Tiga Pemilihan Paus, Asap Masih Hitam

Tiga Pemilihan Paus, Asap Masih Hitam

VATIKAN - Tidak adanya kandidat unggulan pengganti Paus Emeritus Benediktus XVI terasa pada konklaf (prosesi pemilihan paus) hari kedua kemarin. Pada tengah hari waktu setempat, yang keluar dari cerobong Kapel Sistine, tempat penyelenggaraan konklaf, adalah asap hitam. Artinya, dalam dua kali pemilihan pada sesi pagi kemarin, tidak ada nama yang berhasil meraih suara mayoritas. Hari pertama konklaf, Selasa (12/3), juga menghasilkan kepulan asap hitam. Pada hari pertama tersebut, 115 kardinal peserta konklaf melaksanakan satu kali sesi pemilihan pada malam (Rabu dini hari WIB). Pada hari-hari berikutnya, konklaf dapat mengadakan empat kali pemilihan sepanjang hari. Dua sesi pada pagi dan dua sesi pada petang. Kalau tak ada paus terpilih dalam dua kali pemilihan, asap hitam dinaikkan. Karena itu, dalam sehari, asap hitam hanya muncul dua kali. Yakni, pada akhir sesi pagi dan akhir sesi petang. Sebaliknya, kalau konklaf sudah berhasil memilih paus, asap putih bisa langsung disemburkan. Berdasar jadwal, sesi pemilihan pagi dihelat pukul 10.30 (16.30 WIB) dan 12.30 (18.30 WIB). Pemilihan sesi sore dilangsungkan pukul 16.30 (22.30 WIB) dan 18.30 (00.30 WIB). Karena itu, pada jam-jam tersebut lapangan Basilika Santo Petrus selalu penuh sesak. Plaza besar itu dijejali peziarah yang selalu mendongak ke atas, menanti fumata bianca (asap putih) muncul dari cerobong Kapel Sistine. Meski hingga tiga kali pemilihan belum ada paus terpilih, umat tak terlalu gelisah. Sebab, konklaf pada era modern rata-rata berlangsung tiga hari. Kardinal Joseph Ratzinger terpilih sebagai Paus Benediktus XVI setelah konklaf berlangsung dua hari dan empat kali pemungutan suara pada April 2005. Sementara itu, Kardinal Karol Wojtyla yang menjadi Paus Yohanes Paulus II pada 1978 terpilih dalam tiga hari konklaf dan delapan kali pemungutan suara. Hanya Kardinal Eugenio Pacelli (Paus Pius XII) yang bisa dipilih hanya dalam tiga pemungutan suara pada 1939. Karena itu, kemarin koran Italia La Stampa pun berani memasang headline \"Baru Besok Kita Punya Paus Baru\". Yang dinanti para peziarah bukan cuma pengumuman Habemus Papam (Kita Punya Paus Baru) dari balkon Basilika Santo Petrus. Asap putih dari Kapel Sistine plus dentang lonceng Basilika adalah atmosfer yang terus mereka tunggu. “Itu pasti jadi momen indah. Momen bersejarah. Sangat unik. Tapi, lebih asyik kalau hujannya berhenti,” kata Mgr Ronny Jenkins, Sekjen Konferensi Uskup Amerika Serikat, yang ada di antara ribuan peziarah di sekitar Kapel Sistine. Nama yang hingga kemarin terus santer disebut sebagai pengganti Paus Emeritus Benediktus XVI adalah Kardinal Angelo Scola, Uskup Agung Milan. Mengutip Matthew Bunson, editor Almanak Katolik dan penulis We Have a Pope! Benedict XVI, ABCNews mengatakan bahwa Scola adalah sosok teologis yang brilian. Scola, 71, juga punya daya intelektual yang mumpuni sebagai paus. Dia juga dikenal dekat dengan Benediktus XVI. Salah satu sisi positifnya, Scola tekun membangun spirit toleransi. Pada 2004, dia membangun Oasis Foundation yang menjembatani dialog antara Islam dan Kristen. Kalau terpilih, Scola akan mengembalikan kursi kepausan ke tangan orang Italia setelah 35 tahun. Nama yang juga masih favorit adalah Kardinal Odilo Scherer dari Brasil. Scherer yang menjadi anggota Dewan Kepausan untuk Meningkatkan Karya Penginjilan Baru tersebut dinilai sebagai sosok moderat. Jika terpilih, Scherer adalah paus non-Eropa pertama sejak Gregorius III yang menjabat hampir 1.300 tahun lalu. Kalau hari ini paus tidak terpilih, besok (Jumat) para kardinal beristirahat. Pemilihan akan diulang dengan format tiga hari konklaf-sehari rehat hingga paus terpilih. Maksimal sampai 34 kali pemungutan suara. Berdasar Universi Dominici Gregis, aturan tentang pemilihan paus yang dirilis pada 1996 oleh Paus Yohanes Paulus II, setelah 34 kali pemungutan suara, pemilihan dilakukan secara voting. Dua nama terkuat akan dipilih oleh peserta konklaf. Paus Emeritus Benediktus XVI juga merilis Motu Proprio, aturan yang menyebutkan bahwa aturan soal mayoritas 2/3 suara akan terus dipakai sampai paus terpilih. (Reuters/AP/c5/dos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: