Ribuan Guru Honorer Indramayu Masih Mogok Ngajar, Orang Tua Mulai Resah

Ribuan Guru Honorer Indramayu Masih Mogok Ngajar, Orang Tua Mulai Resah

INDRAMAYU – Aksi mogok mengajar tenaga honorer memasuki hari kedua, Selasa (16/10). Aksi yang dilakukan para guru itu mendapat perhatian dari para orang tua. Karena aktivitas belajar mengajar jadi berantakan. Orang tua siswa juga mulai resah sekalipun proses belajar tetap berjalan pasca Dewan Pendidikan (Wandik) Indramayu mengimbau Polri, TNI, Mahasiswa Universitas Wiralodra dan para guru purnatugas secara sukarela menggantikan posisi guru honor. Salah satu orang tua siswa, Hasanah menegaskan, bersama orang tua lainya merasa resah dengan aksi mogok mengajar yang dilakukan tenaga honorer itu. Ia khawatir jika para pengajar sukarelawan yang menggantikan peran guru honorer sewaktu-waktu berhenti mengajar dengan berbagai alasan. Hal ini membuatnya sebagai orang tua merasa dirugikan. “Polri dan TNI juga punya tugas sendiri. Tidak bisa mereka mengisi posisi itu (mengajar, red) untuk selamanya,” ujar Hasanah, orang tua siswa yang mengantar anaknya di SDN Paoman III Indramayu. Hasanah pun mengkritik langkah Kepala Dinas Pendidikan Kabupeten Indramayu, Ali Hasan, yang mempersilakan para guru honorer melakukan aksi mogok mengajar. Hasanah menegaskan, sikap Kadisdik mencederai dunia pendidikan. Menurutnya, pemerintah khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu seharusnya memerhatikan nasib para guru honorer. “Jangan bilang silahkan guru honor itu mogok, itu kan hak mereka. Pejabat model apa seperti itu? Memang cuma guru honor yang punya hak? Murid juga punya hak untuk mendapat pengajaran,\" tandasnya ketus. Kondisi itu membuat Hasanah dan para orang tua siswa mengaku prihatin. Aksi mogok mengajar membuat anak- anak mereka tidak dapat menerima layanan pendidikan secara maksimal. Ia meminta pemerintah untuk turun tangan mengatasi masalah ini. \"Kami orang tua juga punya hak menuntut karena anak kami ditelantarkan,\" lanjutnya. Sementara Anggota DPR RI Daerah Pemilihan Indramayu-Cirebon yang duduk di Komisi X, Dedi Wahidi sangat mendukung tenaga honorer, khususnya guru honorer untuk diangkat menjadi CPNS. Terutama mereka yang sudah mengabdi cukup lama. “Saya sangat mendukung tenaga honorer diangkat menjadi CPNS asal sesuai mekanisme, terutama mereka yang sudah cukup lama mengabdi,” tuturnya, Selasa (16/10). Menurut Dedi, aksi mogok mengajar yang dilakukan guru honorer sebenarnya dipicu penghasilan mereka yang tidak memadai. Padahal mereka sudah mengabdi cukup lama. Untuk itulah pemerintah harus mengangkat mereka menjadi CPNS. Kalaupun untuk saat ini belum bisa, tuturnya, maka harus ada upaya dari pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten untuk ikut memikirkan kesejahteraan mereka. “Salah satu upaya yang bisa dilakukan sebelum mereka diangkat menjadi CPNS, adalah dengan menaikkan honor mereka. Selama ini persentasi dana BOS untuk honor guru terlalu kecil. Kalah dengan persentase dana BOS untuk buku. Padahal buku-buku di sekolah sudah menggunung. Jadi akan lebih baik kalau persentase honor guru dari dana BOS ditingkatkan,” tandas mantan Wakil Bupati Indramayu ini. Dikatakan Dedi, honor bagi guru honorer mestinya tidak lebih rendah dari UMK. APBD provinsi maupun kabupaten mestinya bisa mengakomodir hal ini. Karena kalau honor wajar dan masa depan jelas, dipastikan guru honorer juga akan tenang dalam menjalankan tugasnya. Dedi Wahidi menambahkan, Komisi X DPR RI yang salah satunya membidangi masalah pendidikan, tidak pernah berhenti untuk memperjuangkan nasib guru honorer. Apalagi setiap tahun jumlah guru yang pensiun cukup besar. “Mestinya jumlah guru yang diangkat menjadi CPNS harus lebih banyak dibandingkan guru yang pensiun,” tandasnya. Meski demikian, Dedi Wahidi menegaskan, untuk masalah pengangkatan CPNS termasuk guru bukan kewenangan Kementerian Pendidikan, namun kewenangan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB). “Yang pasti kami dari Komisi X tak pernah berhenti untuk memperjuangkan nasib para guru honorer,” pungkasnya. (awr-mg/oet)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: