Galuh Purba: Dari Kutai Mertadipura Hingga Cirebon Menetap di Gunung Slamet

Galuh Purba: Dari Kutai Mertadipura Hingga Cirebon Menetap di Gunung Slamet

Diawali oleh pendatang-pendatang dari Kutai, Kalimantan yang membangun sebuah kerajaan dengan nama Kerajaan Galuh Purba. Pendatang-pendatang ini belum menganut agama Hindu yang merupakan sesepuh orang jaman Kerajaan Kutai Mertadipura. Menurut catatan sejarah Van der Meulen  Di Ambang Sejarah, ditengarai tesisnya ini belum ada yang menentang di kalangan para ahli sejarah. Dalam tesis tersebut, para pendatang dari Kutai tersebut pindah ke Pulau Jawa jauh sebelum abad III M. Mereka mendarat disekitar Cirebon. Mereka terus masuk kedaerah pedalaman, sebagian ada yang menetap disekitar gunung Ciremai, dan sebagian lagi terus melanjutkan perjalanan kearah selatan sampai didaerah sekitar Gunung Slamet dan lembah Sungai Serayu.

Mereka yang menetap disekitar Gunung Ciremai nantinya membangun Peradaban Sunda, sementara mereka yang menetap disekitar Gunung Slamet kemudian membangun Kerajaan Galuh.

Menurut laporan yang ditulis oleh Tim Peneliti Sejarah Galuh tahun 1972,  Kerajaan Galuh Purba tersebut dibangun oleh Ratu Galuh. Disebutkan bahwa kemungkinan nama kerajaan tersebut adalah kerajaan Galuh Sindula.

Ada pula naskah yang memberi nama kerajaan Bojong Galuh, dengan ibukotanya di Medang Gili. Antara abad I-VI M, Kerajaan Galuh Purba tersebut berkembang, namun belum memiliki catatan sejarah, yang jelas antara abad I-VI M tersebut banyak kerajaan yang menggunakan nama Galuh.

Selain Kerajaan Galuh Purba/Bojong, atau Galuh Sindula yang kemudian pindah ke Garut-Kawali. Salah satu Kerajaan bawahan Galuh Purba yaitu Kerajaan Galuh Kalinggamulai berkembang, bahkan menurut Babad Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara karya Pangeran Wangsakerta dari Cirebon, pada abad VII-VIII M.

Ada tiga Wangsa (Dinasti) yang berkembang yaitu: Wangsa Kalingga, Wangsa Sanjaya, Wangsa Sailendra. Catatan tersebut sesuai dengan buku yang ditulis oleh Fruin-Mees: Geschiedenis van Java,tahun 1919, halaman 16-20. Artinya, Kerajaan Galuh Kalingga yang sebelumnya sebagai bawahan Kerajaan Galuh Purba, berubah menjadi kerajaan yang berkembang setelah memisahkan diri dari Kerajaan Galuh Purba dan berdiri sendiri menjadi Kerajaan Kalingga.

Kerajaan Galuh Purba memiliki kekuasaan yang cukup luas, mulai dari Indramayu, Cirebon, Brebes, Cilacap, Purbalingga, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Banjarnegara, Kebumen, bahkan ada yang menyebutkan sampai ke Kedu, Kulonprogo dan Purwodadi.

Sampai sekarang banyak tempat didaerah tersebut yang menggunakan nama galuh, diantaranya raja Galuh (Cirebon), galuh (Purbalingga), Galuh Timur (Bumiayu), Sirah Galuh (Cilacap), Begaluh (Leksono), Samigaluh (Purworejo, Kedu), Sigaluh (Purwodadi). Menurut sejarawan Van der Meulen diduga keras bahwa semua tempat tersebut dulunya wilayah yang dikuasai oleh kerajaan Galuh Purba. Berdasarkan prasasti Bogor, pamor kerajaan Galuh Purba sempat mengalami penurunan saat Dynasti Syilendra, di Jawa Tengah, mulai berkembang. Pusat kota Kerajaan Galuh Purba sempat dipindah ke Kawali (dekat Garut). Di sini, kerajaan pertama di Jawa Tengah itu mengganti namanya menjadi Kerajaan Galuh Kawali. Inilah zaman kemunduran Kerajaan Galuh Purba. Pada saat itu, di wilayah timur berkembang Kerajaan Kalingga yang konon merupakan kelanjutan dari Kerajaan Galuh Kalingga, sebuah Kerajaan di wilayah Galuh Purba. Sedangkan di wilayah barat berkembang Kerajaan Tarumanegara yang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Salakanegara. Pada saat Purnawarman menjadi Raja Tarumanegara, kerajaan Galuh Kawali berada di bawah Kerajaan Tarumanegara. Masa kejayaan Kerajaan Galuh Purba mulai beranjak naik, saat Tarumanegara diperintah oleh Raja Candrawarman. Saat itu, kerajaan bawahan Tarumanegara mendapatkan kekuasaannya kembali, termasuk Galuh Kawali. Pada masa Tarumanegara, Pemerintahan Raja Tarusbawa Wretikandayun, Raja Galuh Kawali memisahkan diri (merdeka) dari Tarumanegara dan mendapat dukungan dari Kerajaan Kalingga. Lalu kerajaan ini mengubah kembali namanya menjadi Kerajaan Galuh, dengan pusat pemerintahan di Banjar Pataruman. Kerajaan Galuh inilah yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan Pajajaran, di Jawa Barat. Untuk melestarikan keturunannya, masing-masing keturunan Kerajaan Galuh melangsungkan perkawinan. Hasil perkawinan itulah yang melahirkan raja-raja Jawa. Jejak kebesaran Kerajaan Galuh ini bisa dilihat dari kajian bahasa E.M. Uhlenbeck tahun 1964, dalam bukunya, A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura yang menyatakan, bahasa keturunan Galuh Purba masuk ke dalam rumpun basa Jawa bagian kulon atau Bahasa Jawa Ngapak-ngapak (atau Banyumasan). (*)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: