Korban Meninggal Gempa dan Tsunami Palu-Donggala Terus Bertambah

Korban Meninggal Gempa dan Tsunami Palu-Donggala Terus Bertambah

JAKARTA - Hingga Minggu (30/9) jumlah korban tewas terus bertambah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis bahwa hingga Minggu (30/9) jumlah yang meninggal sudah mencapai 832 orang. Kapusdatin dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan, dari jumlah tersebut, 821 di antaranya adalah warga Kota Palu. Sementara 11 sisanya diketahui berasal dari Donggala. “Jumlah ini masih akan bertambah mengingat banyak daerah yang belum terjangkau operasi SAR. Korban yang tertimbun bangunan masih banyak, yang belum teridentifikasi juga masih banyak,” kata Sutopo. Dari analisis BNPB, gempa dan tsunami berdampak pada 4 kabupaten di Sulteng. Yakni Kota Palu, Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Parigi Moutong. Tim Basarnas dan Tim SAR Gabungan melakukan pencarian di antara puing-puing Kota Palu. Di Hotel Roa-Roa, diperkirakan ada 50 hingga 60 baik tamu maupun karyawan yang tertimbun. Pencarian juga dilakukan di Mall Ramayana, Restaurant Dunia Baru, Pantai Talise, Perumahan Balaroa dan ribuan bangunan hancur lainnya. Personel dan peralatan tidak sebanding dengan jumlah bangunan yang runtuh. Kendala lain adalah terbatasnya akses komunikasi dan alat berat. Listrik juga masih padam. “Apalagi malam hari, penanganan sangat sulit karena kondisi gelap gulita,” katanya. Selain warga lokal, diketahui ada sekitar 71 orang Warga Negara Asing (WNA) yang diketahui berada di Palu saat musibah terjadi. 2 orang WNA asal Singapura dan Belgia selamat dan dievakuasi ke Jakarta. Sementara 1 orang WNA asal Korea Selatan, sampai saat ini kondisinya belum diketahui. “Korban diduga posisi berada di Hotel Roa Roa. Kondisi hotelnya rata. Runtuh karena gempa,” kata Sutopo. 3 orang WNA asal Perancis,  dan 1 WNA asal Malaysia sampai saat ini belum diketahui kondisinya. Sementara 1 WNA asal Jerman, 10 asal Vietnam, 32 asal Thailand dan 21 asal Tiongkok dilaporkan selamat. Gubernur Sulteng Longki Djanggola telah menetapkan status masa tanggap darurat selama 14 hari terhitung mulai 28 Oktober hingga 11 Oktober 2018. Dengan status ini, pemerintah daerah dan pusat memiliki otorisasi untuk mengerahkan personil, logistik, peralatan, dan anggaran. “Hari ini (kemarin) posko darurat di tiap kabupaten akan didirikan,” jelasnya. Mulai kemarin, para korban mulai dimakamkan secara masal. Pemakaman, kata Sutopo dilakukan setelah korban diidentifikasi tim Disaster Victim Idetification (DVI) Polda Sulteng. Sementara itu, selain listrik dan komunikasi yang belum pulih, terdapat kelangkaan BBM di kawasan terdampak. Warga juga mengambil bahan makanan dan minuman (mamin) di minimarket-minimarket. Sutopo mengatakan, aliran listrik darurat sangat tergantung dengan genset. Sementara Genset yang banyak disebar di lokasi tak bisa berjalan karena keterbatasan BBM. (dea/tau)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: