Guar Bumi Jadi Alternatif Wisata Budaya

Guar Bumi Jadi Alternatif Wisata Budaya

MAJALENGKA - Tradisi sedekah bumi ketika hendak memulai masa tanam telah menjadi budaya kearifan lokal di beberapa desa. Terlebih, jika dikemas pelaksanaanya dengan unik, menjadi daya tarik tersendiri bagi masyatakat perkotaan. Bahkan, bisa jadi wisata alternatif budaya tradisional. Wakil Bupati Majalengka Terpilih, Tarsono D Mardiana menilai, ritual adat seperti guar bumi atau sedekah bumi bisa menjadi aset wisata yang layak dijual ke wisatawan, terutama asing. “Dampak dari BIJB, ritual adat seperti ini dapat menarik bagi orang perkotaan bahkan wisatawan asing. Tinggal bagaimana mempromosikannya kepada meraka. Majalengka punya banyak aset wisata yang potensial tinggal kemauan kita untuk mengelolannya,” ujarnya, di sela Guar bumi Desa Pilangsari Kecamatan Jatitujuh, Rabu (10/10). Bukan hanya itu, ritual tahunan semacam sedekah bumi bukan hanya merupakan sebagai rutinitas atau ritual yang sifatnya tahunan belaka. Akan tetapi tradisi sedakah bumi mempunyai makna yang lebih dari itu. “Ini sebagai bentuk rasa syukur dan menjadi salah satu bagian dari masyarakat yang tidak akan mampu dipisahkan dari adat istiadat dan kebudayaan,” tuturnya. Agenda sedekah bumi yang sudah menjadi rutinitas masyarakat ini merupakan salah satu jalan dan sebagai simbol penghormatan manusia terhadap tanah yang menjadi sumber kehidupan. Bahkan, lanjut Tarsono, menurut cerita dari nenek moyang terdahulu, tanah itu merupakan pahlawan yang sangat besar bagi kehidupan manusia di muka bumi. Maka dari itu tanah harus diberi penghargaan yang layak dan besar. “Sedekah bumi ini sebagai salah satu simbol paling dominan bagi para petani untuk menunjukkan rasa cinta kasih sayang dan sebagai penghargaan manusia atas karunia Allah yaitu bumi yang telah memberi kehidupan bagi manusia,” tuturnya. Lebih lanjut, dijelaskan Tarsono, guar bumi, hajat bumi, atau di beberapa daerah disebut dengan sedekah bumi, merupakan tradisi turun temurun masyarakat Desa Pilangsari, Kecamatan Jatitujuh, yang selalu dilaksanakan ketika memasuki awal musim tanam. Kades Pilangsari Didi Tarmadi menambahkan, hal itu dulunya selalu dilakukan para leluhur atau nenek moyang mereka. Kini, masyarakat di desanya melanjutkan kearifan lokal tersebut sebagai tradisi yang positif. “Kemudian doa bersama meminta kepada Sang Pencipta agar selalu diberikan kebaikan, khususnya saat melakukan penanaman dan saat panen nanti diberikan hasil yang melimpah. Juga mendoakan arwah para leluhur agar senantiasa berada dalam lindunganNya,” kata Didi. (azs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: