Suporter Ngamuk, Mesir Membara

Suporter Ngamuk, Mesir Membara

Protes Vonis Terdakwa Kasus Bentrok Tahun Lalu KAIRO – Kerusuhan dan kekerasan kembali membara di Mesir kemarin (9/3). Sejumlah gedung di Kairo dibakar suporter sebagai luapan amarah atas vonis hukuman mati terhadap 21 orang pendukung klub sepak bola yang terlibat dalam bentrokan berdarah di Kota Port Said tahun lalu. Markas Asosiasi Sepak Bola Mesir (EFA) yang berada di kawasan Gezira, pinggiran Sungai Nil, musnah dilalap api. Kobaran api dan kepulan asap tebal pun terlihat di langit Kota Mesir. Beberapa menit sebelumnya, massa lebih dulu  menerobos dan membakar gedung kantor polisi yang berada di dekatnya. Petugas pemadam kebakaran harus bekerja keras untuk menjinakkan amuk api agar tidak melalap bangunan lain di sekitarnya. Insiden yang sama dilaporkan juga terjadi di beberapa kota lain, seperti kota pelabuhan Ismailiyah dan Port Said. Massa membakar berbagai benda sebagai bentuk protes. Di Port Said, kota di ujung utara Terusan Suez, toko dan banyak kantor ditutup untuk mengantisipasi kemungkinan rusuh susulan. Pekan lalu, bentrok antara massa dan polisi meletus di sana. Port Said,  yang terletak sekitar 208 km timur laut Kairo, merupakan kota asal sebagian terpidana sekaligus lokasi bentrok antarsuporter tahun lalu. Menurut seorang petugas keamanan, kerusuhan bermula saat suporter fanatik sepak bola yang dikenal sebagai Ultras menyerbu kompleks bangunan EFA dan kantor polisi serta membakarnya. Membantu para petugas pemadam, warga menyemprotkan air dengan menggunakan selang di taman. Aksi para ultras tak berhenti sampai di situ. Mereka juga merusak dan memecahkan kaca bangunan-bangunan lain di sekitarnya. ’’Ratusan ultras pun berupaya untuk menerobos ke dalam kantor kementerian dalam negeri,’’ ujar reporter televisi pemerintah melaporkan suasana di lokasi. Kerusuhan kemarin terjadi hanya beberapa jam setelah pengadilan Mesir menguatkan vonis mati atas 21 terdakwa. Mereka akan dieksekusi dengan digantung. Lima terdakwa divonis penjara seumur hidup, dan 19 yang lain dihukum lebih ringan. Lalu, 28 orang dinyatakan bebas. Sebanyak 52 terdakwa disidangkan dalam kerusuhan suporter di Stadion Port Said pada 2 Februari 2012. Insiden tersebut menewaskan 74 orang. Kepala Keamanan Stadion Port Said Essam Eddin Samak dan sembilan terdakwa lainnya divonis 15 tahun penjara. Enam terdakwa dihukum 10 tahun penjara dan dua lainnya diganjar lima tahun. Seorang terdakwa dihukum 12 bulan penjara. Sementara itu, 28 terdakwa, termasuk tujuh polisi, dinyatakan bebas. Para pendukung dua klub, al-Masry dan al-Ahly, bereaksi dengan meluapkan kemarahan mereka meski dengan alasan berbeda. Pendukung al-Ahly di Kairo merangsek ke markas EFA dan membakarnya karena pengadilan membebaskan tujuh dari sembilan polisi yang menjadi terdakwa kasus tersebut. Asap hitam tebal mengepul dari bangunan tiga lantai di pusat Kota Kairo itu. Di Port Said, para ultras turun ke jalan dan melumpuhkan jalur penyeberangan di Terusan Suez. Para demonstran juga berusaha memblokir terusan dengan melepaskan speedboat yang diparkir. Yang lain memaksa para pengemudi mobil berhenti dan tidak melintasi Terusan Suez. El-Sayed Hafez, seorang warga pensiunan di Port Said, kepada koran al-Ahram menilai bahwa vonis pengadilan itu dipolitisasi. ’’Sebab, hanya dua polisi yang dihukum,’’ kata dia memprotes. Dia menuduh Presiden Muhammad Mursi berusaha untuk menenangkan pendukung al-Ahly dengan vonis tersebut. Sebagian besar korban kerusuhan tahun lalu itu merupakan pendukung al Ahly yang berjuluk ultras tersebut. Awalnya, para ultras menyambut gembira vonis yang dijatuhkan kemarin pagi. Tapi, sebagian di antara mereka marah karena menilai hukuman itu tidak sepadan. Sidang kemarin dilaksanakan di Kairo dengan alasan keamanan. Setelah beredar kabar bahwa para terdakwa dipindahkan dari Port Said (menuju Kairo), kota itu langsung dilanda kerusuhan awal pekan ini. Bentrok antara aparat keamanan dan demonstran pun meletus di sekitar markas kepolisian. Sedikitnya, tujuh orang tewas. Mereka terdiri dari warga sipil maupun aparat. Keputusan pengadilan kemarin sebenarnya menguatkan vonis sebelumnya. Pada Januari lalu, pengadilan di Port Said memvonis mati 21 terdakwa. Warga pun menilainya sebagai vonis yang tidak adil dan bernuansa politis. Di kalangan warga Mesir, muncul kebencian terhadap polisi sejak pecahnya revolusi yang berhasil menjatuhkan Presiden Hosni Mubarak pada Februari 2011. Banyak yang meyakini bahwa polisi Port Said ingin membalas dendam pada pendukung al Masry yang berperan dalam kerusuhan anti-Mubarak. Namun, polisi menolak sepenuhnya tuduhan tersebut. Kerusuhan kemarin terjadi sehari setelah ribuan polisi di 10 provinsi di Mesir mogok. Polisi berpangkat bintara ke bawah itu bahkan dilaporkan meninggalkan markas mereka setelah menyegelnya dengan rantai. Aksi itu dilakukan sebagai protes kepada pemerintahan Mursi yang memaksa mereka menghadapi para demonstran tanpa perlengkapan memadai dan perlindungan hukum. Akibat aksi itu, Menteri Dalam Negeri Muhamad Ibrahim pada Jumat lalu (8/3) memecat kepala kepolisian antihuru-hara. (AFP/AP/cak/dwi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: