Menyambut Indonesia Digdaya

Menyambut Indonesia Digdaya

TAHUN 2018 merupakan tahun istimewa bagi Indonesia. Pasalnya di tahun ini Indonesia menjadi tuan hajat dua helatan akbar: Asian Games 2018 dan International Monetery Fund & World Bank Group Annual Meetings (IMF-WBG AM) yang akan digagas di Bali pada 12-14 Oktober tahun ini. Di Asian Games, sejak awal kita sudah mendapat kucuran optimisme yang begitu luar biasa. Pembukaan seremonial Asian Games yang begitu mengundang decak kagum adalah di antara musababnya. Sebuah karya seni adiluhung yang berpadu dengan teknologi terkini, membuat kita kian percaya bahwa Indonesia memang bangsa yang besar dan kaya-raya. Dalam segala lininya. Ini belum lagi ditambah dengan capaian atlet-atlet Ibu Pertiwi yang telah berhasil melampaui mitos-mitos kekalahan. Hingga detik ini, tim Indonesia telah berhasil meraih 30 medali emas. Dengan demikian, total medali yang sudah dikoleksi mencapai 92 medali dengan rincian 30 emas, 23 perak, dan 39 perunggu. Ini membuat tim Indonesia berhasil menapaki peringkat keempat klasemen perolehan medali Asian Games 2018. Kendati target awalnya hanya 16 medali emas, atlet-atlet kita telah berhasil merobohkan apa yang saya sebut sebagai mitos kekalahan. Mitos yang lahir dari tahun 1962 di mana Indonesia saat itu menjadi tuan rumah Asian Games akan tetapi hanya sanggup meraup 11 medali emas. Sebuah mitos, meski memiliki nilai historis, hanya akan membuat mental inferior merembes sebelum bertarung ke gelanggang arena. Tetapi sejatinya yang paling memukau dari semua ritus Asian Games adalah momen di mana seorang pesilat peraih medali emas bernama Hanifan Yudani Kusumah berhasil membuat dua tokoh bangsa berpelukan dengan mesra. Dari sini saya bersepakat dengan parafrasa bahwa politik meremukkan anak bangsa dan olahraga-lah yang sanggup membuatnya kembali rekat. Lalu bagaimana dengan helatan IMF-WBG Annual Meetings 2018? IMF-WBG AM Dalam rilis resmi panitia (www.am2018bali.go.id), IMF-WBG Annual Meetings secara historis merupakan pertemuan tahunan yang digagas Dewan Gubernur IMF dan WBG. Pertemuan ini dihelat tiap tahun sekali tepatnya bulan Oktober di kantor pusat IMF-WBG di Washington DC. Masuk tahun ketiga, Annual Meetings dilaksanakan di negara anggota terpilih. Pertemuan ini dihelat demi membincangkan dinamika ekonomi dan keuangan global serta isu-isu aktual seperti pengurangan kemiskinan, pembangunan ekonomi internasional, dan isu-isu global lainnya. Untuk tahun ini diskusi akan berfokus pada isu proteksionisme, perubahan iklim, stabilitas keuangan global, tax reform, iklim bisnis (business climate), kemiskinan, pengangguran, lapangan kerja, sosial gender, dan ketidaksetaraan (inequality). Dilidik dari kacamata apapun, IMF-WBG Annual Meetings jelas tak kalah dahsyat dengan Asian Games. Sebab IMF-WBG Annual Meetings adalah forum pertemuan paling akbar sejagat dalam bidang ekonomi dan keuangan. Di dalamnya akan hadir Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari 189 negara anggota IMF dan World Bank. Juga ribuan investor, akademisi, pelaku bisnis, komunitas perbankan, lembaga swadaya masyarakat, para pewarta, dan partisipan lainnya. Diperkirakan IMF-WBG akan dihadiri tak kurang dari 15.000 delegasi, 1000 media, dan diisi 2000 pertemuan penting. Inilah muktamar ekonomi paling gigantis sedunia di mana Indonesia menjadi tuan rumahnya. Sebagai tuan rumah, Indonesia tentu memiliki kesempatan emas untuk menunjukkan pada dunia bahwa negeri ini tak hanya kaya raya akan budaya maupun potensi alamnya semata, melainkan juga terdepan dalam pengembangan sumber daya manusia yang berkelanjutan dan digdaya. Sesuai dengan tema besar perhelatan IMF-WBG, Voyage to Indonesia, tema ini dipilih dengan tujuan hendak mengetengahkan pada dunia bahwa dalam perjalanan ke Indonesia nanti publik Internasional akan menjamah wajah Indonesia yang sama sekali baru. Indonesia yang lebih reformatif, memiliki daya tahan ekonomi yang kuat terhadap gempuran domestik maupun global, serta mengalami pertumbuhan yang tidak semata merangkak naik tapi juga inklusif. Mengubah Ingatan Ketika mengucap kata IMF dan World Bank sebagian memori anak bangsa secara spontan akan langsung tertumbuk pada wajah di mana Indonesia dilanda oleh krisis panjang nan melelahkan. IMF dan World Bank dituduh sebagai terdakwa utama dari morat-maritnya panggung ekonomi Indonesia di penghujung abad 20. Banyak anasir-anasir yang memperkuat tesis ingatan itu, sebaliknya yang membantah juga tak sedikit. Maka, IMF-WBG Annual Meetings 2018 nanti sudah seharusnya menjadi momentum yang sanggup mengubah ingatan anak bangsa akan kesemrawutan sejarah yang pernah mereka kulum sebelumnya. Tak boleh berhenti di situ saja tentu. Momentum bersejarah ini juga harus memberi dampak positif yang konkret dan signifikan baik secara ekonomi, politik, maupun sosio-kultur perikehidupan bangsa Indonesia. Baik kini maupun nanti. Bila perlu IMF-WBG sanggup melampaui kesuksesan penyelanggaraan Asian Games. Di mana seluruh masyakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke merasakan kebanggaan dan rasa memiliki yang besar terhadap hajatan ini. Bagaimana caranya? Panitia IMF-WBG lebih tahu jawabannya. Yang jelas, sudah terlalu lama kita hidup dalam bayang-bayang kelam stigma sebagai dunia ketiga. Juga sudah terlampau panjang penantian untuk menjadi negeri yang bermartabat di mata dunia. Maka, melalui optimisme yang terpancar dari Asian Games dan International Monetery Fund dan World Bank Group Annual Meetings 2018, kini saatnya kita menyambut Indonesia baru yang maju, besar, dan digdaya. Optimisme ini tidak berlebihan, bukan? *) Penulis adalah Pegiat Literasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: