Tak Minder, Kaum Disabilitas Yakin Punya Kualitas Untuk Bersaing
CIREBON-Shopi masih sangat muda saat kecelakaan fatal merenggut kaki kirinya. Dia pun harus rela kehilangan berbagai aktivitas dan hobinya. Kemudian, mulai menyesuaikan dengan kondisi fisiknya. Tetapi, ada yang tidak pernah berubah dari mojang cantik dengan nama lengkap Shopiatur Rochman SPd tersebut. Yakni, keceriaan dan semangatnya untuk sukses dan membanggakan kedua orangtuanya. Sudah lima bulan terakhir, Shopi bekerja sebagai Promotion Design Grafis di PT SmartTT Pangenan. Selama itu pula, ia terus menunjukan kemampuannya dalam membuat dan menyajikan gambar-gambar produk sesuai permintaan perusahaan. Perjalanan Shopi untuk sampai ke tahap ini tidak mudah. Ia harus melalui perjalanan berliku dan penuh pengorbanan. Dengan keterbatasan yang ia punya, dia harus bersaing ketat untuk sampai ke tahap sekarang. “Kerja di perusahaan ini adalah pengalaman kerja pertama saya selepas lulus kuliah di UPI. Saya lebih dari 20 kali melamar pekerjaan. Beberapa tempat bahkan sampai sudah ke tahap interview. Namun, semuanya terbentur karena keterbatasan fisik saya. Banyak perusahaan yang tidak bisa menerima keterbatasan fisik saya,” ujarnya kepada Radar Cirebon. Dikisahkan Shopi, awal mula petaka yang menimpanya terjadi pada saat ia kelas dua SMA. Ketika terlibat kecelakaan dengan sebuah mobil di daerah Kuningan. “Saya yang nyetir waktu itu. Saya mau salip mobil dari sisi kanan, tapi kagok karena ada motor yang tiba-tiba berhenti. Akhirnya banting stir ke kiri dan kecelakaan dengan mobil yang tadi mau disalip. Teman saya masuk kolong mobil, tapi hanya lecet-lecet. Kalau saya kena ban luka terbuka parah di kaki kanan,” paparnya. Kondisinya semakin memburuk, luka terbuka di kaki kanannya semakin parah dan dari hari ke hari semakin membusuk. Saat itu, pihak rumah sakit memberikan pilihan untuk mengamputasi kaki kirinya karena dikhawatirkan luka yang membusuk akan menjalar ke bagian tubuh yang lain. “Keluarga sudah dikasih tahu dari Kuningan. Cuma saat itu masih nyari opsi ke rumah sakit lain yang fasilitasnya lebih lengkap. Kami sekeluarga berangkat ke Bandung dan ternyata sama, pilihan dari rumah sakit adalah amputasi. Saya saat itu tidak punya harapan lain. Selain cepat sembuh dan bisa beraktivitas lagi, saya pun menerima untuk diamputasi,” katanya. Shopi akhirnya berusaha menyesuaikan kondisinya. Ia yang semula aktif di dancer sekolah pun akhirnya dengan sendirinya tidak lagi mengikuti aktivitas yang sudah bertahun-tahun ia geluti. Namun, kondisi fisiknya tidak pernah membuatnya minder. Justru, ia semakin terpacu untuk bisa membuktikan jika disabilitas juga mampu bersaing dan punya kemampuan serta bisa diandalkan jika dipercaya untuk menangani pekerjaan. “Saya sejak kelas dua setelah kecelakaan sudah memakai tongkat. Saat kelas tiga saya sudah pakai kaki artifisial. Sampai kuliah di Bandung selesai S1 pun saya berusaha mandiri. Pas masuk dunia kerja pun demikian. Saya tidak ingin keterbatasan yang saya miliki sekarang, membatasi gerak dan aktivitas saya,” ungkapnya. Shopi pun sedari dulu tidak ingin larut dalam kesedihan dan keterpurukan. Ia ingin berbagi semangat positif dan harapan yang saat ini menopang kariernya, sebagai doping untuk bisa mewujudkan mimpi-mimpinya. “Meratapi masa lalu hanya akan mengubur keberhasilan di masa depan. Saya selalu berpikir positif karena hal itu juga akan berpengaruh ke orang-orang di sekeliling saya. Nikmati saja dan yakin jika Allah punya rencana atas semua yang berlaku,” pungkasnya. (dri)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: