Model Release, Hak Cipta, dan Izin Penggunaan Foto
Enam tahun terakhir wajah Dadang Mulya menghiasi kemasan rokok. Bukan sebagai bintang iklan atau celebrity endorser. Foto Dadang yang tengah menggendong anak, dijadikan peringatan bahaya merokok. Belakangan Dadang memperjuangkan haknya. Dia tak pernah merasa menandatangani dokumen, perjanjian atau sejenisnya yang memberi izin penyebaran foto. Dalam kasus ini yang patut dipertanyakan adalah model release. Istilah ini memang masih awam di kalangan masyarakat umum. Tapi untuk fotografer komersial, model release adalah hal penting. Tujuannya melindungi fotografer dari tuntutan hukum. Terutama ketika foto tersebut dipublikasikan. Dalam sebuah release biasanya mencakup nama model atau jenis properti. Data lengkap model seperti nomor telefon, alamat email, dan nomor identitas. Kemudian nama fotografer, tanggal dan tempat pengambilan foto. Di bagian bawahnya dibubuhkan tanda tangan dari fotografer, model atau pemilik properti. Bisa juga mencakup saksi dan material untuk menguatkan perjanjian. Dalam perjanjian, bisa menuliskan kalimat bahwa model atau pemilik properti memberi izin kepada fotografer atas hak cipta dan penggunaan foto. Termasuk hak untuk memperbanyak dan mengumumkan termasuk menggunakan foto dalam media apapun serta untuk tujuan apapun. Penggunaannya bisa untuk advertorial, komersial, publikasi, pameran, lomba foto, materi iklan, dan segala bentuk lainnya yang berkaitan dengan penggunaan foto tersebut. Pertanyaannya adalah, apakah Dadang menandatangani dokumen ini? Melihat dari pengakuannya, Dadang tak pernah membuat perjanjian atau izin penggunaan fotonya. Bahkan fotografer yang mengambil gambarnya juga tidak diketahui. Keberadaan model release atau property release ini termaktub dalam Undang-undang Hak Cipta 28/2014, pasal 12 hak ekonomi atas potret, khususnya ayat 1; setiap orang dilarang melakukan penggunaan secara komersial, penggandaan, pengumuman, pendistribusian, dan/atau komunikasi atas potret yang dibuatnya guna kepentingan reklame atau periklanan secara komersial tanpa persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya. Kemudian ayat 2; penggunaan secara komersial, penggandaan, pengumuman, pendistribusian, dan/atau komunikasi potret sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memuat potret dua orang atau lebih, wajib meminta persetujuan dari orang yang ada dalam potret atau ahli warisnya. Kemudian ada pengcualian yang dimuat pada pasal 14. Bunyinya; untuk kepentingan keamanan, kepentingan umum, dan/atau keperluan proses peradilan pidana, instansi yang berwenang dapat melakukan pengumuman, pendistribusian, atau komunikasi potret tanpa harus mendapatkan persetujuan dari seorang atau beberapa orang yang ada dalam potret. Kondisi ini, berbeda dengan wartawan yang dilindungi oleh Undang-undang Pers 40/1999. Wartawan diberi hak untuk mempublikasikan foto yang berisi orang dan memuatnya di media tanpa perlu model release. Kembali ke kasus Dadang, Direktorat Jenderal Promosi Kesehayan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan mengklaim telah memiliki izin penggunaan foto. Kemenkes mengeluarkan peringatan rokok itu sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat. Foto yang diduga memuat wajah Dadang dan anaknya, dikabarkan sudah tidak digunakan lagi. Kemenkes sendiri mengganti cigarette head warning dengan materi baru. Merujuk pada pasal 14 Undang-undang Hak Cipta 28/2014 apa yang menjadi materi gugatan datang kemungkinan bakal sulit terkabul. Penggunaan foto dalam cigarette head warning besar kemungkinan menggunakan klausul ”kepentingan umum”. Tujuannya adalah kampanye bahaya merokok. Namun berdasar pada pengakuan Dadang kepada Radar, Senin (23/7), ada persoalan etika dalam proses pengambilan gambar. Dadang ketika itu tengah menonton turnamen sepakbola bersama anaknya yang masih bayi di Kecamatan Pancalang, Kabupaten Kuningan. Tiba-tiba didatangi seseorang dan memintanya untuk berpose sambil merokok. (*) Yuda Sanjaya (Fotografer dan Redaktur Radar Cirebon)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: