Denda Ditunggak, Rugikan Negara, Kejari Dalami Kasus Gedung Setda

Denda Ditunggak, Rugikan Negara, Kejari Dalami Kasus Gedung Setda

CIREBON-Megaproyek Gedung Sekretariat Daerah (Setda), juga didalami Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon. Mereka menemukan indikasi pelanggaran. Tetapi, yang ditangani kejari berbeda dengan kejagung. “Kalau yang fisik itu wewenang kejagung. Kita fasilitator. Kalau kerugian negara, itu kita yang tangani,” ujar Kepala Kejari Kota Cirebon Arifin Hamid SH kepada Radar Cirebon. Potensi kerugian negara ini timbul dari belum dibayarkannya denda keterlambatan pekerjaan sebesar Rp11 miliar. Uang itu belum dibayarkan ke kontraktor. Padahal seharusnya sudah ada di kas negara. “Ini musti ada penyimpangan dan sudah masuk ranah pidana khusus,\"  katanya. Untuk menelusuri ini, semua pihak yang terlibat satu persatu akan didalami dan dimintai keterangan. Kejari juga tengah mengumpulkan bukti-bukti dan bahan keterangan lainnya sehingga bisa lengkap dan maju keproses selanjutnya. Namun sampai saat ini Arifin belum menargetkan siapa yang paling bertanggung jawab. Selain itu, lanjut dia, perlu didalami pula terkait besaran denda itu. Bagaimana perhitungannya? Siapa yang menagihnya? Bila angka Rp11 miliar itu berasal dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tentu dapat dipertanggungjawabankan. Dapat jadi rujukan indikasi kerugian negara. Tinggal menekankan kenapa denda ini belum bisa dibayar. \"Kita akan berupaya melakukan penyelamatan yang negara,” tandasnya. Sebelumnya, Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Cirebon H Sukirman SE MM mengungkapkan, denda Rp11 miliar dasarnya dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).Dia merinci, anggaran yang sudah digelontorkan pemkot ke kontraktor sekitar Rp52 miliar dari nilai pagu anggaran Rp86.751.533.000. Atau baru 61 persen pembayaran. Nilai ini berbeda dengan klaim dari kontraktor. Meski nilai pagu Rp86 miliar, tapi PT Rivomas Pentasurya merasa pekerjaan yang dilakukannya mencapai Rp94 miliar. Pembayaran denda sendiri sudah jatuh tempo. Batas waktunya 60 hari kerja. Dihitung dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang diterima pemkot, tanggal 30 Mei. Jadi batasnya adalah 31 Juli. “Kami ini hanya menerima pembayaran denda. Kalau sudah bayar, silakan tunjukan bukti surat tanda setorannya. Itu nanti masuk ke pendapatan lain-lain,” tuturnya. Sementara Pelaksana Manajer Proyek Gedung Setda, Taryanto belum lama ini ini menyebutkan bahwa denda semestinya tidak sampai Rp11 miliar. Dari hitungan kontraktor yang mengacu pada ketentuan 1/1000/mil per hari. Nilainya hanya Rp4,7 miliar. Kontraktor juga hanya mengakui keterlambatan yang hanya 53 hari. Untuk penentuan keterlambatan ini memang ada perbedaan. BPK sendiri menetapkan keterlambatan pekerjaan mencapai 100 hari lebih. (gus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: