Penggunaan Air Bawah Tanah di Kuningan Kena Pajak

Penggunaan Air Bawah Tanah di Kuningan Kena Pajak

KUNINGAN-Penggunaan air bawah tanah dalam jumlah besar oleh para pemilik depo air bersih di sekitar kawasan kaki Gunung Ciremai, tak lepas dari pajak yang dikenakan pemerintah. Pihak Pemkab Kuningan melalui Bappenda bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup, menghitung besaran pajak yang harus dibayar pengusaha depot air bersih. Sedangkan untuk izin penggunaan air bawah tanah, sepenuhnya kewenangan dari Pemprov Jawa Barat. Padahal sebelum dilikuidasi, perizinan pertambangan dikeluarkan oleh Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan (SDAP) Kabupaten Kuningan. Kepala Badan Pengelola dan Penerima Daerah (Bappenda) Kabupaten Kuningan Dr Asep Taufik Rohman MPd MSi membenarkan jika depot air bersih yang sekarang beroperasi sepenuhnya membayar pajak kepada pemerintah daerah. Besaran pajak yang dibayar oleh pemilik depot berdasarkan perhitungan dari Dinas Lingkungan Hidup. Pihaknya hanya bertugas melakukan penarikan pajak kepada pengusaha depot air bersih. “Ada rumusnya dalam menghitung pajak. Itu untuk menentukan seberapa besar pajak yang harus dibayar oleh pemilik depot. Yang menghitungnya Dinas Lingkungan Hidup,” jelas dia. Soal izinnya, Taufik menyebutkan jika pengusaha depot air bersih mengurus perizinannya langsung ke SDAP Provinsi Jawa Barat. Setelah izin dikeluarkan provinsi, baru pemerintah daerah diberi tembusan. “Memang dulu perizinannya ada di SDAP Kabupaten Kuningan sebelum dilikuidasi. Sekarang pengusaha harus mengurus perizinannya ke pemprov. Mereka yang memiliki wewenang. Kami di daerah yang ketempatan saja. Meski begitu, daerah juga mempunyai kewenangan untuk menegur jika ada pengusaha depot air bersih yang menjalankan usahanya di luar aturan,” tegas dia. Taufik juga mengatakan bahwa air bersih yang dimanfaatkan oleh pengusaha depot bukan berasal dari pengeboran melainkan dari sumber mata air bawah tanah yang berada di lokasi tersebut. Sehingga dari sisi keamanan lingkungan, sangat aman. “Setahu kami, air bawah yang digunakan para pengusaha untuk keperluan bisnis bukan dari pengeboran sumur melainkan langsung diambil dari sumber mat air. Kami sudah melakukan pengecekan ke lapangan dan bertemu dengan para pengusaha depot. Dari pengecekan itu diketahui jika sumber mata air di wilayah itu yang dipakai untuk mengisi depot,” sebut mantan kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tersebut. Saat ditanya berapa jumlah pengusaha depot air bersih yang beroperasi di Kabupaten Kuningan, Taufik mengaku lupa lantaran datanya ada di kantor. Dia tak bisa menjelaskan secara gamblang total pengusaha yang bergerak di bidang penyediaan air baku bawah tanah. “Datanya ada, tapi di kantor. Saya tak mungkin menyebut pastinya karena harus melihat data. Selain memungut pajak, kami juga selalu emberikan edukasi kepada instansi terkait soal perpajakan air bersih. Sementara itu, dari pantauan Radar Kuningan, setiap hari puluhan mobil tangki ke luar masuk depot air bersih di sekitar Jl Linggarjati. Mereka bekerja sampai larut malam, bahkan ada yang buka sampai 24 jam. Dampak lainnya dari kemarau yang cukup panjang ini adalah meningkatnya omzet penjualan air bersih. Masyarakat bisa langsung melakukan pemesann ke sopir tangki. “Air bersih yang jual ini bukan hanya untuk masyarakat yang ada di wilayah III saja namun hingga Kabupaten Slawi, Jawa Tengah. Rata-rata omzet penjualan air baku dengan menggunakan tanki ini meningkat hingga 70 persen dibanding saat musim hujan,” tutur dia. Seperti diungkapkan Didi pemilik depot pengisian air baku Water Mart di Desa Bojong, Kecamatan Cilimus, mengaku permintaan air bersih yang datang ke depotnya mencapai 25 tanki perhari. Jumlah tersebut meningkat signifikan dibanding saat musim hujan yang hanya di kisaran antara 15 hingga 17 tanki saja. \"Biasanya saat memasuki bulan September seperti sekarang sudah masuk penghujan, tapi ternyata masih kemarau. Alhamdulillah dampaknya permintaan air baku selama kemarau ini meningkat cukup lumayan dibanding saat musim hujan,\" ujar Didi. Sebagian besar pembeli air bersih yang diambil dari mata air Linggarjati tersebut, kata Didi, adalah para pemilik tanki yang mengisi kebutuhan air bersih untuk masyarakat dan juga pemilik usaha isi ulang air galon. Air baku tersebut dikirim untuk memenuhi pesanan masyarakat di daerah yang saat ini mengalami krisis air bersih seperti sebagian wilayah Timur Kuningan, Cirebon, Indramayu bahkan Brebes. \"Kami tidak menggunakan air dari sumur bor, melainkan memanfaatkan air dari mata air Linggarjati yang dialirkan menggunakan pipa. Adapun penjualan air untuk satu tanki harganya murah hanya Rp25.000 saja,\" ujar Didi. (ags)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: