Jauhi Virus HIV/AIDS, Bukan Orangnya

Jauhi Virus HIV/AIDS, Bukan Orangnya

CIREBON – Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Cirebon menargetkan pada tahun 2030 tidak ada lagi kasus penularan baru HIV dan tidak ada lagi kematian akibat AIDS. Salah satu caranya, dengan menggandeng sejumlah elemen masyarakat untuk turun tangan men- zero-kan stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Singkatnya, masyarakat harus menjauhi virusnya, tapi tidak menjauhi orangnya. Sekretaris KPA Kota Cirebon Sri Maryati, mengungkapkan, salah satu program penting dalam menangani persoalan HIV/AIDS, adalah dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk tidak menstigma dan mendiskriminasi ODHA. Program tersebut dinamakan Warga Peduli AIDS (WPA). (Baca: HIV/AIDS Kian Banyak, Butuh Perhatian Serius Pemkot-Pemkab Cirebon) Kegiatan utama WPA adalah bagaiamana masyarakat lebih peduli terhada ODHA di sekitar lingkungan tinggal mereka. “Di Cirebon alhamdulillah, kalaua kasus stigma tidak ada. Di beberapa wilayah, malah masyarakatnya membatnu ketika ada di antara mereka yang meninggal karena AIDS,” ujarnya belum lama ini. “Kita sendiri punya program yang namanya home base care untuk ODHA. Yaitu perawatan berbasis rumah. Sehingga kita juga melatih OHIDA (orang-oarang yang hidup dengan orang HIV/AIDS) atau lingkungan sekitar. Dengan adanya program warga peduli AIDS, kita berusaha men-zero-kan stigma dan diskrimimasi kepada para ODHA yang memang tinggal di wilayah mereka,” sambung Sri Maryati. Sejauh ini, di Kota Cirebon sudah terdapat 18 WPA di tingkat kelurahan. Mereka dibentuk oleh KPA dan disahkan dengan surat keputusan (SK) kepala kelurahan. Kegiatan-kegiatan dilakukan antara lain memberikan informasi kepada masyarakat di tingkat RW. “Contohnya WPA di Kelurahan Drajat, itu sangat luar biasa. Karena mereka mengalokasikan anggarannya melalui anggaran keluarahan. Dan mereka dengan inovatif menyosialisasikan sampai ke tingkat RW, itu yang sangat luar biasa,” imbuhnya. Selain Kelurahan Drajat, beberapa kelurahan lainnya seperti Kelurahan Kecapi hingga Kecamatan Harjamukti, juga melakukan hal serupa. Walaupun bukan bagian dari ODHA mereka serius menggelar kegiatan rutin yang dilaksanakan secara berkala. WPA umumnya diisi para ibu kader posyandu, karang taruna dan para ketua RW yang gigih memperjuangkan agar wilayah mereka bersih dari HIV. Namun juga tidak ada stigma atau diskriminasi pada ODHA tersebut. “Kelurahan Kecapi itu juga luar biasa, mereka punya program remaja peduli AIDS. Bahkan sampai punya kegiatan kemah remaja. Yang salah satu materinya kami yang menyampaikan. Yang kami apresiasi juga, para remajanya memobilisir teman-teman mereka sendiri agar mereka mau tes HIV,” bebernya. Dukungan masyarakat untuk tidak menstigma dan diskriminasi terhadap AIDS sangat dibutuhkan untuk menguatkan para ODHA. Sebab, secara psikis, ODHA kerap merasa menjadi orang yang kurang beruntung setelah diketahui positif HIV. “Walaupun untuk pengobatan atau kuratifnya sudah tersedia di Rumah Sakit Gunung Jati atau puskesmas, juga sudah ada semua kita siapkan disitu. Tetapi rata-rata awal mereka positif banyak juga yang merasa tidak beruntung dan merasa putus asa. Karena beberapa klien yang datang juga langsung menyatakan menyerah. Mereka bilang saya menyerah bu. Itu tadi yang kita kuatkan bahwa kamu tidak sendiri bahwa kamu ada kita di sini yang Insya Allah membantu,” katanya. Di sisi lain, mereka juga memiliki komunitas atau kelompok  orang yang positif HIV. Mereka mengelompokkan diri dan kerap melakukan komunikasi dan pendampingan kepada mereka yang mengalami hal serupa. Perkumpulan yang dinamai Kelompok Pedamping Sebaya (KPS), yang terdiri dari para ODHA, hadir dari di tingkat kota hingga di semua kecamatan. “Bahkan di luar Kota Cirebon karena nyaman bergabung dengan kita. Misinya, mereka saling menguatkan sesama para ODHA. yang kedua kita juga beri pemahaman dan penguatan supaya yang terpenting mereka mau mengonsumsi obat ARV profilaksis. Karena kan butuh kepatuhan minum obat seumur hidpup,” terangnya. Dari sisi ekonomi, KPA bersama Kelompok Pedamping Sebaya (KPS) berupaya mengakomodir kebutuhan para ODHA. Terlebih, para ODHA yang tidak memiliki suami dan menjadi kepala keluarga. “Mereka pasti membutuhkan modal untuk usaha, nah ini yang kami sedang komunikasikan dengan dinas sosial,” katanya. Sri Masryati bersyukur, di Kota Cirebon, para ODHA banyak memberikan manfaat kepada masyarakat. Mereka juga turut aktif dalam berbagai kegiatan. Meski masyarakat tidak mengetahui yang bersangkutan positif HIV. “Hanya beberapa kasus, yang masyarakat tidak tahu. Tetapi ada juga yang tahu, dan masyarakat tetap mensuport yang bersangkutan,” lanjutnya. Seperti diberitakan sebelumnya, di Kota Cirebon, total 58 kasus HIV yang ditemukan periode Januari-Oktober tahun 2018. Termasuk 9 kasus di antaranya adalah bayi positif HIV sejak lahir. Sedangkan total kasus HIV/AIDS di Kota Cirebon sejak tahun 2006, tercatat sebanyak 984 kasus. Itu sekaligus menghantarkan Kota Cirebon masuk 10 besar kota dengan kasus HIV/AIDS tertinggi di Jawa Barat. Sedangkan di Wilayah 3 Cirebon di urutan ketiga setelah Indramayu dan Kabupaten Cirebon. Walaupun hanya 439 yang ber-KTP Kota Cirebon, sisanya luar Kota Cirebon. Tetapi melakukan aktivitas dan kegiatan di Kota Cirebon. Sampai hari ini tercatat 59 orang yang meninggal akibat HIVAIDS dari tahun 2006. Selain pencegahan, progarm KPA mencegah penularan virus HIV adalah dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat. Masyarakat juga tidak perlu takut, lantaran penularan virus hanya terjadi melalui jarum suntik, darah, cairan seperma, cairan vagina dan air susu ibu yang terinfeksi. Sisanya dampak sosial tidak akan tertular. Namun yang jelas bahwa penyebab utamanya yaitu melalui hubungan seksual yang berisiko, baik yang hetero maupun homoseksual. (day)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: