17 Tahun Jualan Otak-otak, Mimi Rumsih Pindah dari Jalanan ke Ruko

17 Tahun Jualan Otak-otak, Mimi Rumsih Pindah dari Jalanan ke Ruko

CIREBON-Bermodal gerobak sederhana di tepian Jl Cipto Mangunkusumo usaha ini dibangun. Kemudian berganti ke konsep food truck. Sebentar lagi, Otak-Otak Mimih Rumsih, pindah ke tempat baru. Menyewa sebuah ruko. Bagi pelajar generasi milenium, Otak-otak Smanda pastinya tidak asing. Usaha makanan ringan yang dirintis Mimih Rumsih. Salah satu pelopor kuliner otak-otak. Yang bisa jadi contoh, bagaimana pedagang kaki lima bertransformasi ke usaha yang lebih besar. Tahun 2002 menjadi awal mula kisah sukses Otak-otak Smanda dimulai. Mimi Rumsih ketika itu berjualan tepat di depan gerbang SMAN 2 Kota Cirebon. Masih dengan gerobak kecil, dengan dagangan yang juga tidak banyak variannya. Tak ada yang istimewa. Delapan tahun berselang, Mimi Rumsih menemukan titik balik usahanya. Sejak itu pula bisnisnya makin berjaya. Ia mulai menjajakan otak-otaknya dengan mobil. Dari sana lapaknya semakin ramai. Penamaan Otak-otak Smanda sendiri dikarenakan ia berjualan di depan SMAN 2. Padahal penamaan aslinya Otak-otak Mimih Rumsih. “Orang-orang taunya Otak-otak Smanda. Ya sudah biar gampang,” ucap Mimi Rumsih, yang ditemui wartawan koran ini, Senin (28/1). Setelah berjualan dengan mobil, beberapa tahun terakhir usahanya pindah ke atas trotoar. Jalan ini terpaksa ditempuh karena makin banyaknya PKL yang menempati trotoar. Meski ia pun menyadari penggunaan akses pejalan kaki untuk berjualan merupakan tindakan menyalahi aturan. Ketika ada rencana pemerintah untuk melakukan penataan PKL, Mimih Rumsih menjadikan ini sebagai momen untuk meningkatkan usahanya. Sudah terpampang jelas papan nama bertuliskan Otak-otak Mimih Rumsih Smanda di depan salah satu ruko di Jalan Cipto Mangunkusumo. Ia menggunakan ruko dua lantai. Alasannya, berusaha taat dengan peraturan pemerintah. Juga ingin mengembangkan usahanya jadi lebih besar. \"Mau nggak mau harus taat aturan. Namanya kita jualan di trotoar itu kan sebetulnya ya dilarang,” ucapnya. Usaha otak-otak ini terlihat sederhana. Namun mempertahankan pelanggan tentu tidak mudah. Mimi Rumsih pun terus meningkatkan kualitas bahan yang dipakai. Dari minyak goreng, bumbu, juga sambal.  Ini yang khas dari Mimi Rumsih. Sambal terasi. “Kata orang-orang yang suka beli sih, itu yang bikin mereka jadi langgan di sini,” tuturnya. Sejak dijual satu porsinya Rp3 ribu, Rp5 ribu, Rp7 ribu hingga kini dihargai Rp10 ribu, omzet yang didapatkannya terbilang lumayan. Ia tak berani menyebutkan detilnya. Tapi, dalam sehari Mimih Rumsih bisa menghabiskan sekitar 1 kuintal kentang dan 50 kilogram otak-otak. Sementara itu banyak perbedaan signifikan yang mulai dirasakan Rumsih sekeluarga dari hasil penjualan otak-otak. Dulu Mimi Rumsih berjualan hanya berdua dengan sang suami dan dibantu ketiga anaknya. Kini ia sudah memiliki 15 karyawan yang sudah memiliki tugas masing-masing. Bukan hanya itu, kesuksesannya juga berlanjut dengan memiliki dua cabang, yakni di depan SMAN 2 Cirebon dan di Jl Sutawinangun (Pecilon). Tapi cabang Smanda inilah yang jadi tumpuan usahanya. “Mungkin orang taunya kan Smanda. Jadi nyarinya ya di Smanda. Makanya cari ruko yang dekat-dekat Smanda,” katanya. Otak-otak Mimih Rumsih mulai  Februari akan pindah ke ruko tersebut. Sejak itu pula ia sudah tidak menggunakan trotoar di Jl Cipto Mk. Ia pun mengakhiri statusnya sebagai PKL. Naik kelas dari pengusaha kuliner. Untuk keperluan ini, ia berinvestasi dengan dana yang lumayan besar. Menyewa ruko di jalan utama, tentu tidak murah. Juga dengan risikonya kelak. Mengingat otak-otak ini kadung terkenal dengan konsep kaki lima. Tapi, Mimi Rumsih juga sadar. Usahanya mesti berkembang. Ia beranikan diri ambil ruko itu. Ada lahan parkir. Juga cukup luas untuk ruang geraknya. Pelanggan juga lebih nyaman. \"Sudah kita siapkan semua. Jadi bisa langsung pindah. Sekarang mah aman lah, nggak  di jalan lagi,\" tutupnya. (myg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: