Pesisir Wilayah Timur Cirebon Jadi Incaran Investor Industri
CIREBON–Rencana pembangunan kawasan industri di Losari bukanlah isapan jempol. Bahkan, pengusaha pun sudah mengantongi izin fatwa. Tidak tanggung-tanggung, luas lahannya mencapai 500 hektare. Masalahnya, hingga saat ini, belum ada rekomendasi alih fungsi lahan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislakan) Kabupaten Cirebon. Kepala Bidang Pemberdayaan Dislakan Kabupaten Cirebon Yanto mengakui, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTST) sudah mengeluarkan fatwa terkait rencana industrialisasi di kawasan Losari. Saat ini, lahan yang sudah difatwakan seluas 500 hektare. Namun demikian, Yanto mengaku tidak pernah mengeluarkan rekomendasi alih fungsi lahan tambak garam maupun udang untuk industri tersebut. “Silakan ditelusuri. Kita juga kaget karena kita tidak pernah keluarkan rekomendasi. Tapi yang jelas, informasi yang kami dapat saat ini sudah keluar fatwa dari DPMPTST dengan luas lahan sekitar 500 hektare. Yang 1.500 hektare belum keluar fatwanya,” ucapnya. Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon R Cakra Suseno mengatakan, DPRD akan merumuskan dan mewacanakan untuk membuat peraturan daerah untuk melindungi wilayah pesisir pantai di Kabupaten Cirebon. Hal tersebut dilakukan, karena pertumbuhan industri di Cirebon saat ini begitu masif, terutama yang memanfaatkan wilayah pesisir pantai. Menurutnya, kondisi Cirebon tidak lepas dari kebijakan pemerintah pusat. Salah satunya, soal kebutuhan energi listrik juga termasuk beberapa investasi lainnya yang penempatan ruangnya berada di wilayah pesisir. “Setelah pemerintah pusat menetapkan Cirebon sebagai salah satu wilayah untuk pusat kegiatan strategis nasional, tentu harus diimbangi dengan kesiapan dari Pemkab Cirebon menyiapkan formulanya. Sehingga, perubahan dan pola kegiatan tersebut tidak memberikan dampak negatif bagi masyarakat sekitar,” ujar Cakra. Berbeda dengan areal pertanian seperti sawah dan lain-lainnya yang bisa diperbanyak ataupun dipindah lokasinya, areal kawasan pesisir tetap stagnan jika areal tersebut digunakan, maka tidak bisa dipindah ke wilayah lain. “Panjang pesisir pantai kita kan sekitar 71 km. Nah, kita belum lihat nih pemanfaatan untuk industrinya nanti berapa kilometer. Masalahnya kan kalau ini dipakai, tentu kita tidak bisa menggantinya. Karena ya kita cuma punya segitu-gitunya. Beda dengan lahan pertanian bisa dibuka atau dibuat serta bisa dipindah letaknya,” imbuhnya. Oleh karena itu, menurut Cakra, keberadaan aturan atau payung hukum yang bisa digunakan untuk memastikan keberlanjutan kawasan pesisir perlu dirumuskan dan dibuat, agar kearifan lokal yang ada saat ini seperti produksi garam, tambak bandeng, udang dan lain-lain bisa dilihat dan dinikmati oleh generasi penerus. “Kita coba lihat ya, kalau memungkinkan akan kita upayakan agar perda itu dibuat. Sama seperti lahan pertanian berkelanjutan, nantinya yang jumlahnya dikunci. Nanti juga untuk kawasan pesisir perlu kita kunci. Tapi tentu tidak mengganggu atau bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya,” jelasnya. Terpisah, Kuwu Desa Waruduwur Dudi Suhaedi kepada Radar Cirebon menuturkan, tumbuhnya industri di wilayah Cirebon Timur, khususnya di wilayah Waruduwur tetap harus bisa mengakomodir dan menjamin serta bisa berdampingan dengan kearifan lokal. Sehingga, meskipun industri tumbuh, namun masyarakatnya bisa merasakan dampak positif dari keberadaan industri tersebut. “Yang terpenting, industri itu harus dirasakan dampak positifnya. Jangan hanya masyarakat sekitar diberikan dampak negatifnya saja. Para pimpinan di atas juga perlu memikirkan formula yang tepat agar industri dan kearifan lokal tidak saling membunuh. Tapi bersinergi dan berjalan berdampingan,” ungkapnya. (dri)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: