The Movie, Konflik Hati Sarah-Doel-Zaenab

The Movie, Konflik Hati Sarah-Doel-Zaenab

KISAH Si Doel telah menemani penonton Indonesia di layar kaca selama puluhan tahun. Ketika dibuat dalam versi film, penggemar setianya tak sabar. Film ini berusaha menjawab pertanyaan besar. Bagaimana nasib cinta Doel, Sarah, dan Zaenab? Cerita bergulir 14 tahun setelah Sarah (Cornelia Agatha) pergi meninggalkan Doel (Rano Karno) ke Belanda. Tanpa kabar dan perpisahan yang jelas menyisakan kerinduan di hati Doel. Sampai suatu hari, Doel yang telah menikah dengan Zaenab (Maudy Koesnaedi) diminta Hans (Adam Jagwani) untuk datang ke Belanda. Hans beralasan, dirinya butuh bantuan Doel membawakan barang-barang untuk pameran. Doel berangkat ke Negeri Kincir Angin dengan ditemani Mandra. Tinggal di apartemen Hans, mereka diajak mengunjungi beberapa spot populer di sana. Hingga kemudian, Doel menyadari, ada maksud lain dari Hans mendatangkan dirinya ke negara tersebut. Sejak awal, penonton dibawa bernostalgia dengan kisah Doel si anak Betawi itu. Suasana rumah Doel seperti yang tampak dalam versi serial diperlihatkan. Mak Nyak (Aminah Cendrakasih) juga ikut tampil meski terbaring sakit. Dia mengingatkan agar Doel tak perlu mencari Sarah di Belanda. Zaenab yang berusaha ikhlas, meski berat, melepas kepergian Doel ke Belanda. Beberapa menit awal, penonton dibuat terbahak dengan tingkah Mandra dan celetukan spontannya yang mengocok perut. Juga karakter baru, yaitu Abi, anak Atun (Suti Karno). Tapi, semakin masuk ke dalam cerita, perasaan dibikin campur aduk. Tentang Doel yang akhirnya bertemu dengan Sarah. Seperti yang sudah bisa dibayangkan, pertemuan dua orang yang masih saling mencintai (dan masih terikat pernikahan) itu terasa sentimental. Sarah mencurahkan segenap rasa yang terpendam. Lia –sapaan Cornelia Agatha– bisa dibilang berhasil membawa penonton ikut merasakan kerinduan itu. Doel –seperti karakternya sejak dulu– tidak banyak berkata-kata, tapi ekspresi dan gesturnya menampakkan kegelisahan yang berat. Sementara itu, nun jauh di Jakarta, Zaenab dirundung kegelisahan yang sama. Hatinya bergejolak memikirkan kemungkinan Doel bertemu dengan Sarah. Bagi penonton lama yang tumbuh bersama serial Si Doel, film ini menjadi ajang nostalgia yang manis. Mungkin akan ada air mata yang menitik, tapi juga terhibur kelucuan yang tercipta dari situasi yang ada. ’’Kisah Si Doel ini berkembang mengikuti umur penonton tanpa meninggalkan penonton baru,’’ tutur aktor Dennis Adishwara yang menonton saat gala premiere di Epicentrum Jakarta Sabtu malam (28/7). Cerita yang membumi dan akting serta chemistry para pemain yang begitu kuat menjadi kekuatan film produksi Karnos Film dan Falcon Pictures ini. ’’Bagi penonton, jangan ada ekspektasi film ini bakal seperti serialnya. Menurut saya, ini justru penyempurnaan dari serial,’’ ujarnya. Satu hal yang sama sejak dulu, ekspresi Doel selalu terlihat seperti orang banyak pikiran dan kemudian dikomentari Mandra. ’’Celetukan Mandra itu mewakili suara penonton,’’ kata Dennis, lantas tertawa. Sutradara Dilan 1990 Fajar Bustomi merasakan hal yang sama. ’’Film ini sangat menyentuh. Kita dibawa tertawa di awal, lalu diakhiri sedih yang bahagia,’’ ungkapnya. Selain itu, meski mengambil lebih dari 70 persen setting di Belanda, film ini tidak meninggalkan ’’soul’’ Betawi. Unsur itu dibawakan oleh dialog Mandra dan Doel. Juga lewat makanan. ’’Tidak mengkhianati kekhasan cerita Si Doel. Bang Rano dan Bang Mandra harus diakui, luar biasa,’’ pujinya. (nor/c19/jan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: