Confetti Benjamin untuk Mama Jana

Confetti Benjamin untuk Mama Jana

Hadirin pun duduk bersimpuh. Sama rendah. Matanya tertuju pada dua sosok dari dua benua berbeda. Mereka memainkan nada yang sama. Jipan Walik mengalun merdu. ========== DALAM kisah Spongebob Square Pants, ada sosok Squidward. Cumi-cumi pencari perhatian. Yang berusaha mendapatkan pengakuan. Atas kepiawaiannya bermusik. Sebagai seorang komponis. Ia memimpikan sebuah konser besar.  Pertunjukan atas karya komposisinya. Yang diakhiri taburan bunga dan confetti. Dibarengi riuh tepuk tangan penonton. Ia rakus eksistensi. Sebanyak tentakel yang dia punya. *** Jumat malam (14/9) riuh tepuk tangan selalu menggema di penghujung lagu. Tak ada taburan confetti di penghujung konser kecil itu. Panggungnya juga tak megah. Sederhana saja. Tapi itu tak mengurangi nilai pertunjukan. Sudjana Partanain dan Benjamin Seilhammer memainkan nomor-nomor tarling klasik. Pertemuan keduanya seolah jadi pengobat berbagai rindu. Penontonnya kebanyakan milenial dan generasi z. Ada yang baru pertama dengar alunan tarling klasik. Ada yang sudah pernah dengar, tapi masih memendam penasaran. Sementara di deretan meja bundar, diisi generasi Y dan sebelumnya. Mereka melewati massa d mana tarling klasik sedang jaya-jayanya. Kemudian kehilangan “tanggapan” karena pergantian selera masyarakat. Mereka salah satu yang memuaskan rindunya malam itu. “Tarling dulu jaya tahun 1960-an. Mulai sepi 1990-an,” ujar Sudjana, yang ditemui sebelum naik pentas. Pria yang sudah menginjak usia kepala tujuh itu masih eksis. Meski puluhan tahun kehilangan panggung. Yang mengundangnya tinggal sedikit saja. Dalam catatan wartawan koran ini, aksi panggung Sudjana yang terakhir kali terekam media sudah berlalu hampir setahun. Ketika itu ia tampil di Simphoni Tarling. Sudjana mentas di Taman Ismail Marzuki bersama maestro lainnya. Sudjana mengakui, belakangan memang jarang mentas. Tarling sudah tak bisa jadi sandaran hidup baginya. Tapi bukan berarti berhenti. Ia tak minta hidup dari tarling. Sudjana yang menghidupi tarling. Benjamin Seilhammer yang malam itu sepanggung dengannya, adalah buah dari ia menghidupi tarling. Selama hampir setahun anak asuh Eric North itu digembleng memainkan musik tarling klasik. Untungnya Benjamin punya dasar musik etnik yang cukup kuat. Ia belajar gamelan di Sanggar Sinar Surya, Santa Barbara California, Amerika Serikat. Berguru pada Mama Eric, sapaan akrab Eric North. Buat Sudjana, confetti itu memang tidak ada di penghujung pentas. Benjamin yang sepanggung dengannya, barangkali sudah cukup baginya. Spotlight juga tak berpendar di panggung yang sederhana itu. Antusiasme penonton yag memusat mata dan telinga mereka, jadi penggantinya. Parlight dengan warna-warninya juga tak menghiasi tata cahaya panggung. Musik Sudjana dan Benjamin yang menghidupkannya. Sudjana sudah cukup senang dengan panggungnya. Lebih senang lagi, karena ada yang belajar tarling kepadanya.  (yud)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: