rasulullah SAW, keluar untuk menunaikan shalat subuh, beliau berjalan melewati Abu Lubabah, kemudian melepaskan ikatannya’. Keempat tiang Usthuwaanah as-Sarir (ranjang). As-sarir artinya ranjang. Di tempat ini Rasulullah SAW biasa beriktikaf. Beliau letakkan tempat tidurnya yang terbuat dari pelepah kurma, lalu berbaring di tempat ini. Karena itulah tiang ini dinamakan tiang as-sarir. Tiang ini terletak di sebelah Timur tiang Abu Lubabah. Kelima, tiang Usthuwaanah al-Hars. Di belakang (bila dilihat dari sisi Utara) tiang as-sarir, berdiri kokoh tiang al-Haras (penjagaan). Apabila berjumpa dengan masyarakat, Rasulullah duduk di tempat ini dan dijaga oleh para sahabatnya. Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu adalah yang paling sering menjaga beliau. Karena itu pula tiang ini dinamakan tiang Ali. Keenam ada tiang Usthuwaanah al-Wufud. Dari sisi utara, tiang ini terletak di belakang tiang al-Haras. Rasulullah SAW biasa duduk di sini tatkala menyambut para utusan dari bangsa Arab yang datang ke Madinah. Nah, Dari tempat-tempat tersebut, mengingatkan kita kepada Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Dulu, Rasul SAW dan para sahabatnya pernah salat, duduk, dan bercakap di tempat-tempat ini. Sebagaimana Abu Bakar pernah teringat Nabi Muhammad satu tahun setelah beliau wafat. Abu Bakar naik ke atas mimbar kemudian mengucapkan, “Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah berdiri di tempat aku berdiri sekarang…” lalu beliau menangis karena teringat akan Rasulullah SAW. Karena itu, tiang-tiang ini adalah sebagai penambah cinta dan rindu kepada Rasulullah SAW. Menggairahkan kembali cinta yang mulai rapuh karena kelalaian. Dan tentu tidak layak, kita jadikan tempat-tempat ini untuk meminta-minta kepada Rasulullah SAW. Karena kita hanya dibolehkan minta (beribadah) kepada Allah SWT. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: