Sembilan Tersangka Penusuk Aktivis Gereja Berusia Remaja
JAKARTA - Polisi tak ingin masalah penusukan aktivis gereja HKBP berlarut-larut. Kemarin, secara resmi Polda Metro Jaya menetapkan sembilan tersangka. Usia sembilan orang itu masih remaja dan dibawah 30 tahun. Kesembilan orang itu adalah IS (28 tahun) warga Tambun Kabupaten Bekasi, HD (17) warga Tambun Kabupaten Bekasi, NN (29) warga Cikarang Kabupaten Bekasi, AF (25) warga Tambun Kabupaten Bekasi, KN (17) warga Tambun Kabupaten Bekasi, HS (18) warga Cakung Jakarta Timur, DT (24) warga Tambun Kabupaten Bekasi, PN (25) warga Tambun, Kabupaten Bekasi, KA (18) warga Tambun, Kabupaten Bekasi. “Mereka kami tahan,” ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Timur Pradopo kemarin (14/09). Dari sembilan orang itu, “belum diketahui siapa pelaku penusukan terhadap pembantu pendeta (Silatua) Hasian Lumbantoruan Sihombing Menurut Timur, proses penyidikan masih terus dikembangkan untuk mendalami kasus kekerasan terhadap dua pemuka Gereja HKBP itu. “Polisi juga belum dapat menyimpulkan hasil dari pemeriksaan yang baru berlangsung sejak sore kemarin (Senin) hingga saat ini,” ujarnya. AF diduga sebagai pemimpin kelompok yang mengatur tindakan penyerangan. Semua tersangka yang sudah ditangkap itu bukan berasal dari Mustika Jaya, Bekasi Timur. “Mereka juga tidak ada keterkaitan dengan lembaga atau organisasi masyarakat tertentu,” katanya. Selain menangkap para tersangka, polisi juga sudah mengantongi sejumlah barang bukti seperti tiga unit kendaraan motor roda dua, hasil VET (visum et reperteum) terhadap korban, baju korban, rekaman video di lokasi pemukulan, baju para tersangka pada saat penyerangan, serta balok kayu yang diduga digunakan untuk pemukulan. Para tersangka dijerat pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dan pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Timur membenarkan jika penyerangan itu memang dipicu oleh penolakan warga atas kegiatan ibadah di lahan kosong seluas 220 meter persegi di Kampung Ciketing Asem, Mustika Jaya. Kegiatan ibadah di lahan kosong itu dimulai sejak 11 Juli 2010. Timur menjelaskan, pada saat kejadian 12 September, kebaktian masih dikawal polisi meski hanya seorang anggota Polri yakni Briptu Galih Setyawan. “Polisi sebelumnya sudah menjelaskan kepada jemaat HKBP atas konvoi yang bisa menimbulkan gesekan sosial. Namun meski diberi peringatan, jemaat HKBP tetap melakukan konvoi tanggal 15 Agustus, 22 Agustus, dan 5 September. “Dari 9 tersangka yang ada di kami, mereka merasa terprovokasi (melakukan penusukan). Akhirnya meletus kejadian itu tanggal 12 September pukul 08.40 WIB,” ungkapnya. Saat hari kejadian, “konvoi berjalan dari rumah seorang anggota jamaat menuju lapangan. Pengawalan Briptu Galih berada di depan rombongan jemaat HKBP. Tiba-tiba di tengah jalan, empat orang masuk ke tengah konvoi dan menghalangi jalan rombongan dengan motor. Melihat hal itu, bergegas, Briptu Galih menuju ke tengah-tengah rombongan jemaat HKBP. Keempat orang tak dikenal tersebut melarikan diri. Seorang jemaat bernama Asih tampak sudah berlumuran darah di bagian perutnya. “Sesuai prosedur, Briptu Galih langsung memprioritaskan korban daripada mengejar pelaku. Korban dibawa ke klinik terdekat dengan menggunakan motor dan bantuan pendeta Lusfida,”katanya. Saat di perjalanan, pendeta Lusfida yang tengah memegang Asih di motor, tiba-tiba dipukul dengan balok oleh seorang tak dikenal. “Kita masih mendalami motif utamanya,” katanya. Secara terpisah, salah seorang petugas yang ikut menangani kasus ini mengatakan para pelaku diperintahkan oleh seseorang. “Mereka digerakkan,” kata sumber Jawa Pos (Grup Radar Cirbon) itu. Penyidik yang juga pernah terlibat dalam kasus pembunuhan nasrudin Zul karnaen itu menjelaskan dari pemeriksaan sementara, sembilan orang itu mengaku bertindak karena ada jaminan dari seseorang mereka tidak akan ditangkap. “Orang ini masih kami kejar,” katanya. Kemarin, Ketua FPI Wilayah Bekasi Murhali Barda juga diperiksa sebagai saksi. Murhali yang didampingi oleh Munarman, ketua bidang hukum DPP FPI. “Ustad Murhali memberikan klarifikasi karena difitnah terlibat. Padahal tidak sama sekali,” kata Munarman. Dari informasi yang dikumpulkan petugas, Murhali memang sering berada di lokasi setiap hari Minggu. Namun belum jelas kaitan Murhali dengan peristiwa penusukan. “Statusnya saksi,” kata Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes Boy Rafli saat dimintai konfirmasi soal status Murhali. Di bagian lain, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengajak Pemda dan para pemuka agama untuk duduk bersama mencari solusi mengatasi ketegangan dan perselisihan mengenai pendirian tempat ibadah di Ciketing, Bekasi, Jawa Barat. Presiden juga menyatakan hukum harus ditegakkan dan tidak memberikan ruang kepada terjadinya kekerasan dengan motif apapun. Apalagi, menyangkut masalah sensitif terkait hubungan antarumat beragama. “Saya berharap kembali (kepada) para menteri terkait, Gubernur Jawa Barat, Bupati Bekasi, pemuka agama, tentu dari PGI (Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia) dan elemen-elemen yang lain, duduk lah bersama dengan jernih, dengan niat yang baik, segera temukan jalan keluar yang baik,” kata SBY usai menerima laporan dari Menko Polhukam dan Kapolri di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin. “Apa yang dilakukan oleh kepolisian akan terus dijalankan, ungkap, kemudian proses secara hukum siapa pelaku-pelaku dari kekerasan fisik itu,” ujar presiden. Presiden mengaku prihatin.”Mengapa saya prihatin, karena justru kita harus senantiasa menjaga kerukunan dan hubungan diantara umat beragama dan kita mencegah aksi-aksi kekerasan di masyarakat kita,” kata SBY. SBY mengurai secara garis besar memang ada permasalahan terkait tempat ibadah bagi jemaat HKBP di Bekasi. “Sebenarnya rumah yang dijadikan tempat ibadah agama itu oleh warga di kompleks perumahan itu, selama 19 tahun telah diberikan, katakanlah, toleransi untuk melakukan ibadah kegiatan agamanya. Karena masyarakat berpedoman perumahan tentu bukan tempat ibadah,” kata SBY. Ia mengatakan, selama sembilan belas tahun terakhir, tidak terjadi masalah. “Namun demikian ketika jemaat itu makin besar dan kegiatan ibadahnya makin intens,. maka warga berpendapat sebaiknya dicarikan tempat lain untuk menjalankan ibadah itu,” katanya. Hingga kini, memang belum ada solusi baik dari pemerintah daerah mapupun pusat. Hingga akhirnya menimbulkan ketegangan sampai terjadinya insiden penusukan pada Minggu, 12 September lalu. “Oleh karena itu, sekali lagi, karena bagi saya ini masalah yang sensitif dan cukup serius, maka semua pihak utamanya jajaran pemerintah, baik pusat maupun daerah, perlu mengambil langkah-langkah lanjutan,” ujarnya. Presiden juga meminta Pemda Jawa Barat dan Bekasi untuk melakukan pendekatan dan memfasilitasi upaya mencari solusi. “Di negeri ini tidak ada masyarakat atau daerah yang tidak ada pemimpinnya. Makin ke depan, makin cepat tahu, makin mengerti masalah yang dihadapi oleh masyarakatnya. Tampillah dengan sangat serius untuk mengatasi masalah ini,” kata SBY. Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) juga mengecam keras aksi penusukan terhadap jamaah HKBP Pondok Timur Indah, Bekasi, Asia Sihombing. Selain mendesak menangkap pelaku, organisasi kepemudaan NU itu juga meminta aparat membekukan ormas yang diduga berada di belakang aksi, jika terbukti dalam penyelidikan. “Itu penting, karena selama ini polisi dianggap tidak tegas,” ujar Sekjen PP GP Ansor A Malik Haramain, di Jakarta, kemarin (14/9). Dengan alasan Undang-undang Ormas yang belum direvisi, menurut dia, aparat kerap terkesan cuci tangan terhadap sejumlah kasus kekerasan yang dilakukan ormas. Padahal, lanjut dia, polisi sebenarnya tetap bisa melakukan tindakan tegas atas nama hukum. “Termasuk, untuk pembekuan ormas tersebut,” tandasnya.(rdl/sof/dyn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: