Jual Gorengan, Sukses Kuliahkan Empat Anak
KUNINGAN-Warung kecil berdinding triplek itu berada tepat di depan kantor PDAM Tirta Kamuning Jl RE Martadinata. Tak banyak barang dagangan yang dijual di warung itu. Sebuah papan cukup lebar menjorok ke dalam, menjadi alas untuk memajang gorengan, dan lauk pauk. Beberapa bungkus kopi tergantung di dinding warung. Warung itu benar-benar sederhana dengan dominasi cat berwarna pink. Pemiliknya, Mumuh Mutadi sigap melayani pembeli yang mampir ke warung kecilnya. Pelanggan warung itu mayoritas sopir angkutan kota. Para sopir itu saban pagi dan siang menyempatkan diri untuk sekadar menikmati kopi dan gorengan hangat yang disediakan pemilik warung. Pasti tidak ada yang menyangka jika dari sebuah warung kecil dan sederhana itu ternyata pemiliknya mampu menyekolahkan empat anaknya hingga meraih gelar sarjana. Tapi itulah yang terjadi dan dirasakan oleh pasangan suami istri, Mumuh Muhtadi-Yayah. Ya, dari hasil kerja kerasnya selama bertahun-tahun itu dengan berjualan gorengan di warung nan sempit, Mumuh bisa mewujudkan mimpi anak-anaknya menuntut ilmu hingga perguruan tinggi. Hebatnya, keempat anaknya itu mendapatkan beasiswa untuk kuliah sehingga Mumuh dan Yayah tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya. Anak kelimanya saat ini menuntut ilmu di SMAN 1 Kuningan. Mumuh yang saat mudanya menjadi sopir angkot merasa senang dan bebannya sedikit berkurang karena keempat anaknya sudah menyelesaikan studinya di perguruan tinggi. Keempat anaknya itu kuliah di Bandung, Jakarta, Bogor dan Tangerang. Bahkan salah satu anaknya saat ini sedang menempuh pendidikan Pasca Sarjana. “Saya punya lima anak. Alhamdulillah empat anak sudah lulus kuliah, dan semuanya bekerja. Dan yang paling kecil masih belajar di SMAN 1 Kuningan. Saya sangat senang karena anak-anak bisa kuliah tanpa terlalu merepotkan orang tua,” katanya. Dia menceritakan, keempat anaknya bisa meneruskan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi karena mendapatkan beasiswa. Selama di SMA, seluruh anak-anaknya memiliki nilai yang bagus, sehingga mendapatkan program beasiswa. “Keempat anak saya itu bisa kuliah lantaran mendapatkan beasiswa. Kalau tidak mendapat beasiswa, tentu sangat berat bagi kami menyekolahkan anak-anak. Apalagi saya dan istri hanya berjualan gorengan. Sekali-kali saya narik angkot untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Tapi saya bersyukur bisa menyekolahkan anak hingga menjadi sarjana,” paparnya. Mumuh pun tak ragu memberikan semangat kepada para orang tua di Kabupaten Kuningan untuk menyekolahkan putra-putrinya sampai perguruan tinggi. Sebab banyak cara agar anak-anak bisa meraih mimpinya menjadi sarjana. “Saya dan istri awalnya tak menyangka akan mampu menguliahkan anak-anak, karena keuntungan dari berjualan gorengan itu tidak seberapa. Tapi ternyata keempat anak saya bisa menyelesaikan pendidikan tepat waktu. Bahkan salah satu anak saya sedang menempuh pendidikan master. Mudah-mudahan anak saya yang terakhir juga nanti bisa kuliah,” ujar Mumuh. Tapi Yayah memiliki kenangan tersendiri saat menghadiri wisuda anaknya di Bandung. Dia berangkat ke Bandung dengan naik motor guna menyaksikan anaknya diwisuda. Menggunakan motor jadul, Yayah akhirnya tiba di tempat acara wisuda. “Saya berangkat ke Bandung dengan naik motor bersama suami. Motornya juga motor lama. Tujuannya menyaksikan anak diwisuda menjadi sarjana. Mungkin di antara orang tua mahasiswa, hanya saya saja yang menggunakan motor ke lokasi acara. Mayoritas orang tua mahasiswa membawa kendaraan roda empat. Meski begitu, saya dan suami tidak minder malahan jauh lebih bangga karena anak saya berhasil menjadi sarjana,” kenang Yayah. (ags)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: