Dewan Akui Luput Awasi Proyek Jetty
KEJAKSAN - Proses hukum yang sedang membelit pegawai Dinas Kelautan, Perikanan, Peternakan, dan Pertanian (DKP3) Kota Cirebon, harus tetap berjalan. Di sisi lain, kegiatan harus pula tetap berjalan. Hal ini disampaikan anggota komisi B DPRD, Hendi Nurhudaya kepada Radar di kantornya, Rabu (20/3). Dikatakan, selama ini dewan tidak pernah mengetahui kehadiran dan alur proyek-proyek dari APBN maupun APBD Provinsi, sehingga luput mengawasinya. “Tiba-tiba ada proyek itu. Kita tidak bisa mengawasi lebih lanjut,” ujarnya. Jika itu sudah masuk ranah hukum, maka proses hukum tetap harus berjalan. Kasus ini dan kasus hukum lainnya terkait proyek APBN maupun APBD Provinsi, menjadi bahan pelajaran bagi seluruh pihak terkait. Ke depan, kata politisi PAN ini, dewan akan lebih selektif dalam meningkatkan pengawasan terhadap proyek-proyek yang berasal dari APBN maupun APBD Provinsi. Komisi B dan DPRD, akan meminta eksekutif untuk memisahkan antara kegiatan provinsi dan APBN. “Itu langkah yang kami ambil ke depan. Agar tidak terjadi lagi kasus dugaan korupsi atau penyalahgunaan proyek,” terangnya. Selama ini, ujar Hendi, komisi B hanya mengawasi kebijakan terkait penganggaran di OPD-OPD terkait. Hanya saja, untuk masuk sampai ke tahap pengawasan teknis, dikembalikan kepada instansi yang menanganinya. Sebagai contoh, proyek tempat menyandarkan kapal di pinggir pantai (jetty), dikelola oleh DKP3. Maka, dinas itu yang harus mengawasi jalannya proyek hingga selesai. Sekaligus, memastikan proyek yang dikerjakan kontraktor sesuai yang dijanjikan. Dia mengimbau, dinas teknis untuk lebih ketat melakukan pengawasan. Jika tidak mampu mengawasi, ujarnya, dinas teknis bisa menyewa pengawas lapangan atau konsultan yang kredibel dan bisa dipercaya. Tujuannya, agar pengawasan bisa optimal. “Jika diawasi secara ketat, kontraktor akan kesulitan jika ingin berbuat nakal,” tukas Hendi, yakin. Sudah menjadi keharusan, lanjutnya, pengerjaan kegiatan dari awal perencanaan hingga selesai, harus dilakukan dengan baik. Karena itu, instansi teknis saat melakukan seleksi, harus memberikan tugasnya kepada pihak yang tepat. Kemudian, dinas terkait dan rekanan melaksanakan dengan baik dan memberikan orang yang tepat dan memiliki kemampuan. “Pengawasan juga harus maksimal. Dalam rumus manajemen, planning, organizing, actuating, controlling,” ucapnya. Koordinator BPD Yabpeknas Cirebon, Wahyu Septaji SH mengatakan, kasus jetty DKP3 pasti berdampak pada pegawainya. Khususnya, pada kinerja dua PNS yang telah ditetapkan menjadi tersangka. Jika sudah demikian, kepala dinas yang bersangkutan harus bisa memotivasi dua bawahannya untuk tetap tegar dan bekerja sesuai kemampuan. “Dampak pasti ada. Bohong kalau tidak memikirkan. Namun, jangan sampai terlarut jauh,” ucapnya. Menurutnya, banyak kasus serupa akibat pengawasan yang kurang maksimal dari pejabat terkait. Atau, ada juga beberapa kasus yang memang sengaja dimainkan kedua pihak. Antara kontraktor dan oknum di dinas teknis yang menangani proyek itu. Sebagai contoh, dalam kasus Pemuda Gate, Kejaksaan menetapkan tersangka tiga orang. Dua dari DPUPESDM selaku dinas teknis, satu dari kontraktor. Hal ini, kata Wahyu, menunjukkan adanya kesepakatan dan kesempatan untuk melakukan itu. “Mental birokrasi harus dibenahi. Pengawasan dan kontrol dari masyarakat harus menyeluruh,” cetusnya. (ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: