Masa Depan UMKM

Masa Depan UMKM

Pilpres 2019 dapat memicu sentimen negatif terhadap prospek industri. Meski era milenilal menjanjikan prospek pasar yang semakin terbuka dan kemudahan transaksi online, ada tantangan yang perlu dicermati dunia usaha termasuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) agar tetap bisa bersaing. Maka perlu review menyambut era now yang identik dengan digitalisasi pasar dan antisipasi riak konflik tahun politik. Mengacu tuntutan adopsi teknologi dan komitmen daya saing, tidak ada alasan UMKM untuk tidak terkoneksi dengan internet untuk membuka pasar global yang lebih luas. Artinya, melek teknologi menjadi keharusan agar tidak tertinggal dan ditinggalkan pasar. Penduduk lebih dari 500 juta Asia Tenggara menjadi pasar menjanjikan. Konsekuensinya, ada tuntutan kualitas produk dan daya saing. Maka, perlu sinergi perbankan, pemerintah, Kadin, Hipmi, Kementerian Teknologi dan Informasi, serta pelaku UMKM. Jadi, tahun politik bisa dikalkulasi dengan perbandingan potensi pasar di era milenial. Komitmen pencapaian kinerja UMKM berbasis digital beralasan jika Kementerian Koperasi dan UKM bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, pemda serta pelaku e-commerce berkampanye Gerakan Nasional Digitalisasi UMKM. Kampanye ini selaras dengan pencapaian Visi 2020 “The Digital Energy of Asia” dengan target transaksi e-commerce 130 miliar dollar AS. Ini juga didukung program ekonomi kerakyatan dan pencapaian target 8 juta UMKM. Dengan kata lain, membuka pasar UMKM melalui digitalisasi ekonomi memang memungkinkan dan menjanjikan. Apalagi pasar ecommerce menjadi tren. PROSPEK EKONOMI DIGITAL BAGI PENINGKATAN PERTUMBUHAN EKONOMI Fakta perkembangan e-commerce juga terlihat dari peralihan perilaku konsumen dari transaksi offline ke online. Tentu fenomena ini juga didukung dengan layanan perbankan melalui kampanye nontunai sebagai bagian dari perkembangan less cash society. Artinya dalih kelesuan daya beli terkait bangkrutnya sejumlah ritel ternyata bisa dibenarkan, meski harus juga dikaitkan dengan perubahan perilaku konsumen. Maka, pengembangan UMKM berbasis digital ekonomi secara tidak langsung akan memacu geliat ekonomi daerah. Ini termasuk potensi industri kreatif daerah. Jika ini berkelanjutan, daya serap ekonomi daerah semakin besar dan meningkatkan kesejahteraan. Ini juga akan mereduksi pengangguran dan kemiskinan. Komitmen Komitmen pengembangan UMKM berbasis digital ekonomi juga berdampak positif terhadap perpajakan, terutama jumlahnya 3,8 juta. Mereka telah memanfaatkan teknologi untuk pemasaran dan e-commerce. Pemerintah juga berkomitmen mengampanyekan Gerakan UMKM Go Online di 13 kota pada 15 November di Jakarta dengan melibatkan para pelaku e-commerce. Sebaran 13 kota tersebut Bogor, Surabaya, Medan, Bekasi, Jambi, Balikpapan, Palembang, Semarang, Tangerang Selatan, Denpasar, Purwakarta, Bandung Barat, dan Sidoarjo. Meski demikian, ada beberapa catatan yang harus dicermati terkait kampanye UMKM Go Online di era digital ekonomi soal risiko tahun politik. Mereka perlu mencermati beberapa hal seperti aspek kemudahan bisnis. UMKM perlu diberi kemudahan dalam upaya membuka peluang bisnis. Ini berdampak sistemik terhadap penyerapan tenaga kerja untuk mereduksi pengangguran dan kemiskinan. Imbas lain memacu geliat ekonomi dengan mata rantainya. Pajak harus mampu mendukung geliat bisnis agar tidak bertentangan dengan kemudahan bisnis yang dijanjikan pemerintah. Pasar yang semakin terbuka dan dibuka melalui peran pemerintah baik secara langsung atau tidak. UMKM perlu spirit, termasuk dorongan dari Kadin dan Hipmi untuk membuka pasar seluasluasnya. Contoh, dengan pameran dan ekspo yang mendatangkan pembeli asing. Akses teknologi menjadi bagian yang tidak bisa dilepaskan. Maka, pelatihan dan pendampingan juga perlu dilakukan, termasuk akses mendapat teknologi dan informasi. Tujuannya agar ekonomi UMKM menggeliat. Listrik merupakan salah satu komponen biaya sehingga pengenaannya jangan terlalu membebani. Rencana PLN untuk penyederhanaan golongan dengan membuat kriteria 1300–5500 VA perlu dicermati agar tidak membebani UMKM. Persoalan bahan baku merupakan kasus klasik dari pelaku usaha. Argumen tentang problem impor bahan baku, fluktuasi harga, dan kelangkaan harus dipahami sebagai ancaman kualitas produk dan daya saing. UMKM harus mencermati persoalan ini sebagai tantangan sekaligus peluang. Faktor desain juga harus dicermati. Ini belum menjadi konsen UMKM, selain hak cipta dan paten. Padahal, era digital ekonomi sekarang, kebutuhan tersebut p e n t i n g sebagai perisai dan daya saing. Yang sangat penting untuk diperhatikan, jaminan ketersediaan SDM yang sangat langka untuk UMKM. Ini ironi karena banyak yang migrasi ke perkotaan dan bekerja di sektor informal karena upah murah di UMKM. Era otda memungkinkan UMKM menjadi basis produk unggulan yang memacu geliat ekonomi, termasuk implikasinya terhadap industri kreatif daerah. Penumbuhkembangan UMKM secara tidak langsung berdampak positif untuk memacu kewirausahaa generasi muda. Potensi besar UMKM akan berpengaruh positif, jika risiko tahun politik tereduksi.   Penulis: Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi. Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: