DPR RI Setujui RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan

DPR RI Setujui RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan

JAKARTA-Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan telah mendapat persetujuan menjadi RUU usul inisiatif dari 10 Fraksi DPR-RI lewat rapat paripurna, Selasa (16/10). Persetujuan RUU pesantren ini mendapat sambutan positif dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) yang sejak dulu memperjuangkan RUU Pesantren ini. Ketua Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan, pihaknya sudah melakulan pengawalan serius atas penyusunan RUU ini. Pasca disetujui oleh DPR, Fraksi PKB lantas membuka diri untuk kepada seluruh pihak memberikan masukan dan input terkait subtansi dan isu stategis yang belum terakomodir dalam RUU Pesantren ini. “Alhamdulillah, ini dengan harapan dalam waktu yang tidak terlalu lama akan lahir UU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang mengatur lebih khusus dari sistem pendidikan nasional, lex specialis derogate lex generalis,\" kata Cucun kepada wartawan di Ruang Fraksi PKB. Dijelaskan Cucun Ahmad, RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan secara umum pentingnya rekognisi negara terhadap penyelenggaraan pendidikan keagamaan berbasis masyarakat, yang selama ini berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, dan keterlibatan aktif dalam pembangunan nasional. “Adapun secara spesifik jati diri pesantren selama ini menjadi sistem norma (subkultur) yang mampu mentransformasikan nilai-nilai spiritual, moral dalam pembentukan karakter building di segala bidang kehidupan,\" jelasnya. Bersamaan dengan itu, Anggota DPR PKB Ibnu Multazam menerangkan, pesan dari RUU ini, keberadaan pesantren baik secara arkanul ma\'had maupun secara ruuhul ma\'had telah diatur tanpa memghilangkan kemandirian, dan karakteristik pesantren. “Mengingat masih banyak penyelenggaraan pesantren dan pendidikan keagamaan mengalami ketimpangan pada aspek pembiayaan, dukungan sarana prasarana, sumber daya manusia bermutu, dan lain-lain, maka menjadi penting keberpihakan negara terhadap pesantren dan pendidikan keagamaan agar memiliki kompetensi dan keunggulan yang berdaya saing global,” paparnya. Dijabarkannya hal-hal pokok yang diatur dan perlu masukan untuk disempurnakan dalam RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan secara garis besar berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: Pertama, penormaan secara aplikatif terkait dengan pengembangan 3 (tiga) peran pesantren:  sebagai lembaga pendidikan, sebagai lembaga penyiaran ajaran agama (dakwah Islam), dan sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat. Kedua, pengaturan mengenai pendirian pesantren bersifat fleksibel, tidak dibatasi pengakuannya hanya berdasarkan legal formal semata, karena terdapat 28 ribu lebih pesantren yang sebagian besar masih berbentuk salafiyah. “Ketiga, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya berkewajiban mengalokasikan pendanaan dalam penyelenggaraan pesantren dan pendidikan keagamaan. Dengan senantiasa mengedukasi dan mendampingi institusi keagamaan tersebut mampu menjalankan akuntabilitas sehingga terhindar dari potensi praktek penyimpangan adimisntrasi sekalipun,” tutur Multazam. Sebagai negara yang menjunjung tinggi kebhinekaan, lanjut Multazam, menjadi tugas konstitusinal untuk melindungi, memayungi secara yuridis keragaman agama-agama di Indonesia. “Pada usulan rancangan undang-undang ini maka diatur juga tentang Pendidikan Keagamaan Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu,” katanya. Mengenai ruang lingkup penyelenggaraan Pesantren dan Pendidikan Keagamaan meliputi pengelolaan, Anggota DPR PKB Marwan Dasopang menambahkan, pengaturan pendanaan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya berkewajiban mengalokasikan pendanaan dalam penyelenggaraan pesantren dan pendidikan keagamaan. Alokasi pendanaan dimaksud, sambungnya, merupakan prioritas anggaran kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah. “Selain pendanaan penyelenggaraan pesantren dan pendidikan keagamaan bersumber dari penyelenggara, masyarakat, dan sumber lain yang sah,” ulas Marwan. (rba/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: