Elon Carlan, Penyandang Disabilitas yang Bersemangat Kejar Gelar Doktor
KUNINGAN - Di kalangan pejabat Pemkab Kuningan, nama Elon Carlan mungkin tidak asing lagi. Elon merupakan satu-satunya penyandang disabilitas tunanetra yang menduduki kursi kepala bidang (kabid) di lingkup Pemkab Kuningan. Jabatannya yakni Kabid PAUD dan Dikmas pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kuningan. Meski tunanetra, namun bukan halangan bagi Elon untuk terus menuntut ilmu. Dia berusaha untuk lebih mempertebal pengetahuannya dengan kembali kuliah di jenjang yang lebih tinggi lagi. Selain itu, Elon juga ingin memberikan semangat kepada penyandang disabilitas lainnya untuk tidak melupakan pendidikan. Sejak Januari lalu, saban menjelang akhir pekan, Elon diantar sopir dan pendampingnya menuju kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati yang berada di Kota Cirebon. Rutinitas barunya itu dilakoni Elon dengan penuh semangat, kendati cukup menyita waktu. Apalagi Elon sangat berambisi merampungkan pendidikannya setinggi mungkin. Dan untuk mewujudkan mimpinya itu, Elon kini tercatat sebagai mahasiswa program doktoral di perguruan tinggi milik pemerintah tersebut. Jurusan yang diambilnya juga tak lepas dari pendidikan, yakni Manajemen Pendidikan Islam. Diterima di IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan bisa menuntut ilmu di kampus itu, seperti membalikan kenangan Elon kepada peristiwa 28 tahun silam yang pernah dialaminya. Betapa tidak, Elon memiliki kenangan spesial dengan kampus tersebut lantaran pernah ditolak ketika mendaftar untuk kuliah. “Tahun 1991, saya mendaftar ke STAIN Cirebon (sekarang IAIN, red) diantar wali kelas saya ketika di SMA Pertiwi Cilimus, Pak Beni. Ke Cirebonnya naik vespa milik Pak Beni. Tapi pihak STAIN menolak menerima saya karena saya tunanetra. Padahal saya benar-benar ingin kuliah setelah lulus dari SMA Pertiwi Cilimus,” kenang Elon. Tapi kini dia menepis semua kenangan masa lampaunya demi menggapai mimpi meraih gelar doktor. Bahkan Elon menganggap jika IAIN Syekh Nurjati sangat profesional dalam memberikan pelayanan. “Saya tidak dendam karena pernah ditolak kuliah di IAIN, 28 tahun lalu. Itu kenangan. Sekarang saya bisa mengambil program doktor di IAIN Syekh Nurjati Cirebon atas rekomendasi dari teman. Pihak IAIN sangat profesional ketika menerima saya. Dan saya tak mengalami kesulitan dalam mengikuti perkuliahan umum. Sama sekali tak ada kendala kok. Mungkin hanya saat menulis saja yang menjadi kesulitan saya,” ujarnya. Sejauh ini, kata dia, perkuliahannya lancar dan tak mendapatkan kendala berarti. Pihak kampus juga kerap memberikan bantuan yang membuat dirinya lancar dalam menjalankan kuliahnya. Dalam program doktoral ini, dirinya bisa disebut merupakan satu-satunya mahasiswa dari kalangan penyandang disabilitas. “Hanya saya yang dari penyandang disabilitas tunanetra yang kuliah di program doktor di IAIN Syekh Nurjati. Enggak ada yang lain. Tentu saya merasa bangga bisa menempuh pendidikan yang lebih tinggi lagi. Dan ini seperti mimpi yang harus saya raih,” tegas Elon. Sebelum mengambil program doktor di IAIN Syekh Nurjati, dirinya pernah mendaftar di Unpas Bandung dan Uninus untuk program yang sama. Hanya saja dia mengalami kendala ketika akan mengikuti tes masuk. “Saya saat itu akan mendaftar program doktor di Unpas, namun tidak jadi lantaran keburu masuk rumah sakit. Kemudian kembali mendaftar di Uninus Bandung. Pas mau tes masuk di Uninus, saya kejebak macet sehingga tidak bisa datang. Akhirnya tidak bisa ikut tes. Gagal lagi. Nah kebetulan ada teman yang merekomendasikan program di IAIN Syekh Nurjati, dan saya mendaftar. Alhamdulillah diterima,” papar Elon. Tak lupa, Elon juga memuji dunia pendidikan inklusif di SMA umum di Kabupaten Kuningan. Sejak dicanangkan sebagai kabupaten inklusif, banyak penyandang disabilitas tunanetra dari luar daerah yang sekolah di Kabupaten Kuningan. Misalnya belum lama ini, dirinya membantu siswa dari Kabupaten Cirebon yang ingin melanjutkan ke SMA umum. “Siswa itu diterima di SMAN 1 Mandirancan. Banyak siswa tunanetra dari Cirebon dan daerah lainnya di wilayah III yang sekolah di SMA umum di Kabupaten Kuningan. Sebab di daerahnya SMA umum belum menerima siswa dari penyandang tunanetra,” tukasnya. (ags)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: