Gandeng PPATK, KPK Segera Panggil Menpora
JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus melakukan pendalaman terkait dugaan suap dana hibah Kemenpora ke KONI. Komisi antirasuah ini kemungkinan memanggil Menpora Imam Nahrawi untuk dimintai keterangan, meski pun tidak diumumkan secara pasti pemanggilan itu. Ketua KPK Agus Raharjo menegaskan, tim penyidik masih terus mendalami segala kemungkinan yang terjadi terkait mekanisme pengajuan dan pemberian dana hibah. Pemeriksaan perdana terhadap saksi rencananya akan digelar mulai Januari 2019. “Tunggu saja. Kalau pemeriksaannya pasti, pasti diklarifikasi, pasti dimintai keterangan,” ujar Agus Raharjo kepada awak media, Jumat (28/12). Dikatakannya, KPK akan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) demi menelusuri seluruh transaksi keuangan para tersangka. Karena, diduga ada transaksi antar rekening terkait kasus tersebut. “Peran PPATK sangat bagus dan kita akan melakukan pemeriksaan atau pendalaman,\" terang pria kelahiran Magetan pada tahun 1956 itu. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, transaksi keuangan antartersangka serta pihak lain menjadi salah satu aspek yang didalami penyidik. Selain itu, pihaknya juga akan memeriksa mekanisme pengajuan dana hibah, mulai dari pengajuan, pembahasan, dan persetujuan proposal, hingga serah terima dana. “Karena dalam penanganan perkara korupsi sebagaimana diatur UU Tipikor, aspek keuangan tersangka ataupun pihak lain yang terkait itu juga menjadi perhatian penyidik,” papar Febri. Terkait indikasi korupsi di sektor lain, Febri belum bisa berkomentar banyak. Namun, indikasi-indikasi itu bakal menjadi masukan bagi penyidik yang tengah menangani perkara di Kemenpora saat ini. Masukan tersebut akan ditindaklanjuti dengan memeriksa tersangka dan saksi-saksi lain yang kompeten. Pemeriksaan tersangka dan saksi-saksi mulai dilakukan Januari 2019, tuturnya. Terpisah, Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (Alaska) melalui Koordinatornya, Adri Zulpianto menilai, OTT KPK di Kemenpora hanya mampu menangkap deputi dan staff Menpora maupun KONI, ketimbang melanjutkan penyelidikan dan penyidikan terhadap para pemegang kuasa atas anggaran dana hibah yang diduga ada praktik kotor berpotensi merugikan negara. “KPK dapat menangkap pelaku yang mampu menggerakkan kenapa tindak pidana korupsi tersebut dapat dilakukan oleh deputi di Kemenpora,” ungkap Adri dalam keterangan tertulis yang diterima Fajar Indonesia Network (FIN). Alaska berharap, KPK akan melakukan hal yang lebih hebat daripada sekadar menahan dan menjadikan deputi Kemenpora sebagai tersangka, sehingga pelaku utama yang menggerakan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan deputi Kemenpora dapat juga ditindak Lebih lanjut, Adri menduga, tidak mungkin tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh deputi di Kemenpora bisa dilakukan apabila tidak ada dukungan dan perlindungan dari pihak yang lebih besar dan memiliki jabatan yang lebih tinggi di Kemenpora. “Dugaan tersebut wajar, apabila kami melihat kembali laporan dari lembaga Center for Budget Analysis (CBA) yang dipetieskan oleh Kejaksaan Negeri, karena laporan kami terhadap dugaan tindak pidana korupsi tersebut tidak ditindak lanjuti,” tegasnya. Sebagaimana diberitakan, kasus suap dana hibah terkuak setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kemenpora pekan lalu. KPK telah menetapkan Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Mulyana, Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, dan Bendahara Umum KONI Johny Elly Awuy sebagai tersangka. Dalam OTT Selasa (18/12) dan Rabu (19/12), tim KPK berhasil mengamankan 12 orang. Kelima di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Mereka yakni Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Jhonny E. Awuy sebagai pihak pemberi. Sementara sisanya Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo, dan staf Kemenpora Eko Triyanto sebagai pihak penerima. KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji terkait penyaluran bantuan dari pemerintah melalui Kemanpora kapada KONI tahun anggaran 2018. Serta, gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Atas perbuatannya, sebagai pihak pemberi, Ending Fuad Hamidy dan Jhonny E Awamy disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sementara, pihak penerima yaitu Mulyana, Adhi Purnomo, dan Eko Triyanto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TIndak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (gie/riz/fin/ful)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: