Pedagang Selter Bima Tagih Janji Pemkot Cirebon

Pedagang Selter Bima Tagih Janji Pemkot Cirebon

CIREBON-Meja dan kursi yang sudah disediakan nampak sepi-sepi saja. Sembari duduk melihat ke arah jalan, Bunda Ntuy (59) mengungkapkan penyesalannya. Lapak lamanya sudah dibongkar. Lahan kosong yang ditinggalkan sudah terisi pedagang kaki lima (PKL) lain. “Sedih, di sana malah lebih ramai,” tutur Bunda Ntuy yang hingga kini masih bertahan di selter PKL Bima. Ia tak punya pilihan lain. Sejak kepindahannya ke selter, pengunjungnya tak seramai dulu. Pendapatannya jauh menurun. Kondisi ini diperparah semakin banyak pedagang liar yang membuka lapak dan mangkal lesehan di kawasan Stadion Bima. “Tolonglah itu pedagang yang lesehan ditindak aja. Sesuai kesepakatan kita dulu sebelum dibongkar,\" tuturnya. Ia berharap agar kondisi Bima bisa bersih kembali. Pemkot juga diminta memenuhi janjinya untuk melakukan pemantauan berkala dan penertiban pedagang liar. Sebab, hal itu sudah jadi janji dari pemkot ketika pedagang lama dipindahkan ke selter. Sejak para pedagang pindah ke selter, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) maupun aparat pemerintah nyaris melupakan ketertiban kawasan Bima. Janji untuk ada patroli dan mencegah pedagang baru bermunculan, ternyata hanya angin lalu. “Coba liat itu, pedagang baru ramai di mana-mana. Katanya ada patroli?” tanya dia. Beberapa pedagang baru di kawasan Bima memang tak semuanya menggunakan lapak lesehan. Ada juga yang membawa gerobak dorong. Mereka bisa berpindah ke mana-mana. Termasuk mangkal di tempat yang memang menjadi pusat keramaian. Sementara para pedagang di selter seolah menjadi terasing. Lokasi yang digunakan berada di akses keluar kawasan Bima ke arah Jl Perjuangan. \"Semoga bersih lagi, sesuai sama apa yang dijanjikan dulu,\" tuturnya. Pedagang lainnya, Mami (57) juga mengeluhkan hal serupa. Sejak kepindahannya di Selter Bima, pendapatannya berkurang. Kalau dihitung-hitung bisa sampai 80 persen, di banding saat berjualan menggunakan lapak lesehan. Saat berjualan di lapak lesehan, ia juga tak punya tanggungan baik listrik maupun kebersihan. Kondisi itu bertolak belakang dengan penggunaan fasilitas di selter. “Pendapatan turun, sekarang malah harus bayar ini itu. Ya listrik, kebersihan,” keluhnya. Kondisi ini membuatnya membuka cabang ke tempat lesehan. Kalau tidak begitu, ia bakal terus-terusan gigit jari melihat pedagang liar yang ramai pembeli. Sementara di selter pengunjungnya bisa dihitung dengan jari. Sesama pedagang di selter juga banyak yang kembali membuka lapak lesehan. Hal itu sudah jadi konsekuensi logis, ketika berjualan menggunakan lesehan jauh lebih menguntungkan. Pengunjungnya juga lebih banyak. \"Lama-lama yang dagang di sini (selter) kan mikir juga. Kenapa ngga balik lagi? Nggak ada penertiban ini. Daripada di selter malah bengong nonton mereka yang ramai ya,\" paparnya. Imas (41) juga juga berharap agar pedagang lesehan bisa ditindak petugas yang berwenang, sesuai yang dijanjikan. Belum lagi di tiap Minggu, jalur menuju Selter Bima dipakai untuk latihan komunitas motor. Otomatis bising knalpot motor cukup mengganggu. Belum lagi jalan menuju selter juga ditutup. \"Ya kami sih bisanya ngeluh aja. Semoga dibenahi. Ya pemerintah juga tolong jangan Cuma janji,” pintanya. Soal penggunaan jalur untuk balap motor, Imas mengaku sempat mendengar informasi aktivitas itu mendapat izin dari pemerintah. Tentu saja ia sangat menyayangkan ketika jalur menuju selter ditutup. Padahal, pemindahan pedagang juga program pemerintah. Semestinya juga mendapatkan perlindungan dan jaminan agar bisa berkembang. (myg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: