Ternyata Kualitas Garam Cirebon Masih Rendah

Ternyata Kualitas Garam Cirebon Masih Rendah

CIREBON-Kabupaten Cirebon menjadi salah satu daerah penghasil garam terbesar di Jawa Barat. Sebab, dalam satu musim kemarau, ratusan ribu ton garam mampu diproduksi para petambak garam. Di musim kemarau 2018 lalu, produksi garam di Kabupaten Cirebon mencapai 483 ribu ton. Namun, hasil produksinya tidak diimbangi dengan kualitas garam yang baik. Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislakan) Kabupaten Cirebon, produksi garam mampu melampaui target untuk 2018. Sebab dari target 350 ribu ton yang dihasilkan mencapai 483 ribu ton.  Ratusan ribu ton garam di Kabupaten Cirebon tersebut, dihasilkan dari tujuh kecamatan yang ada di daerah ini. Yakni Kecamatan Kapetakan, Suranenggala, Gunungjati, Mundu, Losari, Pangenan, dan Gebang. \"Jadi target produksi garam 2018 di kita melampaui terget. Tetapi kualitas garam di kita masih tergolong rendah. Sebab, hanya memiliki 20 persen kandungan NaCl dari yang seharusnya 94 persen,\" kata Kabid Pemberdayaan pada Dislakan Kabupaten Cirebon, Yanto kepada Radar, Kamis (7/2). Dia menjelaskan, penyebab rendahnya kualitas garam di Kabupaten Cirebon disebabkan banyak faktor. Yakni di antaranya, masa panen yang singkat. Artinya, kebanyakan petambak garam di daerahnya itu memanen garam antara tiga hingga empat hari. \"Seharusnya, panen yang menghasilkan kualitas NaCl di atas angka 94 persen itu dipanen minimal tujuh hingga 15 hari,\" kata Yanto. Faktor selanjutnya, kata Yanto, adanya campur tangan pihak lain. Sebab, biasanya garam dari petambak ada yang dicampur oleh para tengkulak, antara garam berkualitas bagus dengan garam yang berkualitas rendah. \"Sehingga mengasilkan garam berkualitas rendah,\" terangnya Kemudian, karena para petambak garam di Kabupaten Cirebon tidak mempunyai gudang. Sehingga, para petambak garam melakukan penjualan secara terus-menerus meskipun harganya rendah. Hal itu disebabkan karena kebutuhan ekonomi yang mendesak. Akibatnya, pascapanen garam, petambak langsung menjualnya kepada tengkulak. \"Kebanyakan petambak garam di kita ini tidak memiliki lahan. Dia hanya sebagai penggarap atau penyewa lahan. Sehingga dikejar waktu panen juga,\" paparnya. Banyaknya petambak garam yang hanya menjadi penggarap, membuat mereka melakukan panen dalam waktu yang singkat. Dengan kualitas yang rendah tadi, garam yang dihasilkan di Kabupaten Cirebon belum bisa masuk industri, baru untuk kebutuhan konsumsi saja. Yanto mengaku, untuk mengantisipasi rendahnya kualitas garam tersebut, Dislakan Kabupaten Cirebon melakukan beberapa antisipasi, di antaranya memberikan sosialisasi kepada petambak garam dan melatih kelompok usaha garam (Kugar). \"Saat ini ada 81 Kugar di kita. Yang mendapatkan bantuan dari provinsi ada dua kelompok. Untuk di Kabupaten Cirebon sendiri direncanakan tahun 2019,\" pungkasnya. (sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: