Pemikiran Gus Dur Masih Relevan
KUNINGAN - Sekelompok anak muda Kuningan yang tergabung dalam Kolong Ciremai Institute (Konci) mengadakan diskusi ringan soal pemikiran almarhum KH Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur. Disukusi berlangsung di Kedai Kopi Villa Kampung Gunung, Kuningan. Diskusi itu pun sebagai wujud mengenang dan meneladani sikap serta gagasan Gus Dur. Sekaligus sebagai momentum Haul Gus Dur ke-9 tahun. Hadir dua narasumber yang tak lain mantan aktivis Dedi Slamet Riyadi atau akrab disapa Dedi Ahimsa dan Arif Budiman. Kedua narasumber cukup kental dengan dunia pergerakan, semasa masih aktif di bangku perkuliahan. Kini Dedi Ahimsa menduduki jabatan sebagai Kepala KUA Lebakwangi, dan Arif Budiman menjadi Dosen Universitas Islam Al Ihya Cigugur. Kedua narasumber tersebut kini banyak terlibat di dunia literasi, termasuk tentang Gus Dur. Bahkan, baik Dedi Ahimsa maupun Arif Budiman merupakan lulusan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Dedi Ahimsa juga aktif menerjemahkan beberapa buku dari Bahasa Inggris dan Arab untuk penerbit nasional. Sedangkan Arif Budiman pernah mengangkat penelitian soal pemikiran Gus Dur. Koordinator Kolong Ciremai Institute, Sopandi mengatakan bahwa diskusi dengan tema Pesan Gus Dur untuk Generasi Milenial ini memberikan pesan agar generasi kekinian harus menggiatkan budaya membaca. Sekaligus merefleksikan ide-ide Gus Dur. Sebab hal itu masih sangat relevan untuk diterapkan atau diteladani generasi milenial. “Meskipun beliau sudah wafat sembilan tahun silam, atau meskipun ide-idenya disampaikan puluhan tahun yang lalu, tetapi tetap relevan untuk diterapkan saat ini,” ujarnya. Menurutnya, yang patut dicontoh generasi saat ini bahwa Gus Dur mampu menyelesaikan persoalan yang ada dalam dirinya sendiri. Demi menjunjung tinggi kemanusiaan, Gus Dur rela atau seolah tak peduli berapa banyak orang mencela atau mengkritiknya. “Bahkan Gus Dur tidak ragu untuk mengorbankan citra dirinya, hanya untuk membela korban yang seharusnya dibela. Citra diri yang baik atau image adalah barang mahal bagi siapa pun, apalagi bagi politisi. Hal itu tidak berarti bagi Gus Dur. Nah ini yang harus dicontoh oleh generasi saat ini. Jangan sampai justru lebih menjaga image sendiri, dan bernaung dalam kemunafikan,” ungkapnya. Baginya, hal yang lebih penting dicontoh dari Gus Dur adalah kearifannya dalam menyikapi keberagaman yang terjadi di masyarakat. Apa pun perbedaan yang terjadi di masyarakat, disikapinya dengan arif dan bijaksana. Hal itu jauh berbeda dengan apa yang terjadi saat ini, di mana perbedaan cenderung dibesar-besarkan sehingga memicu perpecahan. “Dari Gus Dur kita juga belajar bagaimana cara beragama yang baik melalui gagasan pribumisasi Islamnya. Cara ini adalah bagaimana kita beragama dengan tetap menjunjung tinggi budaya sendiri,” terangnya. Sopandi menilai, memilih tokoh bangsa sekaliber Gus Dur sebagai bahan refleksi sebagai bentuk penghormatan generasi bangsa terhadap Guru Bangsa, sekaligus Presiden RI ke-4. Upaya ini penting dilakukan, termasuk di Kabupaten Kuningan. “Tidak hanya Gus Dur, kami bersama teman-teman di Konci berupaya menghadirkan ide dan gagasan siapa pun. Termasuk para pendahulu bangsa yang relevan bagi kondisi berbangsa, beragama dan bermasyarakat saat ini,” tutupnya. (ags)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: