Surat Terbuka untuk si Aplikator

Surat Terbuka untuk si Aplikator

HUBUNGAN kemitraan antara pihak aplikator dan driver online pada praksisnya lebih berupa patron-klien. Aplikator bisa membuat kebijakan apa saja dan kapan saja secara sepihak, sedang ratusan ribu driver (mungkin jutaan), yang notabene mitra mereka, mesti tunduk tanpa syarat. Tidak ada dialog. Tidak ada tawar menawar. Segala yang dari aplikator taken for granted. Padahal di lapangan, semua modal moral-material milik para driver: kendaraan --- termasuk konsekuensi penyusutan dan pemeliharaan, smartphone, pulsa dan paket data, waktu, tenaga, bahkan risiko kecelakaan dan sasaran modus kriminal. Di situ, pihak aplikator serupa vampire yang menghisap 20% pendapatan mitranya dus memiliki kewenangan yang tanpa ba-bi-bu dapat setiap saat memutuskan hubungan kemitraan. Celakanya, regulasi pemerintah terhadap transportasi online yang mulai masif di banyak daerah di Indonesia justru membuat kondisi para driver kian terkebiri. Spesifikasi SIM, stiker wajib, uji KIR, naungan berbadan hukum, semua hanya menambah repot para driver. Sementara pada saat yang sama, moratorium yang dibutuhkan para driver untuk mengendalikan self population tak kunjung diterapkan. Pihak aplikator terus saja melakukan rekrutmen mitra, bahkan dengan mengimingi insentif refferal. Alhasil, rasio penumpang terus mengecil. Para driver pun kian jadi bulan-bulanan keadaan. Belum lagi menilik kenyataan bahwa di hadapan penumpang, tiap driver online tersandera oleh komentar dan target bintang lima. Meski begitu, situasi yang serba memojokkan para driver ini sejenak bisa diabaikan ketika pihak aplikator menyediakan insentif memadai untuk sejumlah trip yang sudah ditentukan. Dalam perkembangannya, kita menyaksikan besaran insentif tersebut menurun teratur. Ini mudah dipahami mengingat pihak aplikator memang profit oriented. Soalnya kemudian, pada situasi dan titik skema tertentu, itu semua menyangkut kelayakan penghasilan para driver yang selama ini menghabiskan jam kerja dengan pontang-panting di jalanan. Di sisi lain publik tahu, pihak aplikator telah menyerap triliunan dana dari para sponsornya. Dalam hemat saya, penurunan insentif yang belakangan oleh para driver dianggap keterlaluan hanya bisa dimaklumi jika tarif penumpang dinaikkan signifikan. Toh selama ini tarif transportasi online hanya di kisaran seperempat dari tarif moda konvensional. Tanpa kenaikan tarif tersebut, pihak aplikator dan mitra niscaya akan sama-sama bubar. Ilusi dari aplikator via notifikasi para driver bahwa mereka bukan semata-mata tengah menjalankan profesi, melainkan juga sedang menegakkan misi suci lantaran telah menolong memberi tumpangan pada orang-orang, jelas sama sekali tak bisa dipakai buat membayar angsuran diler. Hanya perlu diingat, penaikan tarif secara signifikan berpotensi mengurangi pengguna aplikasi penumpang yang menjadi satu-satunya komoditas dalam perbincangan transportasi online. Berdasarkan riset pribadi, dua hal bisa dikemukakan di sini. Pertama, tidak sedikit driver online yang terlanjur menggantungkan profesinya sebagai mitra aplikator. Hingga sekali profesi driver online dirasa tidak lagi memadai, tak ada pilihan selain alih profesi. Kedua, keberadaan transportasi online di Cirebon yang baru dalam hitungan bulan, ternyata belum benar-benar menggeser prilaku transportasi masyarakat. Pada akhirnya dilema. Jika tarif tak dinaikkan signifikan, para driver kelimpungan. Namun bila dinaikkan signifikan, transportasi online akan banyak ditinggalkan penggunanya. Dengan kata lain, naik-turunnya insentif dan tarif mesti merujuk pada kadar perilaku publik dalam menggunakan transportasi umum. Itu yang barangkali diabaikan oleh pihak aplikator yang keberadaanya nun di seberang sana. Berkenaan dengannya, hari ini para driver online menggelar aksi damai. Mereka menuntut kenaikan insentif yang dalam beberapa bulan terakhir terjun payung. Kita mafhum. Sebab, sekali lagi, tiap driver online terbebani banyak tanggung jawab yang tak sepele. Seyogyanyalah pihak aplikator mendengar dan mau tawar-menawar. Salam satu kepal!. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: