Komisi III DPRD Tak Setuju PKL Dilarang Berdagang 24 Jam
CIREBON–DPRD kembali menunjukkan sikap kontraproduktif. Atas produk regulasi yang dibuatnya. Peraturan Daerah (Perda) 2/2016 yang klausulnya menetapkan zona terlarang bertransaksi, dinilai tidak berkeadilan. Anggota Komisi III DPRD Jafarudin tidak setuju dengan hal ini. Apalagi ketika Jl Siliwangi dan Jl RA Kartini harus bebas pedagang kaki lima (PKL) 24 jam. “Kalau steril cuma siang hari, saya setuju. Kalau malam juga harus steril, saya tidak setuju,” ujar Jafarudin kepada Radar Cirebon. Larangan transaksi untuk PKL di enam ruas jalan rencananya bakal diterapkan bertahap. Perda 2/2016 memang tidak menyebutkan secara eksplisit ruas jalan mana saja. Berikut larangannya. Hanya memuat sanksi di pasal 37. Isinya; pelanggaran diganjar denda Rp500 ribu atau kurungan badan. Rincian mengenai enam ruas jalan yang harus bebas PKL ada di peraturan walikota (perwali). Termasuk penetapan enam zona larangan transaksi. Dalam produk regulasi turunan itu disebutkan; Jl Siliwangi, Jl RA Kartini, Jl Pemuda, Jl Sudarsono dan Jl Dr Wahidin Suridohusodo dan Jl Cipto Mangunkusumo steril dari PKL. Meski sebagai wakil rakyat yang jadi penyusun perda, namun ia menilai steril 24 jam telah menghilangkan esensi dari aturan itu. Sebab, judulnya adalah perda perlindungan dan pemberdayaan PKL. Steril 24 jam yang bakal diterapkan dinilai Jafar menghilangkan kesempatan berusaha. Terutama ekonomi kerakyatan yang muncul di malam hari. Sikap legislator terkait penataan PKL memang kerap berbenturan dengan aturan yang dibuatnya. Bukan sekali ini terjadi. Di momen Ramadan-Lebaran, DPRD dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sempat memanas. Gara-gara, aparat penegak perda berusaha menertibkan PKL di Alun-alun Kejaksan. Meski mengakui keberadaan PKL di alun-alun melanggar, namun dewan merasa aturan yang dibuat harusnya ada pengecualian. Sikap serupa terulang dalam pemberlakuan KTL di Jl Siliwangi. Dewan kembali menolak aturan itu. Terutama dengan klausul 24 jam steril. Jafarudin tak menampik, ini ada hubungannya dengan tahun politik. Legislator merasa perlu membela konstituennya. “Dewan tidak sepakat PKL disterilkan karena ini mau pemilu. Makanya dewannya pada belain. Ada konstituen mereka di situ,” ungkap dia. Politisi Partai Hanura itu meminta penertiban ditunda. Paling tidak sampai dengan pemilu selesai. Setidaknya sampai enam bulan ke depan. Apalagi sampai dengan sekarang pemkot belum ada kejelasan akan ditempatkan di mana para PKL itu. Ia juga menyebut, ramainya aktivitas di malam hari tidak lepas dari keberadaan PKL. Yang jadi masalah, pemkot sendiri tidak memiliki program pemberdayaan dan penataan. Andai program ini sudah dijalankan, ia tak menyoal bila penertiban semacam itu yang jadi pemilihan pemkot. Anggota DPRD Daerah Pemilihan Kejaksan-Lemahwungkuk ini juga menyinggung penertiban ini harus mempertimbangkan suasana politik. “Ini tahun politik. Kalau bisa tahun depan aja lah. Kita punya tanggung jawab moril ke mereka,” sebutnya. Ketua Forum PKL Erlinus Thahar juga tidak sepakat dengan larangan 24 jam untuk PKL. Menurut dia, aturan itu merenggut sumber mata pencaharian. Keberadaan Perda 2/2016, seharusnya tidak menjadi alat memberangus PKL. Tetapi menjadi acuan pemberdayaan. “Ini yang menjadi semangat awal dari inisiasi perda. Untuk perlindungan dan pemberdayaan PKL, bukan sebagai ancaman,” kata Erlinus. Apa yang menjadi terjemahan PKL dengan Satpol PP memang berbeda. Dalam wawancaranya dengan koran ini beberapa waktu lalu, Kepala Satpol PP, Andi Armawan menyinggung, bahwa hanya enam ruas jalan yang diminta dibebaskan. Itu pun bertahap. “Dari sekian banyak ruas jalan, kita cuma minta enam,” tuturnya. Untuk tahap pertama yakni Jl Siliwangi dan Jl RA Kartini. Satpol PP sudah melakukan pemasangan rambu dan sosialisasi kepada pedagang. Sebelum akhirnya akan dilakukan penindakan. Ini dikuatkan dengan pasal di Perda 2/2016 yang memuat larangan transaksi. Berikut sanksi untuk PKL dan warga yang kedapatan bertransaksi di zona bebas PKL. (abd)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: