Buruh Kabupaten Cirebon Tuntut Kenaikan Upah di Kisaran 20-25 Persen
CIREBON-Banjir investor di Kabupaten Cirebon tak bisa dihindari. Wilayah Timur Cirebon (WTC) menjadi lokasi para pengusaha. Ketetapan itu jelas tergambar di dalam Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cirebon tahun 2018-2038. Sekjen Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cirebon Raya Machbub meminta kepada Pemerintah Kabupaten Cirebon bisa menekan para investor untuk memperhatikan kondisi ketenagakerjaan yang ada di Kabupaten Cirebon. Artinya, setelah disahkannya RTRW di Kabupaten Cirebon meminta kepada pemerintah daerah harus bersikap tegas kepada para investor untuk memperhatikan ketenagakerjaan. “Jangan sampai RTRW yang baru itu. Tapi persiapan tentang mekanisme pengawasan ketenagakerjaan menjadi lemah,” jelas Machbub kepada Radar Cirebon. Dia mengaku, mengetahui bahwa banyak perusahaan di Kabupaten Cirebon, namun dengan jumlah pengawas yang sedikit. Tentunya, itu sangat menyulitkan untuk melakukan pengawasan tentang ketenagakerjaan di Kabupaten Cirebon. “Karena pengawasan itu mengawasi wilayah tiga. Jadi, sangat sedikit kawan-kawan dari pengawas yang bisa bergerak ke lapangan. Padahal, kami hanya meminta kepada pemerintah daerah agar perusahaan memprioritaskan hak-hak normatif ketenagakerjaan di masing-masing perusahaan,” ucapnya. Contohnya, tidak boleh memberikan upah di bawah UMK, kemudian hak normatif jaminan sosial BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan dan hak-hak normatif lainnya yang tidak boleh dipindahkan oleh perusahaan. “Kita tuntut kepada investor masuk ke Kabupaten Cirebon agar hak-hak normatif karyawan harus diberikan sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan,” jelasnya. Kaitan dengan UMK Kabupaten Cirebon yang sudah dikeluarkan melalui Menteri Tenaga Kerja di 2019 itu, akan naik sebesar 8,03% berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi dua unsur tadi, kata Machbub, pihaknya menolak. Sebab, kenaikan 8,03% itu tidak sesuai real lapangan yang terjadi. Karena apa? Bahan bakar naik, kebutuhan pokok naik, listrik dan lain sebagainya. “Oleh karena itu, kami meminta kenaikan UMK 2019 di Kabupaten Cirebon di kisaran 20 sampai 25%, bukan 8,03%. Kalau 8,03% itu akan menurunkan daya beli buruh, sehingga perekonomian akan menjadi lemah,” terangnya. Dia mendesak pemerintah segera menerapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK). UMSK itu adalah upah berdasarkan jenis sektor di masing-masing perusahaan. Entah itu industri kimia, industri rotan lain sebaiknya itu berdasarkan sektor. “Ini yang kita tegaskan segera pemerintah melakukan kajian agar UMSK 2019 bisa disahkan,” pungkasnya. Sebelumnya, para buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Cirebon menolak upah minimum tahun 2019 dengan kenaikan 8,03 persen. Pasalnya, berdasarkan realita kebutuhan hidup layak (KHL), seharusnya upah minimum minimal sebesar 20-25 persen. Ketua DPC SPN Kabupaten Cirebon Acep Sobarudin menyampaikan, meskipun saat ini dewan pengupahan Kabupaten Cirebon bersama tim belum melakukan survei KHL, namun sangat ironis bila upah minimum Kabupaten Cirebon disamakan dengan surat edaran dari Kementerian Ketenagakerjaan yang hanya naik 8,03 persen. “Ini sangat ironis. Kami tentu sangat keberatan dan menolak itu,” ungkap Acep. Menurutnya, persentase kenaikan sebesar 8,03 persen itu, berdasarkan surat edaran yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yang menetapkan formula kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Dia menegaskan, kenaikan upah minimum sebesar 8,03 persen akan membuat daya beli buruh jatuh. “Hal ini, karena kenaikan harga-harga barang seperti beras, telur ayam, transportasi (BBM), subsidi listrik banyak yang dihapus. Hingga sewa rumah kenaikannya lebih besar dari 8,03 persen,” tegasnya. (sam)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: