Kasus Cipto, Jaksa Periksa Panitia Penerima Hasil Pekerjaan

Kasus Cipto, Jaksa Periksa Panitia Penerima Hasil Pekerjaan

CIREBON-Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon mengembangkan penyidikan kasus dugaan Korupsi proyek peningkatan Jl Cipto Mangunkusumo. Kejari memeriksa 4 saksi yang merupakan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP), Rabu (13/2). Mahqiin, salah satu anggota PPHP mengakui diperiksa bersama tiga saksi lainnya. Di antaranya Sekretaris PPHP Bramantyo. Mereka diperiksa selama 8 jam. Mulai pukul 09.00 hingga pukul 17.00. Mahqiin menuturkan, dirinya dicecar 30 pertanyaan. Namun ia enggan merinci materi pemeriksaan yang ia jalani bersama tiga saksi lainnya. ”Intinya mengenai proses pelaksanaan proyek. Pertanyaannya bermacam-macam,” ujar dia, lalu pergi meninggalkan kantor Kejari Kota Cirebon di Jl Wahidin Sudirohusodo. Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasis Pidsus) Kejari Kota Cirebon, Sidrotul Akbar, menjelaskan, pemeriksaan para saksi merupakan pengembangan atas hasil pemeriksaan para saksi sebelumnya. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kinerja PPHP saat menyatakan proyek telah selesai 100 persen. Sebagaimana tugas PPHP yang sudah resmi tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Saat disinggung apakah para saksi menyatakan pekerjaan telah selesai 100 persen, meski pekerjaan belum selesai 100 persen, Akbar menolak menjawab pertanyaan tersebut. Ia beralasan hal itu merupakan bagian dari materi penyidikan. “Nah itu saya no comment, karena itu semua termuat dalam berita acara penyidikan,” imbuh Akbar. Para saksi, dikatakan Akbar, diperiksa untuk pertama kalinya mengenai kasus korupsi proyek senilai Rp10,7 miliar tersebut. Tidak berhenti di situ, kejari juga akan memeriksa para pihak lain yang terlibat dalam proyek yang dikerjakan pada tahun 2017 lalu itu. Akbar mencatat, sejauh ini setidaknya pihaknya telah memeriksa sekitar 27 orang saksi dari berbagai pihak. Baik dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), pelaksana proyek atau kontraktor, konsultan pengawas, Unit Layanan Pengadaan (ULP) serta beberapa perusahaan pendukung atau sub kontraktor yang termuat dalam kontrak. Sementara itu, mengenai dugaan adanya pelanggaran dalam proses lelang, Akbar mengatakan pihaknya tidak bekerja berdasarkan asumsi. Namun tetap berlandaskan data dan dokumen  yang ada. “Namun, dalam proses lelang, terdapat aturan yang harus dipatuhi oleh tim Pokja ULP. Itulah yang menjadi barometer kita. Kita lihat saja nanti dalam proses pengembangan penyidikan. Tentunya ini kan harus komprehensif, semuanya dari saksi dan dokumen-dokumen yang ada,” paparnya  kepada Radar Cirebon. Berdasarkan catatan Radar Cirebon, kasus ini diangkat ke tingkat penyidikan pada akhir November tahun lalu. Satu bulan kemudian, kejaksaan menerima hasil uji laboratorium dan uji lapangan yang dilakukan tim ahli dari Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon. Dokumen tersebut menjadi dasar penyidik untuk mengetahui kondisi fisik hasil pekerjaan, baik dari sisi volume maupun kualitas hasil pekerjaan. Sebelumnya, pihak kontraktor, yakni PT Tidar Sejahtera mengembalikan uang senilai Rp100 juta ke Kejari Kota Cirebon. Uang tersebut diduga merupakan sebagian kecil dari kerugian keuangan negara dalam dugaan korupsi paket proyek peningkatan Jl Cipto. Uang tersebut diserahkan Shokibul Hidayat selaku Direktur PT Tidar Sejahtera. Saat ini, kejaksaan tinggal menuggu perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Barat. Tim Kejaksaan belum lama ini telah memaparkan kasus tersebut di hadapan tim investigasi BPKP. “Kalau sudah ada hasil penghitungan kerugian negara, baru kita tetapkan tersangka,” kata Kajari Kota Cirebon M Syarifuddin. (day)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: