Memutus Rantai Jaringan Perdagangan Manusia

Memutus Rantai Jaringan Perdagangan Manusia

Selama tahun 2018, sebanyak 54 pekerja migran Indonesia (PMI) diketahui bermasalah. Hal tersebut berdasarkan pengaduan yang masuk ke Dewan Pimpinan Cabang Serikat Buruh Migran Indonesia (DPC SBMI) Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Baca: 54 Buruh Migran Bermasalah, Paling Banyak Terjerat Tindak Perdagangan Orang Menurut KPAI dalam situsnya, ada dua faktor penting yang mendorong terjadinya perdagangan manusia. Pertama, faktor internal. Dalam faktor internal, kondisi geografis Indonesia yang adalah kepulauan memberikan peluang bagi terjadinya perdagangan melalui laut. Selain itu pula, negara Indonesia terletak begitu dekat dengan negara pengguna jasa TKI. Tidak hanya itu, kemiskinan, lapangan kerja terbatas, pertambahan pengangguran sebagai akibat dari lemahnya ekonomi juga berpengaruh. Ditambah lagi, lemahnya keamanan dalam bentuk pengawasan terhadap penyedia jasa TKI, keterbatasan aparat keamanan, serta lemahnya koordinasi instansi terkait juga memengaruhi. Selain itu, pendidikan yang rendah juga memengaruhi terjadinya perdagangan manusia. Kedua, faktor eksternal. Semakin berkembangnya teknologi, informasi dan tranportasi memperlancar aktivitas perdagangan manusia. Oleh karenanya, masyarakat harus selalu berhati-hati dalam berselancar di dunia maya. Prof. Irwanto selaku ketua ECPAT (End Child Prostitution in Asian Tourism) Affiliate Grub of Indonesia memberikan beberapa rekomendasi penting yang dianggap dapat meminimalisir terjadinya perdagangan manusia. Solusi pertama yakni dengan pemberian pengetahuan kepada masyarakat melalui sosialisasi dan penyuluhan. Sosialisasi tersebut harus dilakukan tidak hanya kepada masyarakat menengah ke atas tetapi juga kepada masyarakat bawah. Mengapa? Karena perdagangan manusia umumnya terjadi pada masyaarakat dengan kelas pendidikan yang cukup rendah. Namun, tidak menutup kemungkinan terjadi pula pada masyarakat yang pendidikannya cukup. Adanya sosialisasi saja, dianggap kurang signifikan dalam mengatasinya karena sosialisasi hanya dapat dilakukan oleh pemerintah ataupun organisasi-organisasi yang anti perdagangan manusia. Sehingga Prof. Irwanto seperti dilansir dari ecpatindonesia.org menambahkan masyarakat harus saling mengingatkan akan masalah perdagangan manusia. Dengan kata lain, peran masyarakat diperlukan juga dalam menangani kasus perdagangan manusia. Ini menjadi solusi kedua dalam mengurangi kasus perdagangan manusia. Setelah mengetahui dan menginformasikan kepada orang lain, masyarakat diharapkan untuk turut aktif dalam menyelesaikan akan masalah tersebut. Aktif di sini, bukan berarti kita harus menangkap dan menghukum para pelaku tetapi dengan cara melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang berwajib ataupun melakukan sosialisasi mengenai perdagangan manusia melalui media sosial, kita telah membantu mengurangi terjadi perdagangan manusia. Meningkatnya perdagangan wanita dan anak harus menjadi perhatian semua kalangan. Perdagangan wanita dan anak jika dibiarkan akan merusak satu generasi bangsa. Dari wanita terlahir para pemimpin bangsa, dan dari anak berkembanglah jutaan pioner yang dapat membawa suatu bangsa ke masa depan yang lebih baik. Indonesia merupakan salah satu negara asal utama bagi korban pekerja paksa dan korban perdagangan seks. Setiap provinsi di Indonesia merupakan daerah asal sekaligus tujuan perdagangan orang. Pemerintah memperkirakan sekitar 1,9 juta dari 4,5 juta warga Indonesia yang bekerja di luar negeri—kebanyakan dari mereka adalah perempuan—tidak memiliki dokumen atau telah tinggal melewati batas izin tinggal. Baca: Siapa Bilang Perdagangan Manusia Sudah Musnah? Pemerintah Indonesia melalui tujuh kementerian dan lembaga tinggi negara meresmikan Nota Kesepahaman terkait isu perdagangan manusia. Kesepakatan ini diinisiasi untuk menangani tindak pidana perdagangan orang (TPPO) serta melindungi warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Ketujuh kementerian dan lembaga tinggi itu di antaranya Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, Kepolisian RI, Kejaksaan RI, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Melalui penandatanganan nota kesepaham tersebut, ketujuh kementerian/lembaga sepakat untuk meningkatkan efektivitas kerja sama dan koordinasi dalam rangka memberantas tindak kejahatan perdagangan orang yang melibatkan WNI di luar negeri sebagai korban. \"Komitmen pemerintah dalam melindungi WNI sangat signifikan dan ini merupakan prioritas politik luar negeri Indonesia,\" ujar Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi. Retno mengatakan nota kesepahaman yang ditandatangani tujuh kementerian/lembaga itu bertujuan untuk menciptakan mekanisme rujukan nasional dalam penanganan WNI korban TPPO di luar negeri, sehingga para korban dan kasus-kasus yang ada dapat ditangani dengan lebih optimal. Nota Kesepahaman tersebut memuat berbagai bentuk kerja sama yang akan dilakukan oleh ketujuh kementerian/lembaga terkait lima bidang, yaitu identifikasi bersama, penanganan korban, kegiatan pencegahan bersama, pertukaran data dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Dalam acara penandatanganan nota kesepahaman itu, Kemlu RI juga meluncurkan sebuah video animasi singkat yang mengilustrasikan tentang bahaya kejahatan perdagangan orang. Selain itu, Kementerian Luar Negeri juga meluncurkan tagar #koalisiantitrafficking yang secara resmi diunggah ke dalam akun Twitter Kemlu untuk menjangkau kalangan pengguna media sosial dan membantu penyebaran pesan perlawanan terhadap kejahatan perdagangan orang. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: