Krisis Rumah Milenial, BI Relaksasi Kredit

Krisis Rumah Milenial, BI Relaksasi Kredit

CIREBON-Sejak Juli 2018, Bank Indonesia telah merelaksasi ketentuan persyaratan kredit kepemilikan rumah khusus untuk pemilik rumah pertama. Hal ini tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/8/PBI tanggal 1 Agustus 2018 tentang rasio loan to value untuk kredit properti, rasio financing to value untuk pembiayaan properti, dan uang muka untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor. Kepala Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPw BI CIrebon Rawindra Ardiansyah menuturkan, berdasarkan salesmen Bank Indonesia, pertumbuhan kredit properti (KP) dan pembiayaan properti (PP) masih berada pada fase akselerasi dan belum mencapai puncak. Kondi ini didukung oleh penyediaan dan permintaan terhadap produk properti yang mulai meningkat kemampuan debitur yang masih cukup baik, risiko kredit dan pembiayaan yang relatif terjaga dan karakteristik sektor properti yang memiliki efek pengganda (multiplier effect) cukup besar terhadap perekonomian nasional. Selain itu, pelonggaran kebijakan LTV/FTV ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kepada masyarakat terutama first time buyer dalam memenuhi kebutuhan rumah pertama melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Kendati demikian, dia mengakui, siklus kredit properti masih berada pada fase rendah tetapi masih memiliki potensi akselerasi yang didukung oleh penyediaan dan permintaan terhadap produk properti yang mulai meningkat serta kemampuan debitur yang masih baik. \"Sejak 2014 penjualan rumah non subsidi sangat berkembang, namun setelah itu pergerakannya melambat, developer juga banyak yang lari ke rumah subsidi,\" jelasnya. Dengan adanya refleksi ini, pemilik rumah pertama khususnya milenial bisa mendapatkan rumah dengan DP 0% tergantung dengan ketentuan bank. Sebelum direlaksasi ketentuan yang ada untuk kredit rumah pertama tipe di atas 70 meter persegi memiliki LTV sebesar 85% artinya calon pembeli harus memberikan uang muka 15% kepada bank. Setelah relaksasi, jumlah uang muka bisa lebih rendah atau lebih tinggi tergantung dari kemampuan bank untuk memitigasi risiko. Aturan ini juga berlaku untuk kredit rumah susun. Seperti diketahui, dalam laporan khusus koran ini berjudul: Membedah Problem Perumahan Generasi Milenial data Real Estate Indonesia (REI), hanya 60-70 persen milenial yang memiliki kemampuan membeli rumah non subsidi. Terutama mereka yang berada di usia 30-35 tahun. Dari survei REI, milenial di rentang usia 30 hingga 35 tahun saat ini rata-rata mendapatkan gaji Rp5-6 juta/bulan. Hanya segelintir saja yang memiliki gaji Rp10 juta/bulan di usia itu. Dari penghasilan itu, bila milenial membeli rumah subsidi kemampuan mereka di angka 130 persen. Sementara membeli rumah non subsidi ada di kisaran 60-70 persen saja. Rendahnya kemampuan milenial membeli hunian komersil, merupakan imbas dari penghasilan mereka. Dengan gaji Rp5-10 juta itu, milenial tak berhak dapat subsidi perumahan. Otomatis mereka harus beralih ke perumahan komersil. Di segmen ini, mereka justru ngos-ngosan. Ketua REI Komisariat Cirebon Gunadi menyebutkan, ceruk pasar milenial yang ngos-ngosan dengan rumah komersil turut menyumbang rendahnya daya beli rumah non subsidi. “Jadi penghasilan mereka ini ngambang. Subsidi nggak bisa dapat, untuk komersil nggak mampu,” tuturnya. Menurut dia, problem ini harus jadi perhatian pemerintah. Terutama dengan urusan perpajakan yang salah satunya PPN 10%. Pajak ini sangat terasa. Cicilan bisa jadi dua kali lipat gara-gara tambahan komponen ini. Atas problematika ini, REI mendorong pemerintah memberikan kebijakan. Mengingat masalah milenial sulit beli rumah tidak hanya terjadi di Kota Cirebon. Hampir merata di seluruh Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah pusat harus berperan. (apr)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: