Sidang kasus suap perizinan proyek Meikarta menyoroti dugaan aliran dana rasuah kepada Sekretaris Daerah Jawa Barat, Iwa Karniwa. Meski dikonfrontasi dengan keterangan saksi lain, Iwa tetap menyangkal menerima uang ratusan juta.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (6/2), jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan saksi anggota DPRD Jabar Fraksi PDIP Waras Wasisto, anggota DPRD Bekasi Fraksi PDIP Sulaeman, asisten Billy Sindoro, Gentar Rahma Pradana dan ASN Pemkab Bekasi, Polmentra.
Sulaeman menyebut Sekretaris Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bekasi, Hendry Lincoln, meminta dipertemukan dengan Waras Wasisto. Permintaan disanggupi.
Pertemuan terjadi antara Sulaeman, Waras, Hendry dan Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi di kilometer 39 tol Cipularang. Dua pekan setelahnya mereka bertemu Iwa di kilometer 72.
\"Pada saat Neneng Rahmi dan Hendry pulang, Pak Iwa mengatakan \'ada titipan tuh nanti buat bikin banner\',\" ujar Sulaeman dalam keterangannya kepada jaksa.
\"Apakah disampaikan berapa besar permintaan?,\" tanya jaksa.
\"Tidak, cuma saat itu ada kode \'tiga\' dari pak Iwa yang didengar saya dan pak Waras,\" jawab Sulaeman.
\"Bagaimana kodenya?,\" tanya jaksa.
\"Itu nanti ada pemberian banner ke kita ya sekitar tiga. Nah tiga itu nggak paham apa,\" kata Sulaeman.
Jaksa lantas membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Sulaeman. Dalam BAP tersebut, Sulaeman mengaku 3 yang dimaksud merupakan duit Rp3 miliar.
Usai dibacakan BAP tersebut, Sulaeman justru meralat BAP tersebut. Dia menyebut saat diperiksa penyidik, dia belum mengetahui 3 yang dimaksud itu apa.
Waras kemudian menyebut ada pemberian uang kepada Iwa selain banner dari Pemkab Bekasi. Uang itu disebut berjumlah Rp500 juta yang diserahkan pada tahap ketiga.
Usai pertemuan di Gedung Sate itu, Waras mengaku mulai mendapatkan titipan. Titipan pertama diberikan oleh sopir Sulaeman kepada staf Waras bernama Yahya.
\"Jumlahnya seingat saya sekitar Rp100 juta karena saya suruh staf saya hitung,\" ujar Waras.
Setelah menerima titipan itu, Waras mengaku langsung mengontak Iwa. Saat itu, Iwa yang sedang mencoba maju sebagai bakal calon di Pilgub Jabar melalui PDIP, meminta kepada Waras untuk langsung dibuatkan banner dan mempercayakan kepada Waras sebagai pembina partai di wilayah Karawang, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Depok dan Purwakarta.
Dua pekan setelahnya, Waras menerima titipan lagi. Duit yang dimasukkan ke dalam kantong plastik dengan jumlah Rp300 juta. Iwa kemudian meminta untuk dibuatkan spanduk lagi.
Penyerahan ketiga, lanjut Waras, diberikan langsung oleh Sulaeman di rumah Waras di Bekasi. Namun, berbeda dengan dua tahap sebelumnya yang minta langsung dibuatkan banner, untuk tahap ketiga ini Iwa meminta titipan itu diantarkan ke Bandung.
\"Perkiraan saya jumlahnya Rp500 (juta). Saya tidak hitung. Setelah itu Suleamen tidak menghubungi saya lagi sampai akhirnya Pak Iwa tidak direkomendasikan PDIP untuk Pilgub Jabar,\" ujar Waras.
Jaksa lantas mengkonfrontir kesaksian itu kepada Iwa. Dia membantah keterangan para saksi.
\"Tidak,\" jawab Iwa dengan suara tinggi.
\"Ya kami tidak meminta banner, mengasihkan contoh saja tidak. Hanya dapat informasi, tidak tahu dipasang di mana, nilainya berapa. Saya tidak meminta dibuatkan,\" jawab Iwa.
Majelis hakim pun akhirnya angkat bicara. Hakim tampak berang dengan Iwa yang membantah meski keterangan saksi lain menyebut Iwa menerima uang.
\"Dicatat ya. Ini sudah diberi sumpah semua. Kalau tidak benar akan dipertimbangkan dalam perkara putusan,\" ujar hakim.
Ditemui seusai persidangan, Iwa tak banyak bicara. Saat ditanya wartawan perihal penerimaan uang, Iwa hanya menjawab tidak sambil berjalan cepat.
\"Tidak, tidak,\" ujar Iwa. (*)