Militer Myanmar Rencanakan Genosida Rohingya

Militer Myanmar Rencanakan Genosida Rohingya

NAYPYIDAW - Militer Myanmar secara sistematis merencanakan genosida untuk membersihkan etnis Muslim Rohingya dari negaranya. Laporan terbaru yang dirilis kelompok advokasi HAM Fortify Rights berdasarkan kesaksian dari 254 orang Rohingya yang selamat mengungkapkan rencana keji tersebut. Seperti dilansir New York Times pada Kamis, (19/7), laporan 162 halaman itu mengatakan, eksodus sekitar 700.000 Muslim Rohingya ke Bangladesh tahun lalu terjadi usai pembantaian masal, perkosaan masal, dan pembakaran desa di Provinsi Rakhine, Myanmar. Peristiwa ini merupakan puncak perencanaan yang dilakukan militer Myanmar. Dalam laporan Fortify Rights ada 22 pejabat militer dan polisi yang bertanggung jawab langsung atas rencana biadab tersebut. Fortify Rights, sebuah organisasi nirlaba yang terdaftar di Amerika Serikat dan Swiss, dibentuk pada tahun 2013 oleh Matthew F Smith dan sesama aktivis HAM. Fokusnya adalah menginvestigasi pelanggaran HAM di Asia Tenggara, khususnya Myanmar. \"Genosida tidak terjadi secara spontan. Impunitas pada kejahatan ini akan membuka jalan bagi lebih banyak pada pelanggaran dan serangan keji di masa depan,\" ujar CEO Fortify Rights Matthew F. Smith. Dimulai pada bulan Oktober 2016, pejabat militer dan lokal Myanmar secara metodis membersihkan peralatan tajam yang dapat digunakan untuk membela diri etnis Rohingya. Militer kemudian menghancurkan pagar di sekitar rumah-rumah Rohingya untuk membuat serangan militer lebih mudah. Militer Myanmar juga melatih militer etnis Rakhine Budha dan mematikan saluran bantuan internasional untuk komunitas Rohingya yang miskin. Hal yang paling penting, lebih banyak pasukan dikirim ke Rakhine State Utara, di mana sebagian besar etnis Rohingya hidup tanpa kewarganegaraan. Fortify Rights mengatakan, setidaknya 27 batalion Angkatan Darat Myanmar dengan 11.000 tentara, tiga batalion polisi tempur dengan sekitar 900 personel, berpartisipasi dalam pertumpahan darah yang dimulai pada akhir Agustus dan berlanjut selama berminggu-minggu sesudahnya. Laporan Fortify Rights menunjukkan alur cerita alternatif kalau kekejaman yang dipimpin militer sering didukung oleh penduduk etnis Rakhine yang dipersenjatai dengan pedang. Pemerintah militer dan sipil Myanmar secara konsisten menggambarkan tindakan keras terhadap etnis Rohingya sebagai operasi pembebasan dari teroris Muslim.(ina/JPC)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: